** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Kamis, 03 Maret 2005 Memahami Kebijakan Luar Negeri AS (1) Menyebarkan Demokrasi dengan Kekerasan Sepuluh wartawan Indonesia diundang Foreign Press Center (FPC) Departemen Luar Negeri (Deplu), Amerika Serikat (AS) untuk melakukan kunjungan jurnalistik selama dua pekan di AS. Kunjungan itu untuk melihat proses perumusan kebijakan luar negeri AS. Ini bagian pertama dari laporan wartawan Republika Priyantono Oemar. Fondasi gedung WTC di New York, terpaksa ada yang dibongkar, untuk saluran air. Tapi, bongkahan tiang besi yang membentuk salib, dibiarkan berdiri, dan bahkan, bagian fondasinya diperkokoh lagi dengan beton. Lokasi bekas WTC --disebut ground zero-- itu, kini dikelilingi pagar besi. Di bagian pagar itu dipasang berbagai gambar dan ada pula daftar lebih dari 3.000 nama korban serangan 11 September 2001 yang meruntuhkan WTC. Di salah satu tiang pagar yang menopang papan daftar nama korban di sisi 7th Avenue, tertoreh grafiti: ''Anda bisa menghancurkan bangunan kami, tapi tak bisa menghancurkan fondasi kami.'' Kalimat ini mengingatkan kembali pada komentar Presiden AS, George W Bush, setelah serangan 11 September. Ucapan itu diprasastikan di Pentagon Memorial. ''Teroris dapat menggoyang fondasi gedung-gedung terbesar kami, tapi mereka tak bisa menyentuh fondasi Amerika.'' Berpangkal dari sinilah fondasi Amerika --kebebasan dan demokrasi-- disebarkan Presiden George W Bush ke beberapa negara. Tapi, lihatlah film Gangs of New York. Amerika memang terlahir di jalanan: gangster dan koboi. Maka, serangan 11 September telah memberi legitimasi bagi Bush untuk melakukan penyerangan ke negara lain, dengan dalih membela diri dan menyebarkan nilai-nilai demokrasi. ''Itu sama dengan menodongkan senjata ke orang dengan mengatakan 'belajarlah atau aku tembak','' ujar guru besar hukum University of California at Los Angeles (UCLA), Dr Khaled M Abou El Fadl. Apa yang dilakukan AS terhadap Irak dan Afghanistan layaknya menjajah negara Islam dengan klaim bahwa Bush mendapat mandat mengajarkan demokrasi ke dunia. ''Demokrasi disebut Bush sebagai panggilan masa kini. Padahal, empat tahun lalu ia tak bicara deomkrasi,'' ujar Direktur US Foreign Policy Institute Universitas George Washington, Joanna Spear PhD. Bush justru memberikan contoh buruk bagi pemimpi demokrasi. ''Tak akan menghasilkan demokrasi setelah banyak orang mati,'' tegas Khaled. Para siswa pun, kata guru Long Ranch Elementary School, Los Angeles, Kevin Linch, bertanya kepada para gurunya soal tindakan Bush yang bertentangan dengan apa yang diterima di bangku sekolah. Tapi, warga AS justru memuji Bush, karena setelah itu tak ada lagi serangan ke AS. ''Sebagai ibu, kami tentu menginginkan anak-anak kami aman,'' ujar seorang ibu di Riverside, sebelah timur Los Angeles, menanggapi tindakan Bush menyerang Afghanistan dan Irak. Imbalannya, Bush terpilih kembali menjadi presiden. Padahal, menjelang pemilu, kata Direktur LA Times Poll, Susan H Pinkus, polling menunjukkan bahwa pamor Bush menurun. ''Meski yang dilakukan di Irak adalah salah, tapi ia dianggap bisa menjaga keamanan dalam negeri,'' ujar Pinkus. Bagi yang tak setuju tindakan Bush, penyerangan terhadap Irak merupakan kesalahan besar. Bagi Michael D Intriligator, Irak adalah kegagalan Bush. Tindakan Bush menyerang Irak dan juga negara lain, dengan dalih demi demokrasi, justru bisa membuat suatu bangsa terhina, dan akhirnya memicu munculnya perlawanan. ''Saya tak percaya demokrasi bisa menangkal terorisme,'' ujar guru besar ekonomi, politik, dan kebijakan University of California at Los Angeles (UCLA) itu. Sebuah desain kaus yang dijual di toko cenderamata Indian di Santa Monica, Los Angeles, juga merujuk hal itu. Desain itu memperlihatkaan empat orang Indian memegang senjata menjaga tanah mereka. Di bagian atas tertulis 'Keamanan Nasional', dan di bagian bawah terulis 'Melawan Teroris Sejak 1496'. ''Orang AS memang tak mempunyai wawasan sejarah yang baik. Mereka hanya membaca yang ada di koran hari ini,'' komentar Marc Stern, penasihat Kongres Yahudi Amerika. Dan Bush, pernah digambarkan Newsweek sebagai sosok yang malas baca buku. Nilai-nilai demokrasi dan kebebasan, tentu tak dibicarakan Bush di depan komunitas pemilihnya. Itu adalah konsumsi publisitas internasional. ''Kepada komunitas pemilihnya, Bush akan berbicara sebagai orang Kristen,'' kata Direktur Arab American Institute, Jean Abinader, Komunitas Evangelis, kata Joanna Spear PhD, merupakan kelompok pemilih yang sangat menentukan di AS. Berkoalisi dengan kelompok pemilih Yahudi, mereka mempunyai pengaruh kuat terhadap kebijakan luar negeri Bush. Itu pula sebabnya, misalnya, AS cenderung mendukung Israel dalam kasus Palestina. ''Gerakan Evangelis sangat mendukung Israel karena Yerusalem merupakan tempat kedatangan kedua Yesus, sehingga mengantarkan aliansi dengan Yahudi,'' kata Spear. Apalagi, kata Spear, Bush tak memiliki kemampuan diplomasi yang bagus dibandingkan dengan Ariel Sharon, PM Israel. ''Sehingga, apa yang diusulkan Sharon, selalu disetujui Bush,'' kata Spear. Tapi, Direktur Eksekutif The American Jewish Committee, David A Haris, menolak anggapan bahwa Yahudi mempengaruhi kebijakan Bush. Bahkan, kata dia, dari enam juta warga Yahudi, hanya 25 persen yang memilih Bush. Lagi pula, organisasi etnis-keagamaan di AS dilarang berpolitik. ''Kalau berpolitik, keringanan pajak kepada kami akan dicabut,'' ujar Haris. Tapi, Haris mengakui bahwa bagi Yahudi, Yerusalem mewakili pusat identitas, pusat spiritual, dan pusat emosional. Mereka membutuhkan kebebasan berdoa di Yerusalem, yang dilakukan secara damai antara Kristen, Yahudi, dan Islam. ''Yerusalem bagi Yahudi seperti halnya Makkah bagi Islam,'' kata Haris. Menurut Haris, 25 persen Yahudi memilih Bush karena setuju dengan kebijakan luar negeri Partai Republik, terutama dalam konflik Palestina. ''Kebijakan ini lebih penting daripada kebijakan dalam negeri,'' ujar Haris. Sedangkan yang tak memilih Bush, semata karena cenderung lebih nyaman dengan pendekatan kebijakan dalam negeri Partai Demokrat. Dalam menentukan kebijakan luar negeri, Presiden Bush tentu diuntungkan konstitusi. ''Ia bebas bergerak dalam kebijakan luar negeri dibanding dengan kebijakan dalam negeri yang didominasi Kongres,'' jelas Spear. Karenanya, Amerika bisa melihat dunia dengan hanya dua mata. Dan mata itu tentu milik presidennya yang dilingkari tim khusus yang bisa menjaga rahasia. ''UUD memberi kesempatan Kongres ikut menentukan kebijakan dalam negeri, tapi tidak untuk kebijakan luar negeri,'' ujar Dr Clyde Wilcox, guru besar ilmu pemerintahan Universitas Georgetown, Washington DC. Menurut staf ahli Kongres untuk Komisi Luar Negeri, Frank S Jannuzi (Demokrat), pengawasan Kongres terhadap kebijakan luar negeri hanya sebatas persetujuan anggaran Deplu. Selain itu, bertugas mengukuhkan pejabat senior Deplu dan pengangkatan duta besar. Tak ada kemampuan Kongres untuk ikut menentukan kebijakan luar negeri. ''Kongres tak diperlengkapi aturan untuk mengelola kebijakan luar negeri. Kita hanya menetapkan batas-batas secara luas, tapi terserah pemerintah untuk menjalankan kebijakannya,'' jelas Jannuzi. Warga AS pun tak mempunyai kontrol pada kebijakan luar negeri. Dalam pengantar bukunya, The Paradox of American Power, Joseph S Nye Jr menyebutkan bahwa warga Amerika tak peduli dunia luar. Nye menulis, berbagai polling menunjukkan bahwa perhatian warga Amerika terfokus pada urusan dalam negeri dan memberi sedikit perhatian pada urusan luar negeri. Antara 1989 dan 2000, beberapa jaringan televisi menutup biro luar negeri mereka dan mengurangi berita luar negeri. Kalau mereka tak setuju dengan kebijakan Presiden, beberapa warga AS yang dipertemukan dengan 10 wartawan Indonesia cukup bilang, ''Kami tak akan memilihnya pada pemilu berikutnya.'' Toh, Bush terpilih kembali. Percuma pula menorehkan kata-kata Presiden Franklin Delano Resevelt di taman monumennya, di Washington DC, kalau yang membaca hanya para siswa sekolah: Saya telah melihat perang. Saya telah melihat perang di darat dan laut. Saya telah melihat darah mengucur dari para korban .... Saya telah melihat kematian di kubangan lumpur. Saya telah melihat kota- kota hancur .... Saya telah melihat anak-anak mati kelaparan. Saya telah melihat penderitaan para ibu dan istri. Saya benci perang. ( priyantono oemar ) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **