[list_indonesia] [ppiindia] Fwd: [Saksi] Teka-Teki dibalik kisruh BBM.

  • From: A Nizami <nizaminz@xxxxxxxxx>
  • To: ekonomi-nasional@xxxxxxxxxxxxxxx, lisi <lisi@xxxxxxxxxxxxxxx>, ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, sabili <sabili@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Sun, 27 Mar 2005 17:45:06 -0800 (PST)

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


--- rifky pradana <rifkyprdn@xxxxxxxxxxx> wrote:

> From rifky pradana Thu Mar 24 20:04:02 2005
> From: "rifky pradana" <rifkyprdn@xxxxxxxxxxx>
> To: eramuslim@xxxxxxxxxxxxxxx
> Date: Fri, 25 Mar 2005 11:04:02 +0700
> CC: sabili@xxxxxxxxxxxxxxx, Saksi@xxxxxxxxxxxxxxxxx
> Subject: [Saksi] Teka-Teki dibalik kisruh BBM.
> 
> Indonesia tampaknya benar-benar sedang menjadi
> sasaran empuk campur
> tangan Amerika. 
> 
> Ibarat adonan roti, melalui beberapa lembaga
> keuangan dan pendanaan
> internasional yang secara langsung dan tidak
> langsung berada di bawah
> kekuasaannya, Indonesia kini seperti sedang
> diremas-remas oleh Amerika
> untuk dibentuk menjadi donat atau roti keju.
> 
> Simak misalnya keributan di seputar kenaikan harga
> BBM yang terjadi
> belakangan. 
> 
> Jika ditelusuri secara cermat, boleh dikatakan
> hampir pada semua aspek
> perumusan kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga
> BBM, sarat dengan
> campur tangan Amerika. 
> 
> Memang benar, bila ditelusuri ke belakang kenaikan
> harga BBM bukan hal
> baru bagi Indonesia. 
> 
> Tetapi bila disimak motivasinya, kenaikan harga BBM
> yang terjadi
> belakangan ini sangat berbeda motivasinya dari
> kenaikan harga BBM yang
> terjadi pada masa sebelumnya.
> 
> Sehubungan dengan itu, para pejabat pemerintah boleh
> saja mengemukakan
> 1001 alasan mengenai penyebab ''terpaksa''
> dinaikkannya harga BBM. 
> 
> Tetapi sesuai dengan UU Migas No 22/2001, kenaikan
> harga BBM yang
> terjadi belakangan mustahil dapat dipisahkan dari
> tengah berlangsungnya
> apa yang disebut sebagai liberalisasi industri migas
> di negeri ini.
> 
> Artinya, berbeda dengan kenaikan harga BBM sebelum
> 2001, kenaikkan harga
> BBM yang terjadi belakang secara tegas digerakkan
> oleh motivasi untuk
> menghapuskan subsidi BBM dan menyesuaikan harga BBM
> dengan harga pasar
> internasional.
> 
> Pertanyaannya, mengapa industri migas harus
> diliberalisasikan, dan
> mengapa pula harga BBM harus disesuaikan dengan
> harga pasar
> internasional ?.
>  
> Jawabannya sangat sederhana. Sebagaimana dikemukakan
> Menteri Energi dan
> Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro,
> tujuannya antara lain
> adalah untuk merangsang masuknya investasi asing ke
> sektor hilir
> industri migas di sini.
> 
> Sebagaimana dikatakannya, 'Liberalisasi sektor hilir
> migas membuka
> kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi
> dalam bisnis eceran
> migas....Namun, liberalisasi ini berdampak
> mendongkrak harga BBM yang
> disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih
> rendah karena
> disubsidi, pemain asing enggan masuk.'' (Kompas, 14
> Mei 2003). 
> 
> Karena sejak semula diniatkan untuk mengundang
> masuknya investor asing,
> tidak aneh bila hampir semua aspek perumusan
> kebijakan pemerintah dalam
> melakukan liberalisasi industri migas dan menaikkan
> harga BBM, sarat
> dengan campur tangan asing, khususnya Amerika.
> 
> Simak, misalnya, pernyataan USAID (United States
> Agency for
> International Development) berikut, ''USAID has been
> the primary
> bilateral donor working on energy sector reform.''
> Khusus mengenai
> penyusunan UU Migas, USAID secara terbuka
> menyatakan, ''The ADB and
> USAID worked together on drafting a new oil and gas
> law in 2000.''
>
(http:www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-009.html).
> 
> 
> Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disaksikan
> betapa telah sangat
> jauhnya pihak asing, khususnya Amerika, terlibat
> dalam penyusunan
> kebijakan industri migas di Indonesia. 
> 
> Selain itu, disadari atau tidak, dapat disaksikan
> pula betapa telah
> sangat berkembangnya tradisi untuk menyerahkan
> penyusunan rancangan
> undang-undang (RUU) kepada pihak asing. 
> 
> Sebagaimana diketahui, keterlibatan asing dalam
> penyusunan RUU tidak
> hanya dialami oleh UU Migas. Tetapi dialami pula
> oleh UU Kelistrikan, UU
> Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan beberapa produk
> perundang-undangan
> lainnya. RUU Kelistrikan disusunkan oleh Bank Dunia,
> sedangkan RUU BUMN
> disusunkan oleh Price Waterhouse Coopers.
> Selanjutnya, khusus mengenai
> kenaikan harga BBM, simaklah pernyataan USAID
> mengenai keterlibatan Bank
> Dunia berikut, ''Complementing USAID efforts, the
> World Bank has
> conducted comprehensive studies of the oil and gas
> sector, pricing
> policy, and provided assistance to the State
> electric company on
> financial and corporate restructuring.''
> 
> Dengan latar belakang seperti itu, mudah dimengerti
> bila dalam iklan
> layanan masyarakat yang diterbitkan pemerintah dalam
> rangka sosialisasi
> penghapusan subsidi BBM, ditemukan sebuah grafik
> yang berjudul
> ''Kelompok terkaya menikmati subsidi BBM terbesar,''
> yang datanya
> bersumber dari hasil studi Bank Dunia.
> 
> Bagaimana halnya dengan kajian dampak ekonomi
> kenaikan harga BBM ?.
> 
> Sebagaimana terungkap dalam sebuah laporan yang
> berjudul ''Kajian Dampak
> Ekonomi Kenaikan Harga BBM,'' yang diterbitkan oleh
> Pusat Studi Energi,
> Departemen ESDM pada Desember 2001, kajian tersebut
> ternyata dibiayai
> oleh AUSAID (Australia Agency for International
> Development), melalui
> International Trade Strategies (ITS) Pte. Ltd.,
> Australia.
> 
> Sesuai dengan informasi yang tersaji dalam kajian
> tersebut, kecuali
> harga bensin yang pada 2001 dipandang sudah sesuai
> dengan harga pasar,
> pemerintah ternyata telah mengembangkan tiga
> skenario mengenai pelepasan
> harga BBM ke pasar.
> 
> Skenario pertama, semua harga BBM dilepaskan ke
> pasar pada 2004.
> 
> Skenario kedua, harga diesel dan minyak bakar
> dilepas ke pasar pada
> 2004, sedangkan harga minyak tanah dan solar pada
> 2007.
> 
> Skenario ketiga, harga diesel dan minyak bakar
> dilepaskan ke pasar pada
> 2004, solar pada 2007, dan minyak tanah pada 2010.
> 
> Jika ditanyakan mengenai siapa yang tengah
> harap-harap cemas menanti
> tuntasnya pelepasan harga BBM ke pasar itu, selain
> beberapa perusahaan
> migas domestik, sekali lagi di sini kita akan
> bertemu dengan beberapa
> perusahaan migas asing, termasuk dari Amerika. 
> 
> Sebagaimana dikemukakan Direktur Jenderal Migas
> Departemen ESDM, Iin
> Arifin Takhyan, saat ini terdapat 105 perusahaan
> yang sudah mendapat
> izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk
> membuka stasiun
> pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi
> 11/2004). Di antaranya
> adalah perusahaan migas raksasa seperti British
> Petrolium
> (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China
> (RRC), Petronas
> (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika). 
> 
> Pertanyaannya, akankah para anggota Dewan Perwakilan
> Rakyat (DPR) yang
> ada sekarang ini, akan membiarkan saja
> berlangsungnya proses
> Amerikanisasi BBM tersebut ?.
> 
> Jawabannya, wallahu a'lam.
> 
> ***
> 
> Insya Allah, harga jual BBM pasar dalam negeri
> Indonesia akan dinaikkan
> oleh pemerintah Republik Indonesia, agar sesuai
> dengan harga standard
> pasar Internasional. Dengan demikian, kenaikan harga
> jual yang standar
> internasional ini akan membuka prospek dan peluang
> bagi kalangan
> pebisnis swasta nasional maupun swasta asing
> multinasional. 
> 
> Jika harga tak sesuai dengan standar internasional
> maka jelas tak akan
> memungkinkan bagi kalangan pebisnis swasta nasional
> maupun swasta asing
> multinasional untuk berinvestasi dalam memasarkan
> BBM di negara kita
> untuk melayani kebutuhan BBM bagi rakyat Indonesia
> serta turut serta
> mengabdi bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
> Subsidi BBM, perdebatan
> panjang nan rumit, penuh istilah yang tak membuat
> awam faham, jikalau
> pun faham namun penuh muatan yang awam tak perlu
> faham. Welcome-Ahlan Wa
> sahlan-Wilujeng Sumping-Sugeng Rawuh, Era Baru,
> Liberalisasi pasar BBM
> dalam negeri.
> 
> Gurihnya Pasar BBM Indonesia, telah membuat pemain
> asing kepincut. PT.
> Petronas Niaga Internasional (PNI) akan segera
> memasarkan Primex, bensin
> baru produksi Petronas dengan Ron 97 yang berarti
> spesifikasinya lebih
> tinggi ketimbang Pertamax Plus dengan Ron 94.
> 
> Mengenai harga jual ke konsumen, Faris Mustafa
> -President Director PNI-
> memberikan ancar-ancar bahwa bensin jenis ini di
> Malaysia dipasarkan
> seharga RM 1,40 atau sekitar Rp.3.500,- per liter.
> 
> Untuk tahap awal bensin ini akan dipasarkan di
> Jakarta yang akan
> dipasarkan secara bekerjasama dengan SPBU Lokal yang
> sudah ada, selain
> tentunya akan membangun beberapa SPBU baru dengan
> desain seperti yang di
> Malaysia.
> 
> Subsidi BBM, perdebatan panjang nan rumit, penuh
> istilah yang tak
> membuat awam faham, jikalau pun faham namun penuh
> muatan yang awam tak
> perlu tahu.
> 
> Tak perlu lah berpusing-pusing, segera cabut subsidi
> BBM,
> mari kita jelang era baru,
> era gurihnya pasar domestik BBM dalam negeri
> Indonesia.
> Satu telah datang, seribu siap menjelang.
> Primex, Petronas, Ahlan Wa Sahlan.
> Siapa akan menyusul lagi ?.
> 
> ***
> 
> Prospek bisnis BBM pasar dalam negeri Indonesia yang
> -Insya Allah- harga
> jualnya akan dinaikkan agar sesuai dengan harga
> standard pasar
> Internasional, rupanya tak hanya membuat kepincut
> para perusahaan
> multinasional bidang migas.
> 
> BPPT (badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) pun
> kepincut untuk
> segera mencari partner dari kalangan pebisnis swasta
> yang berminat
> bekerjasama memproduksi dan memasarkan Gasohol
> Bioethanol BE-10.
> 
> Maklum, harga BBM dalam negeri yang akan dipatok
> oleh pemerintah
> diperkirakan -Insya Allah- akan memberikan tingkat
> harga yang
> memungkinkan pebisnis swasta untuk turut menikmati
> bisnis BBM dalam
> negeri Indonesia yang mempunyai tingkat konsumsi
> yang menggiurkan.
> 
> Dr. Ir. Agus Eko Tjahyono, M.Eng - Kepala Balai
> Besar Teknologi Pati
> B2TP BPPT- memberikan gambaran bahwa BBM yang mirip
> Bentol (Bensin
> Toluene) ini biaya produksinya sekitar Rp.2.300,-
> per liter.
> 
> Bioethanol ini merupakan campuran 80%-90%
> Bensin/Premium dengan 10%-20%
> ethanol dari tanaman Singkong. Nilai oktan Gasohol
> Bioethanol BE-10 ini
> sekitar 105-110, setara dengan Pertamax Plus namun
> dengan harga yang
> lebih bersaing alis lebih rendah dari harga Pertamax
> Plus saat ini.
> 
> Beberapa negara di Brasil, Amerika Serikat, Kanada,
> Uni Eropa, dan
> Australia sudah menggunakan campuran 63% ethanol dan
> 37% bensin.
> Pemakaian etanol di dunia makin dan makin besar.
> Produksi etanol dunia
> untuk bahan bakar diduga bakal meningkat dari 19
> milyar liter (2001)
> menjadi 31 milyar liter (estimasi 2006). 
> 
> Sumber bioetanol tak cuma dari singkong saja , bisa
> juga tebu, ubi
> jalar, sagu, jagung, gandum, bahkan limbah pertanian
> seperti jerami. Di
> Amerika Serikat yang banyak dipakai sebagai sumber
> pati adalah jagung. 
> 
> Ethanol yang minim kandungan air ini -sehingga tak
> mengakibatkan karat
> di saluran bensin/nosel injektor/ruang bakar-
> diproduksi dari
> serangkaian proses penyulingan Singkong. Setelah
> diambil gulanya,
> kemudian difermentasi dan didistilasi hingga menjadi
> ethanol. 
> 
> Produksi untuk 1 (satu) liter ethanol didapat dari
> sekitar 6-6,5 Kg
> Singkong. Produksi skala kapasitas 60.000 liter per
> hari dibutuhkan
> sekitar 2 juta ton singkong dari lahan seluas
> 100.000 hektare.
> 
> Pencampuran antara Premium dengan ethanol ini tak
> memerlukan proses
> rumit. Premium -yang bisa didapat dari Pertamina
> atau Perusahaan Asing
> lainnya- tinggal dicampur pada tangki pencampur
> dengan ethanol hasil
> penyulingan Singkong tadi. Saat ini B2TP BPPT telah
> mendirikan pilot
> project produksi di Lampung Tengah.
> 
> Hasil serangkaian test uji coba di Balai
> Termodinamika Motor dan
> Propulsi BPPT di Serpong -dengan menggunakan unit
> test Toyota Kijang
> Kapsul bermesin karburator pada kecepatan 80 km/jam-
> menunjukkan
> pemakaian Gasohol Bioethanol BE-10 lebih baik
> dibandingkan dengan
> pemakaian Premium biasa, setara dengan pertamax. 
> 
> Pencampuran etanol ke dalam bensin ini berfungsi
> seperti zat aditif
> (methyl tertiary buthyl ether --MTBE) dan tetra
> ethyl lead (TEL)] yang
> umum dipakai untuk menaikan angka oktan, sehingga
> tenaga mesin yang
> dihasilkan pun meningkat sekitar 10,26 KW atau 10,26
> DK. Etanol yang
> mengandung 35% oksigen membuat efisiensi pembakaran
> meniningkat sehingga
> kadar emisi gas buang pun menjadi lebih baik.
> 
> Teknologi ini mulai diteliti Balai Besar sejak 1983
> dengan bantuan
> teknis dari lembaga penelitian Jepang, JICA. Mereka
> terus mengembangkan
> teknologi itu dengan tekad mengubah sumber pati tak
> berharga itu -di
> Lampung, tiap kilogram, harganya tak lebih dari
> harga sepotong ubi
> goreng di Jakarta- menjadi bahan bakar bernilai
> tinggi. Tahun 2004
> konsumsi bensin 15 juta kiloliter. Jika 20%-nya
> diganti gasohol BE-10,
> berarti menghemat 3 juta kiloliter bensin. 
> 
> Bagi yang berminat dapat menghubungi BPPT : (021)
> 3169598, B2PT : (0725)
> 25253.
> 
> Akhirul kalam, demikian sedikit ringkasan salah satu
> dari sekian banyak
> prospek bisnis yang akan menjadi terbuka dan
> berkembang bagi pebisnis
> yang berminat dan mempunyai kecukupan modal, pada
> era pasca kenaikan
> harga BBM dalam negeri, yang akan disesuaikan setara
> dengan harga pasar
> Internasional.
> 
> Seyogyanya memang harga BBM dalam negeri harus
> segera disesuaikan agar
> sesuai dengan standard harga internasional, agar
> berkah kenaikan harga
> itu dapat membawa berkah dan kemaslahatan bagi
> negara dan bangsa. 
> 
> Dengan demikian, bisnis swasta pun akan lebih
> berkembang lagi,
> perusahaan asing multinasional pun dapat segera
> berinvestasi dalam
> memasarkan BBM di negara kita untuk melayani
> kebutuhan BBM bagi rakyat
> Indonesia.
> 
> Jika harga tak sesuai dengan standar internasional
> maka jelas tak akan
> memungkinkan bagi swasta asing untuk turut serta
> mengabdi bagi
> kesejahteraan rakyat Indonesia.
> 
> Subsidi BBM, perdebatan panjang nan rumit, penuh
> istilah yang tak
> membuat awam faham, jikalau pun faham namun penuh
> muatan yang awam tak
> perlu 
> faham.
> Wilujeng Sumping, Era Baru,
> Liberalisasi pasar BBM dalam negeri.
> 
> ***
> 
> HARGA BBM sudah dinaikkan.
> Harapannya sekarang supaya harga yang sudah naik ini
> sementara berlaku
> untuk waktu yang relatif lama sehingga atas dasar
> harga yang baru dunia
> usaha sudah bisa melakukan kalkulasi dan membuat
> perencanaan bisnisnya.
> Syukur kalau ada jaminan pemerintah tidak akan
> menaikkannya lagi sampai
> tahun 2009.
> Mungkinkah itu ?.
> 
> BERKALI-kali saya beserta banyak orang
> mempertanyakan
> apa relevansinya harga minyak dunia dengan harga
> yang dikenakan kepada
> konsumen rakyat Indonesia yang memiliki sendiri
> minyaknya ?.
> 
> Kalau pemerintah konsisten dengan titik tolak pikir
> bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) harus dibawa
> sampai sepenuhnya sama
> dengan yang terbentuk di pasar internasional, jelas
> tidak akan ada
> kepastian,
> apakah harga BBM tidak akan naik lagi kalau harga
> minyak dunia meningkat
> terus.
> 
> Ada baiknya kita mempertanyakan hal-hal mendasar
> sejak sekarang agar ada
> pegangan untuk kebijakan di masa mendatang.
> 
> MINYAK MENTAH TIDAK DIHARGAI NOL.
> 
> Pertama, perlu diluruskan adanya pandangan bahwa
> harga minyak mentah
> Indonesia dihargai nol kalau tidak mengacu pada
> harga minyak dunia. Ini
> tidak benar.
> 
> Ketika harga bensin premium masih Rp 1.810 per
> liter, harga minyak
> mentahnya dihargai Rp 1.270 per liter, yaitu harga
> konsumen yang Rp
> 1.810 per liter dikurangi dengan biaya lifting,
> pengilangan, dan
> transportasi sebesar Rp 540 per liter. Setelah
> dinaikkan menjadi Rp
> 2.400 per liter, maka minyak mentahnya dihargai Rp
> 1.860 per liter.
> Tidak nol !.
> 
> MEKANISME PASAR YANG MANA ?.
> 
> Dikatakan bahwa kalau sistem ekonomi yang kita anut
> bukan sistem ekonomi
> komunis,
> semua barang dihargai dengan harga yang terbentuk
> melalui mekanisme
> pasar.
> Jelasnya,
> harga adalah titik perpotongan antara kurva
> permintaan dan kurva
> penawaran.
> 
> Seperti kita ketahui,
> kurva permintaan dan kurva penawaran ditentukan dari
> semua yang berminat
> membeli dan semua yang berminat menjual.
> Dari massa titik-titik para pembeli itu ditentukan
> garis tengahnya.
> Itulah kurva permintaan.
> 
> Demikian juga dengan pembentukan kurva penawaran.
> 
> Pertanyaannya,
> di mana kurva permintaan dan kurva penawaran itu
> dikompilasi guna
> menentukan titik potongnya ?.
> Di New York.
> 
> Adakah minyak mentah Indonesia yang diperdagangkan
> di sana ?.
> Praktis tidak ada,
> karena produksi minyak Indonesia seluruhnya sudah
> kurang untuk memenuhi
> kebutuhan rakyatnya sendiri.
> 
> Berapa dari jumlah produksi minyak mentah seluruh
> dunia yang
> diperdagangkan di New York ?.
> Hanya 30 persen.
> Yang 70 persen dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan
> raksasa minyak dari
> hulu sampai hilir.
> 
> Kita tahu ada banyak bentuk pasar, antara lain
> perfect competition,
> monopolistic competition, oligopoli, duopoli, dan
> monopoli.
> Bentuk pasar di New York mirip dengan perfect
> competition.
> Bentuk pasar minyak di Indonesia jelas monopoli, dan
> monopoli itu
> diberikan kepada Pertamina, dengan harga yang
> ditentukan oleh
> pemerintah.
> 
> Harga yang ditentukan oleh pemerintah bukan harga
> yang
> setinggi-tingginya sebagaimana layaknya monopolis
> partikelir.
> Justru sebaliknya, pemerintah menetapkan harga yang
> serendah-rendahnya
> supaya terjangkau oleh rakyat banyak yang masih
> miskin dan sangat rendah
> daya belinya.
> 
> Jadi,
> kedudukan monopoli pemerintah tidak dipakai untuk
> memperoleh laba
> maksimal,
> tetapi dipakai untuk menjalankan fungsi sosialnya
> sesuai dengan jiwa dan
> amanat Pasal 33 UUD kita.
> 
> Karena itu, kurva penawarannya tidak dapat digambar
> seperti yang ada
> dalam buku teks karena perilakunya bukan profit
> maximisation.
> 
> Mengapa tim ekonomi di pemerintahan lantas bersikap
> dan berperilaku
> seperti monopolis partikelir ?.
> 
> Lantas melupakan fungsi sosialnya dalam penetapan
> harga minyak yang
> miliknya rakyat ?.
> 
> Bukankah buat migas produk Indonesia yang bekerja
> bukan invisible
> hands-nya mekanisme pasar, tetapi invisible
> hands-nya kekuatan politik,
> kepentingan dan ideologi ?.
> 
> Saya paham supaya hasil penjualannya yang lebih
> besar dapat dipakai
> untuk tujuan-tujuan baik juga buat rakyat.
> 
> Tetapi, siapa yang menentukan prioritas bahwa
> pemerintah sebaiknya
> menggencet rakyat dalam hal minyak supaya dapat
> memanjakannya dalam
> bidang pendidikan dan kesehatan ?.
> 
> Jadi, dengan kebijakan yang diprotes rakyat banyak,
> pemerintah justru
> ingin memperbesar keadilan.
> 
> KEADILAN.
> 
> Dikatakan yang menikmati bensin terlampau murah
> hanya orang kaya.
> Ini tidak betul.
> 
> Bagian terbesar dari kendaraan yang mengonsumsi
> premium adalah sepeda
> motor, bajaj, mikrolet, pick up dan truk pengangkut
> barang, angkot,
> ojek, dan masih banyak lagi orang miskin atau
> kelompok yang
> berpendapatan pas-pasan.
> Orang kaya memakai bensin pertamax dan pertamax
> plus.
> 
> Kalau mau adil, jelas, konkret, dan tepat sasaran,
> mobil sedan dan MPV
> trendy dengan kapasitas di atas cc tertentu dipajaki
> setinggi-tingginya.
> Mengapa lantas menjadi tambal sulam ?.
> 
> Rakyat digencet,
> terus diobati dengan apa yang dinamakan kompensasi.
> 
> Yang digencet perutnya sampai menjadi lapar,
> obatnya pendidikan dan pelayanan kesehatan murah.
> 
> Buat orang yang terlampau miskin dan lapar,
> pendidikan menjadi abstrak,
> betapapun pentingnya untuk jangka panjangnya.
> Dan orang yang terlampau miskin,
> dengan pendidikan yang membaik,
> jangka panjangnya akan mati di tengah jalan karena
> kelaparan.
> 
> Pelayanan kesehatan murah memang diberikan, tetapi
> mengapa dibuat tidak
> sehat terlebih dahulu dengan disuruh kekurangan
> makan karena naiknya
> harga barang-barang kebutuhan pokoknya ?.
> 
> ARTI KATA "SUBSIDI".
> 
> Karena secara fundamentalis harus ikut dengan
> mekanisme pasar di New
> York,
> selisih harga antara pasar New York dan harga yang
> ditetapkan oleh
> pemerintah Indonesia
> disebut subsidi.
> 
> Ini membawa kebingungan lagi.
> Walaupun harga bensin ditetapkan sangat rendah,
> tetapi tidak berarti
> harga minyak mentah dihargai nol.
> 
> Dengan harga yang sekarang berlaku untuk bensin
> premium sebesar Rp 2.400
> per liter, harga minyak mentahnya dihargai Rp 1.860
> per liter.
> Dengan sendirinya pemerintah memperoleh kelebihan
> uang tunai sebesar Rp
> 1.860 per liter untuk setiap liter bensin premium
> yang digali dari bumi
> Indonesia sendiri.
> 
> Maka, istilah "subsidi" tidak sama dengan uang
> keluar.
> 
> Tetapi, karena kata "subsidi" lazimnya berarti ada
> uang keluar,
> sadar atau tidak,
> pemerintah menjadi percaya bahwa subsidi identik
> dengan pengeluaran
> uang.
> Ini mengakibatkan ucapan yang sangat aneh dan
> membingungkan.
> 
> Pernyataan pemerintah terakhir berbunyi :
> "Kalau harga bensin tidak dinaikkan, pemerintah
> tekor sekitar Rp 60
> triliun. Tetapi, kalau harga bensin dinaikkan,
> pemerintah bisa
> memberikan santunan kepada kaum miskin dengan jumlah
> Rp 17,9 triliun".
> 
> Mari kita telaah kalimat tersebut.
> 
> Harga bensin premium sudah dinaikkan dari Rp 1.810
> menjadi Rp 2.400 per
> liter.
> Apakah dengan kenaikan ini pemerintah sudah
> kelebihan uang sebesar Rp
> 17,9 triliun atau lebih yang digunakan untuk
> menyantuni kaum miskin ?.
> 
> Saya bertanya kepada banyak orang yang menganut
> faham bahwa subsidi
> identik dengan uang keluar.
> Mereka mengatakan, dengan harga bensin premium Rp
> 2.400 per liter,
> keuangan pemerintah masih tekor.
> Hanya tekornya tidak lagi Rp 60 triliun.
> Katakanlah tekornya yang tadinya Rp 60 triliun
> menjadi Rp 20 triliun.
> 
> Kalau masih tekor Rp 20 triliun,
> kok bisa menyantuni kaum miskin sebesar Rp 17,9
> triliun ?.
> 
> Inilah yang membuat sebagian anggota DPR sangat
> berkeinginan menggunakan
> hak angketnya supaya mempunyai gambaran yang
> menyeluruh dan sebenarnya.
> 
> Memang ruwet sekali, karena jenis-jenis produk dari
> minyak mentah yang
> demikian banyaknya, belum lagi derivatifnya.
> 
> Oleh sebab itu, penghargaan kita menjadi berlipat
> ganda buat para
> anggota DPR yang ingin mengetahui segala sesuatunya
> melalui hak angket.
> 
> ASAS KAS ATAU ASAS AKRUAL ?.
> 
> Keanehan lain.
> Pos "Penerimaan BBM" dalam APBN adalah kuantitas
> dikalikan dengan harga
> minyak di pasar internasional yang tidak akan pernah
> diterima oleh
> pemerintah.
> Mengapa ?.
> 
> Karena harga yang berlaku di Indonesia ditetapkan
> oleh pemerintah dengan
> harga yang jauh lebih rendah.
> Oleh sebab itu, untuk mengimbanginya, dicantumkan
> angka di sisi
> pengeluaran APBN dengan pos yang bernama "Subsidi
> BBM".
> Dengan sendirinya pos "Subsidi BBM" juga angka yang
> tidak pernah akan
> dikeluarkan.
> 
> Cara penyusunan APBN seperti ini menyalahi prinsip
> cash basis.
> 
> Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
> Keuangan Negara Pasal 36
> memang diindikasikan akan diberlakukan basis akrual,
> tetapi sebagai
> peraturan peralihan dengan tenggang waktu lima
> tahun.
> Saya kira sekarang masih belum diberlakukan dengan
> peraturan
> pelaksanaannya.
> Pasal 36 merujuk pada Pasal 1 Nomor 13, 14, 15, dan
> 16 yang dinyatakan
> sebagai sistem akrual.
> Bunyi Pasal 1 Nomor 13 :
> "Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang
> diakui sebagai
> penambah nilai kekayaan bersih".
> 
> Harga yang berlaku di pasar dunia bukan hak
> pemerintah karena pemerintah
> menetapkan sendiri yang menjadi haknya untuk bensin
> premium Rp 2.400 per
> liter. Bukan Rp 3.240 per liter kalau didasarkan
> atas harga minyak
> mentah di pasar New York sebesar 50 dollar AS per
> barrel dan 1 dollar AS
> dianggap sama dengan Rp 8.600.
> 
> UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara tidak mampu
> merumuskan dan
> menjabarkan asas Kas dan asas Akrual yang benar
> karena kacaunya pikiran
> para pembuat undang-undang dalam kaitannya dengan
> arti kata "subsidi"
> untuk migas.
> 
> IMPOR NETO.
> 
> Sering dijelaskan bahwa tekor sampai Rp 60 triliun
> itu betul-betul
> pengeluaran uang karena kita harus mengimpor minyak
> mentah maupun
> bensin.
> 
> Jumlah produksi kurang dibandingkan dengan jumlah
> konsumsi.
> Memang, tetapi tidak 100 persen dari kebutuhan
> diimpor.
> Yang diimpor adalah selisih antara produksi yang
> merupakan hak pihak
> Indonesia dan konsumsi.
> Namun, jumlah yang harus dikeluarkan ini diimbangi
> dengan jumlah
> kelebihan uang dari seluruh produksi yang menjadi
> hak pihak Indonesia.
> 
> Kalau sekadar sebagai contoh kita mengacu pada
> bensin premium, untuk
> setiap liternya pemerintah kelebihan uang sebesar Rp
> 1.860 seperti telah
> dijelaskan tadi (Rp 2.400 dikurangi Rp 540).
> 
> Berapa persisnya kelebihan uang ini dan berapa
> persisnya uang yang
> dibutuhkan untuk impor tidak pernah dibeberkan,
> betapapun ruwetnya,
> karena produk-produk dari minyak mentah yang begitu
> banyaknya
> 
> ***
> 
> BANYAK keanehan dan teka-teki tentang bahan bakar
> minyak atau migas
> dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
> 
> KITA mengenal tiga macam sistem akunting atau
> pembukuan.
> 
> Pertama, sistem pembukuan tunggal atau single entry
> system.
> 
> Kedua, dan yang sekarang dipakai oleh semua
> perusahaan, adalah sistem
> double entry system, yang hampir semuanya juga
> menganut prinsip accrual.
> 
> Ketiga, sistem kameral. Sistem terakhir ini yang
> dipakai untuk pembukuan
> keuangan negara.
> Sistem ini juga dinamakan sistem yang didasarkan
> atas cash basis.
> Artinya, tidak ada angka yang dicantumkan sebagai
> penerimaan kalau
> jumlah itu tidak masuk ke kas negara dalam bentuk
> tunai.
> Sebaliknya, tidak ada angka yang dicantumkan pada
> sisi pengeluaran kalau
> tidak dikeluarkan dalam bentuk uang tunai.
> 
> Anggaran negara kita jelas menganut sistem tunai
> atau cash basis.
> Tetapi, yang aneh, hanya dalam hal migas saja
> menyimpang.
> 
> Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
> pada sisi
> penerimaannya selalu ada pos yang bernama
> "Penerimaan Migas".
> 
> Jumlah ini adalah hasil volume atau quantity dalam
> barrel dikalikan
> dengan harga minyak yang berlaku di pasar dunia.
> 
> Angka ini tidak akan pernah diterima oleh kas negara
> karena, dengan
> keputusan pemerintah bersama-sama dengan Dewan
> Perwakilan Rakyat, harga
> yang diterima dari penjualan kepada konsumen
> Indonesia ditetapkan. Yang
> sekarang berlaku untuk bensin premium adalah Rp
> 1.810 per liter.
> 
> Maka, terjadi selisih antara apa yang tercantum
> dalam sisi penerimaan
> dari APBN (karena harga dunia yang tidak akan pernah
> diterima) dan harga
> konsumen yang sekarang berlaku.
> 
> Selisihnya ini dikoreksi pada sisi pengeluaran dalam
> APBN dengan sebutan
> "Subsidi Migas".
> 
> Mengapa tidak dicantumkan satu angka saja pada sisi
> penerimaan, yaitu Rp
> 1.810 per liter ?.
> 
> Harga standard.
> 
> Dalam akuntansi, kita mengenal harga standar yang
> bisa berbeda dengan
> harga sebenarnya.
> Harga standar yang demikian selalu diperkirakan
> supaya sedekat mungkin
> dengan harga yang sebenarnya.
> Maksudnya tiada lain supaya pembukuan dapat langsung
> dilakukan dengan
> cepat agar hasilnya yang sangat mendekati kebenaran
> diketahui oleh
> manajemen yang sangat membutuhkannya untuk mengambil
> keputusan-keputusan
> dengan cepat.
> Selisihnya dengan harga sebenarnya (harga aktual),
> yang ketahuannya baru
> belakangan, dikoreksi dengan pos "Selisih Harga".
> Dalam APBN pada
> umumnya yang cash basis, kita mengenal
> APBN-Perubahan (APBN-P).
> Dalam hal migas, kebutuhan ini tidak ada karena
> harga bensin tidak
> berubah-ubah.
> Semua penerimaan dapat langsung dibukukan karena
> semuanya eksak, yaitu
> Rp 1.810 per liter untuk bensin premium.
> 
> Pembukuan migas dalam APBN tidak demikian. Yang
> tercantum dalam pos
> "Penerimaan Migas" tidak dimaksudkan untuk mendekati
> penerimaan yang
> sebenarnya dari konsumen Indonesia, tetapi yang
> mendekati harga yang
> terbentuk di pasar internasional.
> Selisih antara dua angka ini sangat besar.
> 
> Harga normatif.
> 
> Kita juga bisa memasukkan dalam harga standar itu
> unsur norma sehingga
> harga standar namanya berubah menjadi harga
> normatif. Harga normatif
> adalah harga yang mestinya bisa dicapai.
> 
> Dalam hal harga bensin premium, mestinya bisa dijual
> dengan harga Rp
> 3.240 atas dasar harga minyak mentah dunia yang 50
> dollar AS per barrel
> dengan kurs rupiah Rp 8.600 per dollarnya,
> seandainya tidak ada
> kewajiban pemerintah mesti menyediakan bahan bakar
> minyak (BBM) untuk
> rakyatnya dengan harga yang dianggap terjangkau.
> 
> Akan tetapi, karena kenyataannya dijual dengan harga
> Rp 1.810 per liter,
> selisihnya itu adalah kesempatan yang hilang.
> Bukan kerugian dalam bentuk uang tunai.
> 
> Mengapa ada kebutuhan menampilkan kesempatan yang
> hilang kepada rakyat
> Indonesia, sampai pembukuan keuangan negara dibuat
> menentang Indonesian
> Corruption Watch (ICW) maupun Undang-Undang Nomor 17
> Tahun 2003 tentang
> Keuangan Negara yang harus cash basis ?.
> Siapa yang menyuruh, Dana Moneter Internasional
> (IMF) dan Bank Dunia ?.
> Dengan maksud apa ?.
> Bagaimana dengan normatif untuk penerimaan pajak ?.
> 
> Kalau penerimaan harus dicantumkan dengan angka
> normatif seperti halnya
> dengan migas yang normatifnya adalah harga yang
> terbentuk di pasar
> internasional, mengapa penerimaan pajak tidak
> dicantumkan dengan angka
> normatif. Yaitu yang normalnya harus diterima dengan
> tax ratio yang
> wajar, dengan korupsi tidak keterlaluan seperti yang
> berlaku di
> negara-negara lain ?.
> 
> Karena kenyataannya banyak yang tidak membayar pajak
> dan juga banyak
> yang dikorup, bisa diimbangi dengan cara
> mencantumkan pengeluaran di
> sisi pengeluaran APBN dengan pos yang misalnya
> dinamakan "Subsidi kepada
> Penggelap Pajak dan Pencuri Hasil Pajak" ?.
> 
> Mengapa hanya migas yang diperlakukan seperti yang
> diuraikan di atas ?.
> 
> Bagaimana dengan pembukuan dari sumber daya mineral
> lainnya, seperti
> batu bara, emas, tembaga, dan uranium ?.
> 
> Mengapa tidak disebutkan harga dunianya yang lalu
> diimbangi dengan pos
> "subsidi" kalau menyangkut semua sumber daya mineral
> lainnya kecuali
> migas ?.
> 
> Para teknokrat birokrat di Departemen Keuangan perlu
> memberikan
> penjelasan tentang landasan falsafah yang bagi orang
> awam sangat aneh
> ini.
> 
> Dalam menjelaskan itu, semua data dan informasi
> harus dibuka.
> 
> Minyak dan gas alam milik rakyat seluruhnya.
> Mengapa rakyat yang memiliki itu tidak boleh
> mengetahui semua hal ihwal
> tentang miliknya sendiri,
> sedangkan kita sudah enam tahun dalam era
> keterbukaan ?.
> 
> Kalau semuanya itu dibuka, dijelaskan dan
> dikemukakan alasan yang
> sebenarnya kebijakan menaikkan harga bensin,
> rasanya rakyat akan mengerti.
> 
> ***
> 
> MENAIKKAN HARGA BENSIN PREMIUM.
> 
> JUDUL tulisan ini tidak seperti lazimnya, yaitu
> "Mencabut Subsidi BBM".
> Mengapa ?.
> 
> Pertama, lebih dimengerti rakyat jelata menggunakan
> istilah "bensin"
> ketimbang bahan bakar minyak atau BBM.
> 
> Kedua, dengan harga bensin premium yang berlaku
> sekarang, yaitu Rp 1.810
> per liter, pemerintah sama sekali tidak memberi
> subsidi.
> 
> Sebaliknya, pemerintah memperoleh kelebihan uang
> tunai.
> 
> MINYAK mentah yang ada di bawah permukaan bumi
> disedot sampai ke atas
> permukaan bumi.
> Untuk itu ada biayanya, yaitu Rp X per liter.
> 
> Minyak mentah yang sudah ada di atas permukaan bumi
> diproses sampai
> menjadi bensin.
> Biayanya Rp Y per liter.
> 
> Bensin itu harus diangkut ke pompa-pompa bensin.
> Biayanya Rp Z per liter. Rp X + Rp Y + Rp Z = 10
> dollar AS per barrel.
> 
> Satu barrel sama dengan 159 liter.
> 
> Kalau nilai tukar rupiah satu dollar AS sama dengan
> Rp 8.600,
> maka keseluruhan biaya untuk 1 liter adalah
> = (10 x Rp 8.600) : 159 = Rp 540,88,
> dibulatkan menjadi Rp 540 per liter.
> 
> Seperti kita ketahui, bensin premium dijual dengan
> harga Rp 1.810 per
> liter. 
> 
> Jadi, untuk setiap penjualan satu liter bensin
> premium, pemerintah
> kelebihan uang sebanyak Rp 1.270,
> yaitu kemasukan uang dari menjual bensin sebanyak Rp
> 1.810 per liternya
> dikurangi dengan pengeluaran uang sebanyak Rp 540
> itu tadi.
> 
> Ditinjau dari sudut keluar masuknya uang,
> pemerintah kelebihan uang tunai.
> Mengapa dikatakan pemerintah memberi subsidi ?.
> 
> PENGERTIAN SUBSIDI.
> 
> Pemerintah merasa memberi subsidi kepada rakyat yang
> membeli bensin
> premium karena seandainya bensin premium itu dijual
> di luar negeri, saat
> ini harganya 50 dollar AS per barrel.
> 
> Dengan kurs yang sama, yaitu Rp 8.600 per dollar AS,
> harga minyak mentah
> di luar negeri per barrel sebesar 50 x Rp 8.600 = Rp
> 430.000.
> Per liternya dibagi 159 atau sama dengan Rp 2.704,4,
> dibulatkan menjadi Rp 2.700.
> Ini harga minyak mentah di luar negeri.
> 
> Kalau dijadikan bensin, ditambah dengan tiga biaya
> itu tadi, yakni biaya
> penyedotan, pengilangan, dan transportasi
> yang keseluruhannya berjumlah Rp 540 per liter, maka
> harga bensin di
> luar negeri
> Rp 2.700 + Rp 540 = Rp 3.240 per liter.
> 
> Selisih harga bensin di luar negeri yang Rp 3.240
> per liter
> dengan harga bensin di Indonesia yang Rp 1.810 per
> liter ini,
> atau Rp 1.430 per liternya,
> ini disebut subsidi.
> 
> Pemerintah "merasa" memberi subsidi karena tidak
> bisa menjual bensin
> dengan harga dunia, gara-gara adanya kewajiban
> memenuhi kebutuhan
> rakyatnya akan bensin premium dengan harga yang
> rendah,
> yaitu hanya Rp 1.810 per liternya.
> 
> Pemerintah jengkel, merasa sial benar tidak dapat
> menjual bensinnya
> diluar negeri dengan harga Rp 3.240 per liter.
> 
> Seandainya tidak perlu menjual kepada rakyatnya
> sendiri dengan harga Rp
> 1.810,
> pemerintah akan memperoleh tambahan pendapatan
> sebesar selisihnya yang
> disebut "subsidi" itu tadi sebesar 
> Rp 3.240 - Rp 1.810 atau Rp 1.430 per liternya.
> 
> Bayangkan, berapa kesempatan yang hilang.
> Ya, kesempatan itulah yang hilang,
> bukan uang tunai.
> 
> Jadi, jelas kiranya,
> yang dinamakan subsidi itu pengertian abstrak
> yang sama sekali tidak berimplikasi adanya uang
> keluar.
> 
> Dalam kenyataan pemerintah mendapatkan kelebihan
> uang.
> 
> Hanya, kelebihannya tidak sebesar seandainya rakyat
> Indonesia diharuskan
> membeli bensin produksi dalam negeri dengan harga
> dunia.
> 
> BERAPA KELEBIHAN UANG PEMERINTAH ?.
> 
> Angkanya yang pasti, tidak dapat saya peroleh,
> karena saya tidak berhasil mendapatkan kuantitas
> minyak mentah yang
> menjadi haknya bangsa Indonesia.
> 
> Sekitar 92 persen dari minyak mentah kita disedot
> oleh kontraktor asing.
> Hasilnya dibagi antara kontraktor asing dan bangsa
> Indonesia yang
> memiliki minyak mentah karena terdapatnya di dalam
> perut bumi Indonesia.
> Perhitungannya ruwet sekali.
> 
> Yang sering kita dengar hanyalah kontrak bagi hasil
> antara pemerintah
> yang diwakili oleh Pertamina dan kontraktor asing
> dalam perbandingan 85 persen untuk bangsa Indonesia
> dan 15 persen untuk
> kontraktor asing.
> Tetapi, ada faktor-faktor lain yang membuat ruwet
> seperti apa yang
> dinamakan : cost recovery, pro rata, dan in kind,
> sehingga kita sulit
> mendapatkan angkanya yang eksak.
> 
> Maka, kita katakan saja minyak mentah yang menjadi
> haknya bangsa
> Indonesia netonya sebesar Q liter per tahunnya.
> Kelebihan uangnya per tahunnya ya,
> Q liter dikalikan dengan Rp 1.270 itu tadi.
> Jumlah ini banyak sekali.
> 
> Kalau kita andaikan bersihnya 70 persen dari
> produksi minyak mentah
> yang 1,125 juta barrel per hari hak bangsa
> Indonesia,
> ini sama dengan 70 persen x 1.125.000 barrel
> atau 787.500 barrel per hari
> atau 125.212.500 liter per hari,
> yaitu 787.500 barrel dijadikan liter 
> dengan mengalikannya dengan 159 (1 barrel = 159
> liter).
> Per tahunnya dikalikan 365 menjadi 45.702.562.500
> liter.
> 
> Kelebihan uang per liternya Rp 1.270.
> Jadi, kelebihan uang per tahunnya adalah
> 45.702.562.500 x Rp 1.270
> atau Rp 58.042.254.375.000
> 
> HARUS IMPOR.
> 
> Kebutuhan bensin kita 60 juta kiloliter per tahunnya
> atau 60.000.000.000 liter.
> Produksinya seperti kita lihat tadi, hanya
> 45.702.562.500 liter.
> Maka, kita harus impor sebesar 14.297.437.500 liter.
> 
> Ini harus dibayar dengan harga dunia sebesar Rp
> 3.240 per liternya,
> atau Rp 46.323.697.500.000.
> 
> Jadi, ada kelebihan uang sebesar Rp
> 58.042.254.375.000.
> 
> Tetapi, ada kebutuhan impor dengan jumlah uang
> sebesar Rp 46.323.697.500.000.
> 
> Alhasil masih ada kelebihan uang sebesar Rp
> 11.718.556.875.000.
> 
> Masih kelebihan uang.
> 
> Jadi, walaupun sebagian dari kebutuhan bensin harus
> diimpor
> dengan harga dunia,
> masih ada kelebihan uang tunai sebesar Rp
> 11.718.556.875.000
> 
> HARGA BENSIN TERLAMPAU MURAH.
> 
> Apakah harga bensin premium yang Rp 1.810 per
> liternya itu tidak
> terlampau murah ?.
> Rasanya ya,
> karena satu botol Coca Cola di restoran dijual Rp
> 10.000 sampai Rp
> 15.000.
> Maka, kalau mau dinaikkan memang pantas,
> asalkan kenaikannya tidak terlampau memberatkan.
> 
> Dengan menaikkan harga bensin premium,
> pemerintah memang mendapat pemasukan lebih besar
> yang dapat dipakai untuk tujuan-tujuan baik atau
> dikorupsi.
> 
> Tetapi, kalau dikatakan bahwa harga bensin premium
> tidak dinaikkan,
> pemerintah harus keluar uang sekitar Rp 10 triliun
> per bulannya,
> jelas tidak betul.
> 
> Yang betul malah kelebihan uang sebesar Rp 11,73
> triliun per tahun.
> 
> Keseluruhan gambaran dari tulisan ini sangat amat
> disederhanakan dari
> kenyataan.
> Demikian juga angka-angkanya.
> Tulisan ini adalah model untuk mendapat pengertian
> yang sebenarnya.
> 
> Jadi, bukan angka-angka eksak yang dipentingkan.
> Maksudnya hanya menjelaskan bahwa
> tanpa menaikkan harga bensin premium,
> pemerintah sudah kelebihan uang tunai
> dari keseluruhan eksploitasi minyak mentah
> untuk dijadikan bensin premium.
> 
> Apakah harganya terlalu rendah sehingga perlu
> dinaikkan adalah urusan
> lain lagi.
> 
> Tetapi, jangan menakut-nakuti rakyat
> dengan mengatakan kalau tidak dinaikkan sampai harga
> dunia,
> pemerintah harus keluar uang Rp 10 triliun per
> bulannya,
> dan karena itu keuangan negara menjadi bangkrut.
> 
> Artikel ini hanya membahas bensin premium,
> belum bensin pertamax dan pertamax plus serta gas
> yang semuanya surplus lebih besar lagi.
> 
> ***
> 
> Janji perubahan yang pernah dilontarkan SBY perlu
> dicermati komitmen
> pemerintahannya terhadap perbaikan nasib rakyat,
> pemberantasan korupsi,
> dan peningkatan martabat bangsa.
> 
> Memang harus diakui, masa seratus hari memang jauh
> dari cukup untuk
> menilai secara tuntas hal-hal yang telah dicapai
> oleh sebuah
> pemerintahan.
> 
> Walaupun demikian, jika dibatasi hanya untuk membaca
> arah dan menakar
> komitmen untuk melakukan perubahan, maka masa
> seratus hari sesungguhnya
> lebih dari cukup.
> 
> Jangankan seratus hari, arah dan komitmen perubahan
> sebuah pemerintahan
> sesungguhnya dapat dibaca dan ditakar sejak hari
> pertama pemerintahan
> tersebut.
> 
> Apabila disimak pada aspek kepemimpinan,
> keraguan terhadap kualitas kepemimpinan SBY
> sesungguhnya sudah mencuat
> sejak hari pertama.
> 
> Hal itu tidak hanya ditandai oleh terjadinya
> tarik-menarik dan penundaan
> dalam pembentukan kabinet.
> 
> Tetapi tampak secara mencolok pada didominasinya tim
> ekuin Kabinet
> Indonesia Bersatu (KIB) oleh para ekonom yang sangat
> propasar dan
> berwatak neoliberal.
> 
> Kegagalan SBY membentuk tim ekuin Kabinet Indonesia
> Bersatu (KIB) yang
> memiliki "watak berbeda" dengan tim ekuin Kabinet
> Gotong Royong (KGR),
> jelas mengindikasikan kelemahan watak kepemimpinan
> SBY dalam memenuhi
> janji perubahan yang pernah dilontarkannya.
> 
> Dengan dominasi para ekonom yang sangat propasar dan
> berwatak neoliberal
> -di struktur tim ekuin Kabinet Indonesia Bersatu
> (KIB)- maka
> berlanjutnya proses peminggiran rakyat melalui
> penyelenggaraan
> agenda-agenda ekonomi neoliberal, dapat dipastikan
> akan sulit dicegah.
> 
> Mengenai komitmen untuk membela kepentingan bangsa,
> sejauh ini boleh
> dikatakan belum ada yang dapat dicatat sebagai
> pertanda kemajuan.
> 
> Alih-alih pertanda kemajuan, bahkan dalam kasus
> pembatalan UU
> Kelistrikan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi
> -atas nama
> pembangunan infrastruktur- pemerintahan SBY justru
> tampak lebih berpihak
> kepada investor asing daripada kepada UUD 1945.
> 
> Tidak tanggung-tanggung, situasi makin diperparah
> dengan rencana tim
> ekuin KIB untuk menaikkan harga BBM sebesar
> rata-rata 40 persen.
> 
> Situasi itu masih diperparah lagi oleh belum
> dicapainya kemajuan dalam
> penyelesaian sengketa dengan beberapa perusahaan
> multinasional. Sengketa
> antara pemerintah dan PT Karaha Bodas Company (KBC),
> Cemex Asia Holding,
> dan PT.Newmont Indonesia, boleh dikatakan masih
> jalan di tempat.
> 
> Pemerintahan SBY dalam membela harkat dan martabat
> bangsa, jelas sekali
> menunjukkan kelemahan.
> 
> Kegagalan tim ekuin dalam memperoleh hasil maksimal
> tawaran moratorium
> utang, ditambah dengan keterlibatan yang sangat
> intens dari pasukan
> asing dalam penanganan bencana tsunami.
> 
> Bagaimana halnya dengan komitmen untuk memberantas
> korupsi ?.
> 
> Pengangkatan Abdurahman Saleh sebagai jaksa agung
> pada mulanya tampak
> cukup menjanjikan. Pada mulanya figur itu memberikan
> harapan, paling
> tidak bisa membebaskan dirinya dari tekanan berbagai
> pihak yang ingin
> melanggengkan korupsi.
> 
> Tetapi bila disimak perjalanan pemerintahan SBY
> dalam 100 hari terakhir,
> kita kembali dipaksa untuk mempertanyakan
> keseriusannya.
> 
> Sulit dibayangkan bahwa rencana SBY untuk
> memberantas korupsi tidak akan
> diganjal oleh orang-orang di sekitarnya.
> 
> Mencermati catatan-catatan tersebut, mudah
> dimengerti bila kepercayaan
> masyarakat terhadap pemerintahan SBY akhir-akhir ini
> cenderung merosot.
> 
> Hal mendasar yang menyebabkan ditinggalkannya
> pemerintahan Megawati
> Soekarnoputri (MSP) oleh masyarakat Indonesia.
> Antara lain disebabkan
> oleh :
> 
> Pertama, pemerintahan MSP ditandai oleh watak
> kepemimpinan yang lemah.
> Janji MSP untuk membela kepentingan wong cilik,
> dengan mudah ditelikung
> oleh tim ekuin Kabinet Gotong Royong (KGR), dan
> kemudian dibelokkan ke
> arah penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal.
> 
> Kedua, pemerintahan MSP sangat lemah komitmennya
> untuk membela
> kepentingan bangsa. Kasus penjualan PT Indosat
> kepada BUMN Singapura,
> lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, Indonesia yang
> selalu menjadi
> pecundang oleh kepentingan asing.
> 
> Ketiga, pemerintahan MSP buruk komitmennya untuk
> memberantas korupsi.
> Pemilihan jaksa agung yang tidak tepat, diperparah
> oleh berbagai skandal
> korupsi yang mengindikasikan keterlibatan sejumlah
> menteri Kabinet
> Gotong Royong (KGR).
> 
> Agar pemerintahan SBY tidak mengalami nasib serupa
> dengan pemerintahan
> MSP. Maka sudah tiba masanya bagi SBY untuk
> melakukan terapi kejut untuk
> mengejutkan para pembantunya.
> 
> Reshuffle kabinet ?, Jenderal !.
> Siap Laksanakan !.
> 
> ***
> diramu & disadur dari :
> AMERIKANISASI BBM. 
> Revrisond Baswir.
> Republika, Senin, 21 Maret 2005.
> SERATUS HARI TANPA KEJUTAN.
> Revrisond Baswir.
> Republika, Senin, 31 Januari 2005.
> MENAIKKAN HARGA BENSIN PREMIUM.
> Kwik Kian Gie.
> Kompas, Kamis, 03 Februari 2005.
> PEMBUKUAN BBM DALAM APBN.
> Kwik Kian Gie.
> Kompas, Sabtu, 26 Februari 2005.
> FUNDAMENTAL KEBIJAKAN BBM.
> Kwik Kian Gie.
> Kompas, Senin, 14 Maret 2005.
> BENSIN PETRONAS SIAP MELUNCUR.
> BENGKONG, BENSIN DARI SINGKONG.
> Tabloid Otomotif.
> edisi 40:XIV.
> MENANAM BENSIN DI KEBUN SINGKONG.
> Gatra.
> ***
> This article comes from Musholla Al Barokah
> http://www.albarokah.or.id/ 
> BUNGA RAMPAI SEPUTAR SUBSIDI BBM.
> The URL for this story is:
>
http://www.albarokah.or.id/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=392
> ***
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> _______________________________________________
> Saksi mailing list
> Saksi@xxxxxxxxxxxxxxxxx
>
http://groups.syahid.com/mailman/listinfo/saksi_groups.syahid.com
> 


Bacalah artikel tentang Islam di:
http://www.nizami.org


                
__________________________________ 
Do you Yahoo!? 
Yahoo! Mail - Find what you need with new enhanced search. 
http://info.mail.yahoo.com/mail_250


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Fwd: [Saksi] Teka-Teki dibalik kisruh BBM.