[list_indonesia] [ppiindia] Fwd: [Republika Online] Timur Tengah dan Arogansi Amerika

  • From: "Lina Dahlan" <linadahlan@xxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Fri, 04 Mar 2005 02:54:00 -0000

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


Kamis, 03 Maret 2005
Memahami Kebijakan Luar Negeri AS (1) 
Menyebarkan Demokrasi dengan Kekerasan 



Sepuluh wartawan Indonesia diundang Foreign Press Center (FPC) 
Departemen Luar Negeri (Deplu), Amerika Serikat (AS) untuk melakukan 
kunjungan jurnalistik selama dua pekan di AS. Kunjungan itu untuk 
melihat proses perumusan kebijakan luar negeri AS. Ini bagian 
pertama dari laporan wartawan Republika Priyantono Oemar. 

Fondasi gedung WTC di New York, terpaksa ada yang dibongkar, untuk 
saluran air. Tapi, bongkahan tiang besi yang membentuk salib, 
dibiarkan berdiri, dan bahkan, bagian fondasinya diperkokoh lagi 
dengan beton. Lokasi bekas WTC --disebut ground zero-- itu, kini 
dikelilingi pagar besi. Di bagian pagar itu dipasang berbagai gambar 
dan ada pula daftar lebih dari 3.000 nama korban serangan 11 
September 2001 yang meruntuhkan WTC. Di salah satu tiang pagar yang 
menopang papan daftar nama korban di sisi 7th Avenue, tertoreh 
grafiti: ''Anda bisa menghancurkan bangunan kami, tapi tak bisa 
menghancurkan fondasi kami.'' Kalimat ini mengingatkan kembali pada 
komentar Presiden AS, George W Bush, setelah serangan 11 September. 
Ucapan itu diprasastikan di Pentagon Memorial. ''Teroris dapat 
menggoyang fondasi gedung-gedung terbesar kami, tapi mereka tak bisa 
menyentuh fondasi Amerika.'' 

Berpangkal dari sinilah fondasi Amerika --kebebasan dan demokrasi-- 
disebarkan Presiden George W Bush ke beberapa negara. Tapi, lihatlah 
film Gangs of New York. Amerika memang terlahir di jalanan: gangster 
dan koboi. Maka, serangan 11 September telah memberi legitimasi bagi 
Bush untuk melakukan penyerangan ke negara lain, dengan dalih 
membela diri dan menyebarkan nilai-nilai demokrasi. ''Itu sama 
dengan menodongkan senjata ke orang dengan mengatakan 'belajarlah 
atau aku tembak','' ujar guru besar hukum University of California 
at Los Angeles (UCLA), Dr Khaled M Abou El Fadl.

Apa yang dilakukan AS terhadap Irak dan Afghanistan layaknya 
menjajah negara Islam dengan klaim bahwa Bush mendapat mandat 
mengajarkan demokrasi ke dunia. ''Demokrasi disebut Bush sebagai 
panggilan masa kini. Padahal, empat tahun lalu ia tak bicara 
deomkrasi,'' ujar Direktur US Foreign Policy Institute Universitas 
George Washington, Joanna Spear PhD. Bush justru memberikan contoh 
buruk bagi pemimpi demokrasi. ''Tak akan menghasilkan demokrasi 
setelah banyak orang mati,'' tegas Khaled.

Para siswa pun, kata guru Long Ranch Elementary School, Los Angeles, 
Kevin Linch, bertanya kepada para gurunya soal tindakan Bush yang 
bertentangan dengan apa yang diterima di bangku sekolah. Tapi, warga 
AS justru memuji Bush, karena setelah itu tak ada lagi serangan ke 
AS. ''Sebagai ibu, kami tentu menginginkan anak-anak kami aman,'' 
ujar seorang ibu di Riverside, sebelah timur Los Angeles, menanggapi 
tindakan Bush menyerang Afghanistan dan Irak. 

Imbalannya, Bush terpilih kembali menjadi presiden. Padahal, 
menjelang pemilu, kata Direktur LA Times Poll, Susan H Pinkus, 
polling menunjukkan bahwa pamor Bush menurun. ''Meski yang dilakukan 
di Irak adalah salah, tapi ia dianggap bisa menjaga keamanan dalam 
negeri,'' ujar Pinkus. Bagi yang tak setuju tindakan Bush, 
penyerangan terhadap Irak merupakan kesalahan besar. Bagi Michael D 
Intriligator, Irak adalah kegagalan Bush. Tindakan Bush menyerang 
Irak dan juga negara lain, dengan dalih demi demokrasi, justru bisa 
membuat suatu bangsa terhina, dan akhirnya memicu munculnya 
perlawanan. ''Saya tak percaya demokrasi bisa menangkal terorisme,'' 
ujar guru besar ekonomi, politik, dan kebijakan University of 
California at Los Angeles (UCLA) itu.

Sebuah desain kaus yang dijual di toko cenderamata Indian di Santa 
Monica, Los Angeles, juga merujuk hal itu. Desain itu 
memperlihatkaan empat orang Indian memegang senjata menjaga tanah 
mereka. Di bagian atas tertulis 'Keamanan Nasional', dan di bagian 
bawah terulis 'Melawan Teroris Sejak 1496'. ''Orang AS memang tak 
mempunyai wawasan sejarah yang baik. Mereka hanya membaca yang ada 
di koran hari ini,'' komentar Marc Stern, penasihat Kongres Yahudi 
Amerika. Dan Bush, pernah digambarkan Newsweek sebagai sosok yang 
malas baca buku. 

Nilai-nilai demokrasi dan kebebasan, tentu tak dibicarakan Bush di 
depan komunitas pemilihnya. Itu adalah konsumsi publisitas 
internasional. ''Kepada komunitas pemilihnya, Bush akan berbicara 
sebagai orang Kristen,'' kata Direktur Arab American Institute, Jean 
Abinader, Komunitas Evangelis, kata Joanna Spear PhD, merupakan 
kelompok pemilih yang sangat menentukan di AS. Berkoalisi dengan 
kelompok pemilih Yahudi, mereka mempunyai pengaruh kuat terhadap 
kebijakan luar negeri Bush. Itu pula sebabnya, misalnya, AS 
cenderung mendukung Israel dalam kasus Palestina. ''Gerakan 
Evangelis sangat mendukung Israel karena Yerusalem merupakan tempat 
kedatangan kedua Yesus, sehingga mengantarkan aliansi dengan 
Yahudi,'' kata Spear.

Apalagi, kata Spear, Bush tak memiliki kemampuan diplomasi yang 
bagus dibandingkan dengan Ariel Sharon, PM Israel. ''Sehingga, apa 
yang diusulkan Sharon, selalu disetujui Bush,'' kata Spear. Tapi, 
Direktur Eksekutif The American Jewish Committee, David A Haris, 
menolak anggapan bahwa Yahudi mempengaruhi kebijakan Bush. Bahkan, 
kata dia, dari enam juta warga Yahudi, hanya 25 persen yang memilih 
Bush. Lagi pula, organisasi etnis-keagamaan di AS dilarang 
berpolitik. ''Kalau berpolitik, keringanan pajak kepada kami akan 
dicabut,'' ujar Haris. Tapi, Haris mengakui bahwa bagi Yahudi, 
Yerusalem mewakili pusat identitas, pusat spiritual, dan pusat 
emosional. Mereka membutuhkan kebebasan berdoa di Yerusalem, yang 
dilakukan secara damai antara Kristen, Yahudi, dan 
Islam. ''Yerusalem bagi Yahudi seperti halnya Makkah bagi Islam,'' 
kata Haris.

Menurut Haris, 25 persen Yahudi memilih Bush karena setuju dengan 
kebijakan luar negeri Partai Republik, terutama dalam konflik 
Palestina. ''Kebijakan ini lebih penting daripada kebijakan dalam 
negeri,'' ujar Haris. Sedangkan yang tak memilih Bush, semata karena 
cenderung lebih nyaman dengan pendekatan kebijakan dalam negeri 
Partai Demokrat. Dalam menentukan kebijakan luar negeri, Presiden 
Bush tentu diuntungkan konstitusi. ''Ia bebas bergerak dalam 
kebijakan luar negeri dibanding dengan kebijakan dalam negeri yang 
didominasi Kongres,'' jelas Spear.

Karenanya, Amerika bisa melihat dunia dengan hanya dua mata. Dan 
mata itu tentu milik presidennya yang dilingkari tim khusus yang 
bisa menjaga rahasia. ''UUD memberi kesempatan Kongres ikut 
menentukan kebijakan dalam negeri, tapi tidak untuk kebijakan luar 
negeri,'' ujar Dr Clyde Wilcox, guru besar ilmu pemerintahan 
Universitas Georgetown, Washington DC.

Menurut staf ahli Kongres untuk Komisi Luar Negeri, Frank S Jannuzi 
(Demokrat), pengawasan Kongres terhadap kebijakan luar negeri hanya 
sebatas persetujuan anggaran Deplu. Selain itu, bertugas mengukuhkan 
pejabat senior Deplu dan pengangkatan duta besar. Tak ada kemampuan 
Kongres untuk ikut menentukan kebijakan luar negeri. ''Kongres tak 
diperlengkapi aturan untuk mengelola kebijakan luar negeri. Kita 
hanya menetapkan batas-batas secara luas, tapi terserah pemerintah 
untuk menjalankan kebijakannya,'' jelas Jannuzi. 

Warga AS pun tak mempunyai kontrol pada kebijakan luar negeri. Dalam 
pengantar bukunya, The Paradox of American Power, Joseph S Nye Jr 
menyebutkan bahwa warga Amerika tak peduli dunia luar. Nye menulis, 
berbagai polling menunjukkan bahwa perhatian warga Amerika terfokus 
pada urusan dalam negeri dan memberi sedikit perhatian pada urusan 
luar negeri. Antara 1989 dan 2000, beberapa jaringan televisi 
menutup biro luar negeri mereka dan mengurangi berita luar negeri. 
Kalau mereka tak setuju dengan kebijakan Presiden, beberapa warga AS 
yang dipertemukan dengan 10 wartawan Indonesia cukup bilang, ''Kami 
tak akan memilihnya pada pemilu berikutnya.'' Toh, Bush terpilih 
kembali. Percuma pula menorehkan kata-kata Presiden Franklin Delano 
Resevelt di taman monumennya, di Washington DC, kalau yang membaca 
hanya para siswa sekolah: 

Saya telah melihat perang. Saya telah melihat perang di darat dan 
laut. Saya telah melihat darah mengucur dari para korban .... Saya 
telah melihat kematian di kubangan lumpur. Saya telah melihat kota-
kota hancur .... Saya telah melihat anak-anak mati kelaparan. Saya 
telah melihat penderitaan para ibu dan istri. Saya benci perang. 

( priyantono oemar )  







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: