** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.radartarakan.co.id/berita/index.asp?Berita=UTAMA&id=47220 Jumat, 4 Maret 2005 Disuplai Rekan Senasib atau Makan Buah Rimba Menelusuri TKI Ilegal yang Tetap Bertahan di Hutan Malaysia Mirip gerilyawan, banyak TKI ilegal yang memilih bertahan di hutan-hutan. Terkadang makan normal karena bantuan sesama TKI, terkadang makan apa saja yang bisa dimakan di hutan. Wartawan koran ini menjumpai orang-orang malang yang lahir dari rahim ''bangsa kuli'' itu. KARDONO-Kuala Lumpur AGAK sulit mencari tempat persembunyian mereka. Namun, seorang sopir taksi asal Indonesia bersedia mengantarkan koran ini masuk ke hutan. Wartawan Indonesia memang dianggap sebagai kawan oleh para TKI. Karena itu, kunjungan menuju kongsi-kongsi (bedeng-bedeng di hutan) itu tak dianggap masalah. Tapi, perjalanan tak bisa langsung masuk ke hutan. Taksi dibawa menuju ke sebuah kompleks bangunan, tempat para pekerja memeras keringat sehari-hari. Mata-mata para pekerja yang berada di situ langsung memandang curiga ketika taksi kami memasuki kompleks bangunan yang sedang dibangun itu. Namun, kecurigaan berkurang ketika Johan, nama sopir taksi tersebut, melongokkan kepala. Johan bertanya kepada salah seorang di antara para kuli, ''Hey, mana Arman?'' Rupanya Arman, kenalan Johan, cukup disegani di kawasan itu. Buktinya, salah seorang di antara pekerja tersebut langsung mengantarkan kami kepada Arman. Tak jauh dari kompleks bangunan itu, ada sebuah rumah bedeng lengkap dengan sebuah warung kecil. Tempat para pekerja yang berada di sana melepas lelah dan dahaga. Persis di belakang rumah bedeng itu sudah merupakan kawasan hutan rimba yang cukup lebat menghijau. Di hutan-hutan seperti itulah kerap disebut para TKI ilegal bertahan terhadap gelombang Operasi Tegas oleh para milisi sipil. Diperkirakan sekitar 250 ribu TKI ilegal yang masih bertahan di seantero negeri jiran tersebut, termasuk di Malaysia Timur, utara Kalimantan. Salah satu tempat persembunyian itu berada beberapa puluh kilometer dari Kuala Lumpur. Di tempat tersebut, sekitar 500 TKI yang malang itu memilih tetap tinggal dan bersembunyi di dalam hutan-hutan yang tak jauh di dekatnya banyak terdapat proyek konstruksi. Setelah diuber-uber, tentu mereka tak lagi leluasa bekerja di proyek bangunan itu. Ketika kami datang, terlihat sekitar enam orang, termasuk Arman, sedang duduk-duduk di warung kecil tersebut. Begitu diperkenalkan bahwa saya wartawan dari Indonesia, mereka langsung menyambut ramah. TKI ilegalkah mereka? ''Oh, tidak. Kami yang berani duduk siang-siang begini di sini bukan TKI ilegal,'' jawab Arman yang, rupanya, mengantongi izin bekerja. Para TKI ilegal yang nekat bertahan di hutan-hutan itu tidak akan berani duduk-duduk di ''bawah'' -begitu Arman mengistilahkan warung rumah bedeng tersebut. Tapi, begitu saya menyatakan ingin meliput para TKI ''kosongan'' alias ilegal, Arman sempat ragu. ''Janganlah, mereka sangat ketakutan di atas sana,'' tolak pekerja asal Flores tersebut. Namun, setelah diyakinkan beberapa saat bahwa liputan ini tidak akan membahayakan mereka yang bertahan ''di atas'' sana, barulah Arman bersedia mengantarkan kami. Awalnya, sama sekali tidak terlihat tanda-tanda kehidupan ataupun kelebat manusia ketika masuk hutan. Tapi, setelah 15 menit berjalan, barulah kami melihat ada sebuah rumah bedeng. Rumah itu amat sederhana, dari tempelan-tempelan tripleks. Kasihan mereka. Begitu melihat kami datang, sekitar delapan orang TKI yang berada di pondokan kumuh itu langsung berserabutan melarikan diri. ''Hei, tenang! Ini bukan polis, tapi wartawan dari Indonesia! Teman sendiri!'' teriak Lenon, salah seorang pengantar saya. Tidak ada yang menyangka bahwa di dalam bukit hutan seluas kira-kira 50 hektare itu terdapat sekitar 55 kongsi hutan, setiap kongsi dihuni 8-10 orang. ''Ada banyak yang belum dilihat, Mas,'' ucap Lenon, setelah kami melihat kongsi hutan yang kedelapan. Di tempat itu, jelas dia, ada tiga komunitas yang kompak. ''Paling banyak dari Jawa, kemudian dari Aceh, dan selebihnya dari Flores,'' tuturnya. Tidak heran apabila mereka bisa bertahan cukup lama di hutan untuk bersembunyi dari sergapan petugas Malaysia. Sebab, meski sederhana, tiap rumah bedeng yang berada di sana mempunyai fasilitas pokok yang cukup lengkap. Tersedia air bersih, makanan yang tak pernah kurang, dan rumah yang cukup nyaman (setidaknya dibandingkan dengan rumah bedeng di kota-kota yang selalu diincar petugas imigrasi dan milisi). Air bersih didapatkan dari mata air yang berada di puncak bukit, yang disalurkan melalui pipa-pipa kecil ke semua rumah bedeng yang berada di sana. Di tiap rumah bedeng terdapat tiga bak plastik besar berdiameter sekitar satu meter. ''Ini untuk mandi, cuci pakaian, dan masak air,'' jelas Kris, salah seorang TKI ''kosongan'' yang tinggal di sana. Bagaimana soal makanan? ''Kami biasanya mendapat kiriman jatah dari bawah. Biasanya berupa beras dan telur dalam jumlah yang cukup banyak,'' jawab Kris lagi. Arman membanggakan solidaritas antarkawan senasib itu. ''Iyalah, namanya sesama perantauan. Mereka sedang susah, siapa lagi yang mau menolong mereka selain kami TKI legal,'' ucap Arman. Meski demikian, kiriman makanan tersebut tak bisa diharapkan rutinitasnya. Sebab, kawan-kawan mereka yang legal juga bukan orang berkecukupan. Lalu, bagaimana bila kiriman tidak datang? ''Tidak masalah, kami bisa mengambil durian ataupun buah-buahan yang cukup banyak di dalam hutan sini,'' ucap Sulaeman, TKI asal Lamongan. Mereka memilih bertahan di hutan lebat itu karena memang amat takut dengan adanya razia pemerintah Malaysia. ''Takutlah, apalagi katanya kalau sampai tertangkap akan dihukum sebat (cambuk),'' tutur Kris. Meski hutan itu tak luas, Kris dan kawan-kawan bisa bertahan cukup lama di sana. Sebab, dalam anggapan mereka, polisi atau milisi rela harus mengerahkan pasukan banyak untuk mengepung hutan tersebut. Tapi, mereka pasrah bila hal yang paling mereka takutkan itu terjadi. Misalnya, benar-benar terjadi operasi besar-besaran di hutan. Kris hanya bisa mengangkat bahu. ''Sudah nasib lah,'' lanjutnya tanpa daya. Kris dan kawan-kawan memang tidak memanfaatkan fasilitas pengampunan dan ikut pulang. Dia melanjutkan dengan menceritakan kisah klasik soal kemiskinan yang selalu mengungkung mereka sejak dari kampung halaman hingga perantauan itu. Mereka bertahan setidaknya masih berupaya mengubah nasib. Dia mengisahkan bahwa saat berangkat, para TKI itu sudah habis-habisan menjual hartanya demi rayuan ringgit yang ditawarkan di Malaysia. ''Saya sendiri utang Rp 4 juta kepada tetangga saya. Saya sendiri janji sanggup mengembalikan Rp 6 juta,'' tutur TKI yang telah dua tahun merantau itu. Tapi, rupanya, tumpukan ringgit yang dia dambakan tak kunjung tiba. Gaji sering dimakan taoke (majikan) dan juga kadang dimakan subkontraktor, yang kejinya orang Indonesia sendiri. Para taoke yang jahat juga selalu punya cara lebih memojokkan mereka. ''Bahkan, saya pernah mengalami bahwa saat gajian, tiba-tiba taoke menelepon polis untuk menangkapi kami. Tentu saja kami lari dan tak pernah berani nampak lagi ke taoke,'' tuturnya sedih. Jadi, ketika dalam periode pengampunan lalu, bukannya dia benar-benar tidak mau pulang, tetapi karena tidak bisa. ''Saya pulang, dikejar utang oleh orang. Apalagi setelah dua tahun, bunganya menumpuk. Tak pulang dikejar polisi,'' katanya. Harapan tertingginya kini bukan datang pertolongan dari siapa-siapa, termasuk pemerintah Indonesia. Dia hanya ingin menyambung nyawa dengan berharap ada majikan berani mempekerjakan mereka. Ah, justru inilah yang susah sekarang ini.*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **