[list_indonesia] [ppiindia] Berebut Batas Minyak Ambala

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 10 Mar 2005 12:43:22 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.gatra.com/artikel.php?id=82572

      NASIONAL  
     
        
      Perbatasan
      Berebut Batas Minyak Ambalat

      TIGA kapal perang RI seminggu ini mondar-mandir di Laut Sulawesi. 
Tepatnya di perbatasan Indonesia-Malaysia. Dua kapal perang lagi, KRI K.S. 
Tubun dan KRI Tongkol, sudah pula ancang-ancang untuk bergabung. Kedua kapal 
itu siap meluncur dari Dermaga Ujung, Surabaya. "Begitu ada perintah dari 
Panglima TNI, kami langsung bergerak," kata Letnan Kolonel (Laut) Ibnu Parna, 
Komandan Pangkalan TNI-AL Tarakan.

      Heboh itu muncul gara-gara Ambalat, sebuah blok di kawasan perairan di 
Laut Sulawesi. Daerah yang jaraknya 150 kilometer arah timur Tawau atau dua jam 
perjalanan dengan boat dari Tarakan itu diklaim Malaysia sebagai wilayahnya. 
Padahal, sesuai dengan peta yang dimiliki Indonesia, wilayah yang berada 
beberapa mil selatan pulau "terbaru" Malaysia, Sipadan dan Ligitan, itu sah 
milik Indonesia.

      Maka, ketika sebuah pesawat Malaysia jenis Beechcraft B-200 T Super King 
pada siang 26 Februari lalu kepergok nyelonong masuk wilayah Indonesia sejauh 
tiga mil, KRI Wiratno segera memberi peringatan. Kapal antikapal selam jenis 
Parchim eks Jerman itu memang tengah berpatroli rutin di kawasan Ambalat.

      Sinyal gawat itu turut mengundang KRI Nuku yang sedang berjaga di 
Kepulauan Maluku bergegas merapat ke Laut Sulawesi. Sehari kemudian, kapal 
cepat KRI Rencong, yang diperkuat 50 personel dan empat rudal, meluncur dari 
Selat Makassar ke perbatasan. Total, jika dua kapal dari Surabaya sudah 
berangkat, hampir 300 prajurit TNI-AL berikut perlengkapan perangnya siaga di 
sana. "Tegangnya persis saat sengketa Sipadan-Ligitan," ujar Ibnu.

      Suasana panas di perbatasan itu pun segera merembet ke Jakarta. Presiden 
Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis lalu, segera mengusung masalah ini ke dalam 
rapat terbatas para menteri. Hadir Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 
(ESDM), Menteri Perhubungan, Menteri Sekretaris Negara, Panglima TNI, serta 
Kepala Staf Angkatan Laut dan Angkatan Darat. Sebelumnya SBY juga bertemu 
Menteri Luar Negeri.

      Hasilnya, Menteri Perhubungan Hatta Radjasa diminta meneruskan upaya 
pemasangan rambu suar di Karang Unarang, sebuah karang di wilayah Ambalat 
(baca: Petaka Rambu Suar). Di sisi lain, pihak TNI diminta bersiap siaga 
menjaga perbatasan. "Kewajiban TNI untuk menjaga kedaulatan negara dan 
mengamankan tiap jengkal wilayah," kata Endiartono Sutarto, Panglima TNI.

      Ketegangan RI-Malaysia itu bermula pada 16 Februari lalu. Saat itu, 
Malaysia lewat perusahaan minyak Petronas memberikan konsesi eksplorasi 
(kontrak bagi hasil) kepada Shell di Ambalat. Daerah terpencil di kawasan timur 
Pulau Kalimantan ini diduga memiliki kandungan minyak dan gas berlimpah.

      Tindakan Malaysia itu membuat Indonesia berang. Departemen Luar Negeri RI 
buru-buru melayangkan nota diplomatik resmi kepada Pemerintah Malaysia. Isinya, 
konsesi yang diberikan Malaysia itu telah melanggar kedaulatan Indonesia karena 
blok Ambalat terhitung bagian dari wilayah Indonesia. Lagi pula, sejak 1961, 
Pemerintah Indonesia sudah menjalankan konsesi minyak di Ambalat.

      Protes yang diajukan Departemen Luar Negeri itu sebenarnya bukan yang 
pertama. Sebelumnya, Indonesia berkali-kali protes ketika tahun 1979, Malaysia 
membuat peta yang memasukkan Ambalat ke wilayahnya. "Padahal, di tahun 1966, 
konsesi minyak Permina (sekarang Pertamina) diakui Malaysia sebagai 'exercise 
of Indonesia's right to the continental shelf'," kata Arif Havas Oegroseno, 
Direktur Perjanjian Politik, Keamanan, dan Kewilayahan, Departemen Luar Negeri.

      Shell sendiri, lewat Pertamina, pernah melakukan konsesi eksplorasi di 
Ambalat pada 1999-2001. Terakhir, Indonesia mengikat kerja sama konsesi serupa 
dengan perusahaan minyak Amerika Serikat, Unocal, Desember 2004, senilai US$ 
1,5 juta.

      Hal itu dibenarkan oleh Dirjen Migas, Departemen ESDM, Iin Arifin 
Takhyan. "Kita buka wilayah kerja di situ sejak dulu dan tidak ada protes," 
kata Iin. Saat ini, Iin menambahkan, ada dua wilayah kerja di sana yang tumpang 
tindih dengan Malaysia. Yaitu blok Bukat yang merupakan wilayah kerja 
perusahaan minyak Italia, ENI, dan blok Ambalat yang dikuasai Unocal. "Blok 
Bukat cuma sedikit overlap-nya. Sedangkan Ambalat hampir seluruhnya terambil," 
kata Iin lagi.

      Untungnya, sampai sekarang kegiatan eksplorasi ENI dan Unocal tak 
terganggu. "Kami meminta mereka terus jalan," ujar Iin.

      Hal serupa dilakukan Pemerintah Malaysia. Menteri Luar Negeri Malaysia, 
Datuk Seri Syed Hamid Albar, meminta Shell tetap melakukan pengeboran. "Protes 
dari Indonesia tidak seharusnya menghentikan kita. Itu biasa dalam proses 
diplomasi," kata Albar, seperti dikutip dari kantor berita Malaysia, Bernama.

      Sama seperti angkatan bersenjata RI yang melakukan pengawasan perbatasan, 
angkatan perang Malaysia pun bersikeras meneruskan patroli di tempat yang sama. 
"Itu wilayah kami, dan kami berhak mengawasi. Tugas kami adalah menjaga 
keamanan selama eksplorasi Petronas berlangsung," kata Panglima Angkatan Perang 
Malaysia, Tan Sri Mohd. Zahidi Zainuddin.

      Walhasil, ketegangan antara kedua pihak pun tidak terhindarkan. Malaysia 
ngotot dengan merujuk pada peta 1979 yang dikeluarkannya. Dalam peta itu 
tercantum bahwa Ambalat (mereka mengistilahkannya dengan blok ND-6) adalah 
wilayah Malaysia. Selain itu, "Karena Sipadan dan Ligitan adalah wilayah baru 
Malaysia, maka ND-6 merupakan wilayah kedaulatan kita," kata Abdullah Ahmad 
Badawi, sang perdana menteri.

      Pernyataan itu langsung ditentang oleh pihak RI. "Nonsense borderline!" 
kata Havas, gusar. Menurut Havas, peta 1979 telah memicu protes negara-negara 
yang berbatasan langsung dengan Malaysia sejak kemunculannya. "Tak jelas dasar 
perhitungan Malaysia menentukan garis batas teritorialnya yang tertera di peta 
itu," ujar ketua tim landas kontinen itu. Anehnya, kata Havas, ketika Indonesia 
memprotes dan menanyakan dasar perhitungan itu, Malaysia sama sekali tak punya 
jawaban.

      Padahal, penentuan batas laut tidak hanya bergantung pada kemauan satu 
negara pantai yang dinyatakan dalam hukum nasionalnya. Juga harus berdasar 
hukum internasional. Dengan kata lain, menurut Havas, peta 1979 buatan Malaysia 
itu tak punya kekuatan hukum. Itu sebabnya, Havas yakin, Indonesia bakal menang 
bila perkara ini diselesaikan lewat Mahkamah Internasional (ICJ).

      Sayang, ide Havas itu bertepuk sebelah tangan. Sampai sekarang, Malaysia 
belum memberikan sinyal yang sama. Padahal, untuk maju ke ICJ perlu persetujuan 
kedua pihak. Lalu, haruskah dua negara tetangga ini unjuk kekuatan militer?

      Amalia K. Mala, Bernadetta Febriana, dan Taufan Luko Bahana (Surabaya)
      [Nasional, Gatra Nomor 17 Beredar Senin, 7 Maret 2005]  


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Berebut Batas Minyak Ambala