[list_indonesia] [ppiindia] Disuplai Rekan Senasib atau Makan Buah Rimba

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 6 Mar 2005 22:42:43 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.radartarakan.co.id/berita/index.asp?Berita=UTAMA&id=47220

Jumat, 4 Maret 2005
Disuplai Rekan Senasib atau Makan Buah Rimba 
Menelusuri TKI Ilegal yang Tetap Bertahan di Hutan Malaysia

Mirip gerilyawan, banyak TKI ilegal yang memilih bertahan di hutan-hutan. 
Terkadang makan normal karena bantuan sesama TKI, terkadang makan apa saja yang 
bisa dimakan di hutan. Wartawan koran ini menjumpai orang-orang malang yang 
lahir dari rahim ''bangsa kuli'' itu. 

KARDONO-Kuala Lumpur 


AGAK sulit mencari tempat persembunyian mereka. Namun, seorang sopir taksi asal 
Indonesia bersedia mengantarkan koran ini masuk ke hutan. Wartawan Indonesia 
memang dianggap sebagai kawan oleh para TKI. Karena itu, kunjungan menuju 
kongsi-kongsi (bedeng-bedeng di hutan) itu tak dianggap masalah. 

Tapi, perjalanan tak bisa langsung masuk ke hutan. Taksi dibawa menuju ke 
sebuah kompleks bangunan, tempat para pekerja memeras keringat sehari-hari. 
Mata-mata para pekerja yang berada di situ langsung memandang curiga ketika 
taksi kami memasuki kompleks bangunan yang sedang dibangun itu. 

Namun, kecurigaan berkurang ketika Johan, nama sopir taksi tersebut, 
melongokkan kepala. Johan bertanya kepada salah seorang di antara para kuli, 
''Hey, mana Arman?'' 

Rupanya Arman, kenalan Johan, cukup disegani di kawasan itu. Buktinya, salah 
seorang di antara pekerja tersebut langsung mengantarkan kami kepada Arman. 

Tak jauh dari kompleks bangunan itu, ada sebuah rumah bedeng lengkap dengan 
sebuah warung kecil. Tempat para pekerja yang berada di sana melepas lelah dan 
dahaga. Persis di belakang rumah bedeng itu sudah merupakan kawasan hutan rimba 
yang cukup lebat menghijau. 

Di hutan-hutan seperti itulah kerap disebut para TKI ilegal bertahan terhadap 
gelombang Operasi Tegas oleh para milisi sipil. Diperkirakan sekitar 250 ribu 
TKI ilegal yang masih bertahan di seantero negeri jiran tersebut, termasuk di 
Malaysia Timur, utara Kalimantan. 

Salah satu tempat persembunyian itu berada beberapa puluh kilometer dari Kuala 
Lumpur. Di tempat tersebut, sekitar 500 TKI yang malang itu memilih tetap 
tinggal dan bersembunyi di dalam hutan-hutan yang tak jauh di dekatnya banyak 
terdapat proyek konstruksi. Setelah diuber-uber, tentu mereka tak lagi leluasa 
bekerja di proyek bangunan itu. 

Ketika kami datang, terlihat sekitar enam orang, termasuk Arman, sedang 
duduk-duduk di warung kecil tersebut. Begitu diperkenalkan bahwa saya wartawan 
dari Indonesia, mereka langsung menyambut ramah. 

TKI ilegalkah mereka? ''Oh, tidak. Kami yang berani duduk siang-siang begini di 
sini bukan TKI ilegal,'' jawab Arman yang, rupanya, mengantongi izin bekerja. 

Para TKI ilegal yang nekat bertahan di hutan-hutan itu tidak akan berani 
duduk-duduk di ''bawah'' -begitu Arman mengistilahkan warung rumah bedeng 
tersebut. 

Tapi, begitu saya menyatakan ingin meliput para TKI ''kosongan'' alias ilegal, 
Arman sempat ragu. ''Janganlah, mereka sangat ketakutan di atas sana,'' tolak 
pekerja asal Flores tersebut. 

Namun, setelah diyakinkan beberapa saat bahwa liputan ini tidak akan 
membahayakan mereka yang bertahan ''di atas'' sana, barulah Arman bersedia 
mengantarkan kami. 

Awalnya, sama sekali tidak terlihat tanda-tanda kehidupan ataupun kelebat 
manusia ketika masuk hutan. Tapi, setelah 15 menit berjalan, barulah kami 
melihat ada sebuah rumah bedeng. Rumah itu amat sederhana, dari 
tempelan-tempelan tripleks. 

Kasihan mereka. Begitu melihat kami datang, sekitar delapan orang TKI yang 
berada di pondokan kumuh itu langsung berserabutan melarikan diri. ''Hei, 
tenang! Ini bukan polis, tapi wartawan dari Indonesia! Teman sendiri!'' teriak 
Lenon, salah seorang pengantar saya. 

Tidak ada yang menyangka bahwa di dalam bukit hutan seluas kira-kira 50 hektare 
itu terdapat sekitar 55 kongsi hutan, setiap kongsi dihuni 8-10 orang. 

''Ada banyak yang belum dilihat, Mas,'' ucap Lenon, setelah kami melihat kongsi 
hutan yang kedelapan. Di tempat itu, jelas dia, ada tiga komunitas yang kompak. 
''Paling banyak dari Jawa, kemudian dari Aceh, dan selebihnya dari Flores,'' 
tuturnya. 

Tidak heran apabila mereka bisa bertahan cukup lama di hutan untuk bersembunyi 
dari sergapan petugas Malaysia. Sebab, meski sederhana, tiap rumah bedeng yang 
berada di sana mempunyai fasilitas pokok yang cukup lengkap. Tersedia air 
bersih, makanan yang tak pernah kurang, dan rumah yang cukup nyaman (setidaknya 
dibandingkan dengan rumah bedeng di kota-kota yang selalu diincar petugas 
imigrasi dan milisi). 

Air bersih didapatkan dari mata air yang berada di puncak bukit, yang 
disalurkan melalui pipa-pipa kecil ke semua rumah bedeng yang berada di sana. 
Di tiap rumah bedeng terdapat tiga bak plastik besar berdiameter sekitar satu 
meter. ''Ini untuk mandi, cuci pakaian, dan masak air,'' jelas Kris, salah 
seorang TKI ''kosongan'' yang tinggal di sana. 

Bagaimana soal makanan? ''Kami biasanya mendapat kiriman jatah dari bawah. 
Biasanya berupa beras dan telur dalam jumlah yang cukup banyak,'' jawab Kris 
lagi. 

Arman membanggakan solidaritas antarkawan senasib itu. ''Iyalah, namanya sesama 
perantauan. Mereka sedang susah, siapa lagi yang mau menolong mereka selain 
kami TKI legal,'' ucap Arman. 

Meski demikian, kiriman makanan tersebut tak bisa diharapkan rutinitasnya. 
Sebab, kawan-kawan mereka yang legal juga bukan orang berkecukupan. Lalu, 
bagaimana bila kiriman tidak datang? ''Tidak masalah, kami bisa mengambil 
durian ataupun buah-buahan yang cukup banyak di dalam hutan sini,'' ucap 
Sulaeman, TKI asal Lamongan. 

Mereka memilih bertahan di hutan lebat itu karena memang amat takut dengan 
adanya razia pemerintah Malaysia. ''Takutlah, apalagi katanya kalau sampai 
tertangkap akan dihukum sebat (cambuk),'' tutur Kris. 

Meski hutan itu tak luas, Kris dan kawan-kawan bisa bertahan cukup lama di 
sana. Sebab, dalam anggapan mereka, polisi atau milisi rela harus mengerahkan 
pasukan banyak untuk mengepung hutan tersebut. 

Tapi, mereka pasrah bila hal yang paling mereka takutkan itu terjadi. Misalnya, 
benar-benar terjadi operasi besar-besaran di hutan. Kris hanya bisa mengangkat 
bahu. ''Sudah nasib lah,'' lanjutnya tanpa daya. 

Kris dan kawan-kawan memang tidak memanfaatkan fasilitas pengampunan dan ikut 
pulang. Dia melanjutkan dengan menceritakan kisah klasik soal kemiskinan yang 
selalu mengungkung mereka sejak dari kampung halaman hingga perantauan itu. 
Mereka bertahan setidaknya masih berupaya mengubah nasib. 

Dia mengisahkan bahwa saat berangkat, para TKI itu sudah habis-habisan menjual 
hartanya demi rayuan ringgit yang ditawarkan di Malaysia. ''Saya sendiri utang 
Rp 4 juta kepada tetangga saya. Saya sendiri janji sanggup mengembalikan Rp 6 
juta,'' tutur TKI yang telah dua tahun merantau itu. 

Tapi, rupanya, tumpukan ringgit yang dia dambakan tak kunjung tiba. Gaji sering 
dimakan taoke (majikan) dan juga kadang dimakan subkontraktor, yang kejinya 
orang Indonesia sendiri. 

Para taoke yang jahat juga selalu punya cara lebih memojokkan mereka. ''Bahkan, 
saya pernah mengalami bahwa saat gajian, tiba-tiba taoke menelepon polis untuk 
menangkapi kami. Tentu saja kami lari dan tak pernah berani nampak lagi ke 
taoke,'' tuturnya sedih. 

Jadi, ketika dalam periode pengampunan lalu, bukannya dia benar-benar tidak mau 
pulang, tetapi karena tidak bisa. ''Saya pulang, dikejar utang oleh orang. 
Apalagi setelah dua tahun, bunganya menumpuk. Tak pulang dikejar polisi,'' 
katanya. 

Harapan tertingginya kini bukan datang pertolongan dari siapa-siapa, termasuk 
pemerintah Indonesia. Dia hanya ingin menyambung nyawa dengan berharap ada 
majikan berani mempekerjakan mereka. Ah, justru inilah yang susah sekarang 
ini.*** 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Disuplai Rekan Senasib atau Makan Buah Rimba