** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/30/opi01.html Benarkah Pulau-pulau Perbatasan Terancam Hilang? Oleh SUHANA Dalam sebulan terakhir media masa nasional maupun internasional ramai menyoroti konflik perbatasan laut Indonesia-Malaysia, khususnya di Blok Ambalat. Konflik tersebut akibat adanya klaim Malaysia terhadap landas kontinen di perairan Ambalat. Pemerintah Malaysia 16 Februari 2005 memberikan konsesi kepada Shell dan Petronas Carigali di Blok ND6 dan ND7. Padahal sebelumnya pemerintah Indonesia telah memberikan konsesi pengusahaan migas di perairan tersebut kepada beberapa pengusaha perminyakan tanpa ada keberatan dari negara tetangga termasuk Malaysia. Selama ini media massa maupun pejabat di Indonesia ini menyoroti konflik perbatasan tersebut secara kurang benar dan belum menyentuh permasalahan utamanya. Misalnya, konflik tersebut diasumsikan akan mengancam hilangnya pulau-pulau kecil yang ada di wilayah perbatasan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan yang menyebutkan konflik perbatasan tersebut akan mengancam hilangnya 12 pulau kecil di wilayah perbatasan (Kompas, 12 Maret 2005). Menurut Hasjim Djalal dalam sebuah diskusi terbatas di Jakarta beberapa waktu lalu, sebenarnya secara hukum tidak ada pulau kecil yang akan hilang dalam konflik wilayah perbatasan. Misalnya, Pulau Miangas yang selama ini selalu dikatakan rawan diklaim oleh Filipina sebenarnya tidak benar, karena Filipina sendiri sudah mengakui pulau tersebut milik Indonesia berdasarkan keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional. Kalau kita cermati, penyebab utama konflik perbatasan tersebut adalah ketidakjelasannya batas-batas wilayah laut Indonesia dan negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh kelalaian pemerintah Indonesia sendiri yang sampai saat ini belum menetapkan batas wilayahnya di laut sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982. Indonesia sendiri sudah meratifikasi UNCLOS tersebut tahun 1986, tetapi sampai saat ini belum terlihat adanya upaya yang serius dalam menetapkan batas-batas wilayah laut tersebut. Apabila pemerintah Indonesia serius dalam memperhatikan batas-batas wilayahnya di laut, misalnya dengan cara menetapkan dan mendepositkannya titik-titik batas wilayahnya tersebut ke Sekjen PBB supaya diakui secara internasional, mungkin konflik di wilayah perbatasan dapat diminimalisasi. Pulau Perbatasan Makna hilangnya sebuah pulau dapat dipandang dari tiga sudut: ekonomi, politik, dan hukum. Secara ekonomi pulau-pulau kecil dapat dikatakan hilang apabila dikelola negara lain padahal secara hukum pulau tersebut milik Indonesia. Pulau kecil tersebut bisa saja didapat secara legal dari pemerintah Indonesia, misalnya dengan cara menyewa, bisa juga secara ilegal. Secara politik pulau-pulau kecil dapat dikatakan hilang apabila masyarakatnya lebih mengakui negara lain dari negaranya sendiri. Misalnya Miangas. Secara hukum pulau itu milik Indonesia tetapi secara politik milik Filipina karena bahasa yang dipakai bahasa Tagalog, bukan bahasa Indonesia. Juga mata uang yang dipakai masyarakat Peso, bukan Rupiah. Pulau-pulau kecil juga dapat dikatakan hilang apabila ada keputusan secara hukum internasional yang menyatakan pulau-pulau kecil tersebut merupakan milik negara lain. Ini memerlukan waktu yang lama karena harus melalui perundingan internasional dan bahkan peperangan. Selain itu juga memerlukan bukti-bukti ilmiah yang dapat menunjukan keberadaan pulau-pulau kecil tersebut di wilayahnya. Dengan tiga gambaran di atas, pemerintah dapat mencarikan solusinya secara benar. Artinya jangan sampai pemerintah mengatasi perbatasan laut dengan cara yang dapat menimbulkan permasalahan baru, misalnya memberikan hak secara legal kepada pihak investor asing untuk mengelola pulau kecil tersebut. Indikasi ke situ sangat "kental" dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal ini dapat dilihat dari "ngototnya" departemen itu mendesak Presiden menanda-tangani Keppres tentang pengelolaan 92 pulau kecil di perbatasan. Padahal pengelolaan sumber daya alam di pulau-pulau kecil tersebut jelas merupakan kewenangan pemerintah daerah, seperti diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Ekonomi Lokal Alangkah bijak bila pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam di pulau-pulau kecil lebih terfokus pada penumbuhan kekuatan ekonomi lokal yang dikelola masyarakat di wilayah tersebut. Juga mempercepat pengembangan armada transportasi antarpulau di wilayah perbatasan. Hal ini untuk menghilangkan keterisoliran masyarakat di pulau-pulau kecil tersebut. Pemerintah hendaknya lebih fokus pada: Pertama, secepatnya merevisi kembali UU No. 1 Tahun 1973 agar Indonesia mempunyai dasar hukum yang lebih kuat untuk mengatur Landas Kontinen Indonesia. Hal ini disebabkan pengertian landas kontinen berdasarkan kedalaman air 200 meter (UNCLOS 1958) dengan pengertian hukum landas kontinen yang berlaku sekarang (UNCLOS 1982) adalah berbeda, yaitu kini sampai kelanjutan alamiah wilayah darat Indonesia. Sementara UU No 1 Tahun 1973 tersebut masih berdasarkan UNCLOS 1958. Kedua, merevisi dan meningkatkan status hukum Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia menjadi Undang-undang serta mendepositkannya kepada Sekjen PBB. Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum mendepositkan titik-titik pangkal tersebut kepada PBB. Padahal hal tersebut sangat penting bagi Indonesia ketika akan melakukan penentuan titik-titik perbatasan laut Indonesia. Ketiga, menetapkan dan mendepositkan batas-batas wilayah laut Indonesia, termasuk batas landas kontinen. Khusus batas lantas kontinen, Indonesia masih diberikan batas waktu sampai 2009 untuk melakukan klaimnya di luar 200 mil dari garis pangkal kepulauan/nusantaranya. Apabila sampai batas waktu tersebut belum menentukan, maka Indonesia hanya bisa mengklaim batas landas kontinen sampai jarak 200 mil saja. Sampai saat ini baru tiga negara yang sudah mengajukan klaim landas kontinennya ke PBB dari 148 negara yang sudah meratifikasi UNCLOS 1982, yaitu Rusia (2001), Brasil (2004) dan Australia (2004). Konflik di wilayah perbatasan laut Indonesia hendaknya diselesaikan secara lebih komprehensif. Selain itu juga dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya di wilayah perbatasan, khususnya di pulau-pulau kecil hendaknya tidak melanggar prinsip-prinsip otonomi seperti yang diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah serta jangan sampai "menghilangkan" pulau-pulau kecil tersebut secara ekonomi dari tangan Indonesia. Penulis adalah Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-(PKSPL-IPB) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **