** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=160871 Kamis, 10 Mar 2005, Dilema Mental Mahasiswa Oleh Danik Pusparini * Modernisasi yang kemudian diikuti globalisasi diyakini melahirkan perubahan-perubahan fundamental di semua sektor kehidupan masyarakat dewasa ini. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi di wilayah (sistem) ekonomi dan politik yang sering menghiasi discourse (perbincangan) ruang publik. Yang lebih dahsyat, modernisasi-globalisasi makin mewarnai proses-dialektika perilaku masyarakat yang terbungkus dalam ranah sosial budaya. Dalam konteks ini, modernisasi telah berhasil memberi semangat dan nilai baru pada masyarakat dunia melalui transformasi science serta teknologi. Pembenaran suatu hipotesis yang berkembang di tengah masyarakat harus diuji dulu keabsahannya melalui science serta teknologi yang tidak jarang menegasikan spirit-nilai agama dan tradisi. Sampai di sini, science dan teknologi kembali menjadi rezim tunggal yang akan menguji serta mengadili setiap nilai yang berkembang di masyarakat. Dilema Kebebasan Abad ke-21 yang biasa dikampanyekan dengan istilah abad millennium telah menempatkan mazhab (paham) yang harus diusung serta diperjuangkan. Manusia semakin didorong dan diarahkan pada suatu bentuk perilaku yang mampu mengekspresikan setiap potensi (aspirasi/keinginan) yang selama ini tersembunyi karena banyak dibatasi serta diatur oleh fatwa-fatwa religi dan tradisi. Dalam kenyataannya, kebebasan yang selama ini sering disuarakan bukan berarti tanpa berunsur risiko sama sekali. Bahkan, efek yang dilahirkan dari rahim kebebasan tersebut tidak jarang melahirkan persoalan yang banyak meresahkan masyarakat. Di antaranya, adanya tren sebagian masyarakat, terutama generasi muda, yang mulai gemar mengonsumsi obat-obat terlarang (narkotika dll). Bahkan, disebutkan, dalam tiap tahun, trennya selalu meningkat. Seperti yang diberitakan, jumlah penyalah guna narkoba dan zat aditif lain (narkoba) di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 persen per tahun (koran ini, 3/3/2005). Yang lebih parah, pengguna narkoba tersebut telah menjalar di lingkungan lembaga pendidikan kita, baik sekolah maupun perguruan tinggi. Mereka yang sebetulnya diarahkan pada suatu tujuan dalam rangka membentuk kualitas sumber daya manusia yang jauh dari kebodohan dan kerendahan moral telah masuk pada lubang kehancuran masa depan dirinya maupun bangsanya. Rasionalitas para anak didik atau civitas akademika yang diharapkan memiliki pengetahuan serta mampu berpikir secara rasional itu tiba-tiba hilang begitu saja ketika berhadapan dengan barang haram yang bernama narkoba tersebut. Bahkan, lembaga pendidikan kita belum mampu berbuat banyak untuk menghalau penyebaran narkoba yang mulai mengancam mental anak didik serta anggota civitas akademika. Perangkat (sistem) pendidikan yang ada, baik secara formal maupun substansial, belum mampu menjauhkan anak didik mereka dari ancaman kehancuran yang dibawa narkoba. Hilangnya Jati Diri Fenomena tersebut sekaligus menunjukkan rapuhnya mental generasi muda. Jati diri mereka pun hanyut ditelan badai peradaban globalisasi. Generasi muda bangsa ini tidak lagi mampu memahami realitas serta sistem (kehidupan) yang saat ini berkembang di masyarakat, sehingga bisa menempatkan keseimbangan dalam memosisikan diri di tengah gelombang modernisasi-globalisasi. Dengan mudah pula mereka hanyut dalam arus negatif yang dimunculkan modernisasi-globalisasi tanpa harus mencari sebagian kontribusi positif dari rahim modernisasi. Lagi-lagi, mereka hanya menjadi objek dan tumbal proyek besar yang bernama globalisasi. Lemahnya proteksi generasi muda, dalam hal ini mahasiswa, merupakan akumulasi dari semangat pragmatisme, hedonisme, serta individualisme yang tanpa disadari menyatu dengan pemikiran dan gaya hidup mereka. Praktis, pola pikir mahasiswa saat ini sangat simpel atau sederhana. Segera selesai kuliah (dengan gaya hidup elitis dan berlagak metropolis), kemudian segera mendapatkan pekerjaan, sehingga hidupnya diharapkan bisa enak dan berkecukupan. Hampir tidak terdapat jiwa besar dan semangat kepahlawanan pada diri mahasiswa. Mereka sudah tidak lagi mau tahu dengan yang sedang dialami masyarakat serta bangsanya. Angan dan cita-cita idealnya menunjukkan bahwa mereka mempunyai mental serta semangat besar. Padahal, dengan basis pengetahuan yang dimiliki, sebenarnya mereka berpotensi tidak sekadar menjadi pekerja. Namun, mereka mampu memberikan karya yang lebih bagi diri maupun masyarakatnya. Semangat pragmatisme, hedonisme, dan budaya individualisme telah mengubur semangat serta potensi yang dimiliki. *. Danik Pusparini, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **