** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Ini kaum intelectual menulis BS. tidak logic dari sudut macro atau micro economy. Rupanya mereka hanya supporter pemerintah. Atau mereka kurang pendidikan yg logic atau up to date dlm bidang ekonomi Indonesia tidak sanggup berikan subsidie lagi karena harus import. Kalau BBM made in Indonesia maka tanpa subsidie juga sudah jadi lebih murah. Didalam ongkos beli BBM ini harus diperhitungkan ongkos BBM dipasaran dunia + ongkos transport dari lautan Arab ke Indonesia + ongkos % importer + ongkos % utk memperlicin surat2 import. Kalau made in Indonesia hanya ongkos BBM sipasaran dunia harus dibayar jadi sudah 30-40% lebih murah. dan dipotong % untuk dijual tanpa profit. Ini tanpa subsidi. Simple logic bukan ??? Politik ini hanya sandiwara ketidak mampuan pemerintah. Andreas Ambon <sea@xxxxxxxxxx> wrote: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/03/opi01.html BBM dan Ironisme Kaum Intelektual Oleh Triyono Lukmantoro Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akhirnya dinaikkan pemerintah pada 1 Maret 2005. Ini bukan kabar yang mengejutkan karena rencana menaikkan harga BBM sudah menjadi perbincangan umum. Yang sangat mengagetkan adalah sikap yang ditunjukkan sejumlah intelektual. Melalui iklan di media cetak ibu kota, sebanyak 36 intelektual, di antaranya akademisi, sastrawan, jurnalis, peneliti dan juru bicara presiden, menyatakan mendukung kebijakan menaikkan harga BBM. Judul iklan itu sangat provokatif, yaitu Mengapa Kami Mendukung Pengurangan Subsidi BBM? Dalam iklan itu dipaparkan argumentasi yang terkesan sedemikian meyakinkan, seperti subsidi pemerintah melalui BBM tidak tepat sasaran karena justru dinikmati oleh golongan kaya, murahnya harga BBM di dalam negeri menyebabkan terjadinya penyelundupan, meneruskan praktik inefisiensi serta memperlebar ketidakdilan. Juga disajikan data statistik yang sangat memberikan optimisme bagi pengurangan jumlah penduduk miskin Indonesia: Kondisi awal penduduk miskin 16,25%. Jika terjadi kenaikan harga BBM 30%, maka penduduk miskin menjadi 16,43%. Namun, setelah pemerintah memberikan kompensasi, penduduk miskin menurun menjadi 13,87%. Salahkah kalangan intelektual menunjukkan sikapnya dengan cara beriklan? Pantaskah kaum intelektual mendukung kebijakan pemerintah yang sekilas sama sekali tidak memihak rakyat kecil? Sejumlah pertanyaan sejenis itu pantas bermunculan. Sebab, melalui pemasangan iklan itu, terdapat sebuah "tradisi baru" yang dipertontonkan oleh kalangan intelektual dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Selama ini, terutama dalam rezim politik yang represif dan otoriter, kalangan intelektual selalu menunjukkan sikap bermusuhan terhadap kekuasaan. Ketika kalangan intelektual memihak rezim politik yang sedang berkuasa sekarang, berarti pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla memang sudah demokratis? Sudah pasti bukanlah hal yang keliru kalau kaum intelektual membela kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa. Sebab, sebagaimana dikemukakan filosof Michel Foucault, kekuasaan tidak selalu bersifat represif. Kekuasaan dapat juga menunjukkan wataknya yang positif dalam bentuk kewenangan untuk melakukan regulasi. Kekuasaan juga memiliki kebenaran karena didukung oleh sejenis pengetahuan (dan ideologi) tertentu yang memberikan legitimasi baginya untuk diterima oleh semua pihak (terutama masyarakat kebanyakan). Jalinan Relasional Yang harus diberikan penegasan adalah antara kekuasaan, pengetahuan (ideologi) serta kebenaran memiliki jalinan relasional yang sulit untuk dipisahkan. Apabila kekuasaan selalu mengatakan "tidak" dan berkarakter opresif, tidak mungkin kekuasaan itu dapat diterima oleh rakyat. Jadi, prinsipnya, kekuasaan (negara) memang tidak selalu bersalah. Keterlibatan kaum intelektual dalam kekuasaan pun tidaklah harus dicela sebagai sejenis perbuatan yang terkutuk. Antonio Gramsci bahkan semenjak awal sudah mendorong agar kaum intelektual selalu terlibat, berinteraksi, dan bahkan kalau perlu masuk dalam struktur kekuasaan itu sendiri. Maka, Gramsci pun membagi intelektual menjadi dua jenis, yaitu intelektual tradisional dan intelektual organis. Pada jenis intelektual yang pertama dapat dicontohkan guru, ulama, serta administratur yang secara rutin menjalankan pekerjaan yang sama dari waktu ke waktu. Keterlibatan dengan masyarakat dan kekuasaan pun sengaja dihindarkan. Sedangkan pada jenis intelektual kedua dapat dicontohkan mereka yang terlibat secara langsung dengan kelas dan sejumlah perusahaan untuk berbagai kepentingan, kekuasaan serta pengendalian. Di sini sosok teknokrat dan staf ahli pejabat negara pun, misalnya, dapat ditunjuk sebagai sekelompok intelektual organis. Namun, dalam kasus pemasangan iklan yang berisi dukungan terhadap pemerintah untuk mengurangsi subsidi BBM tersebut, kalangan intelektual itu layak disebut intelektual organis. Inilah persoalan yang sulit untuk diberikan evaluasinya. Sebab, kedudukan dan status profesionalitas ke-36 intelektual itu sangat beragam. Jadi, ada yang duduk dalam struktur pemerintahan serta ada juga yang berposisi di luar tatanan kekuasaan resmi negara. Mereka yang menduduki jabatan dalam pemerintahan, di antaranya adalah Anggito Abimanyu, Andi Mallarangeng, serta Dino Patti Djalal. Sementara yang beroposisi di luar struktur kekuasaan negara, di antaranya adaah Ayu Utami, Franz Magnis-Suseno, serta Goenawan Mohamad. Hanya satu saja yang mengikat keanekaragaman profesionalitas serta status sosial kaum intelektual itu, yakni iklan itu mengatasnamakan (dan secara otomatis juga dibiayai?) lembaga Freedom Institute. Bukankah institusi itu didanai oleh konglomerat besar yang sekarang menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, yaitu Aburizal Bakrie? Selain itu, Freedom Institute juga memiliki slogan (semboyan) Center for Democracy, Nationalism, and Market Economy Studies. Sudah pasti slogan bukanlah sekadar sederetan kata-kata kosong tanpa makna, tetapi juga bernilai ideologis (mengandung sejumlah pemikiran yang diyakini sebagai kebenaran konkret karena berisi jalan hidup. Sehingga dapat dikatakan kalangan intelektual yang beraneka karakter ideologinya itu tampaknya mampu dipersatukan untuk tidak mengatakannya sebagai ditundukkan oleh sebuah institusi yang membela kepentingan pasar. Jadi, secara sadar atau tidak, kalangan intelektual itu tampaknya memiliki kecenderungan menyetujui ideologi neoliberalisme yang secara konkret telah menghancurkan negara-negara berkembang. Dalam suasana keterhubungan yang melibatkan pejabat negara, penyandang dana, serta sejumlah intelektual yang berposisi di luar negara semacam itu, kita dapat saja (serta sangat pantas) menaruh kecurigaan bahwa yang terjadi adalah konspirasi. Apalagi iklan dukungan itu dipasang menjelang pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. Apakah ini sekadar faktor kebetulan belaka? Tampaknya, tidak! Sehingga kita dengan tegas harus mengatakan kalangan intelektual itu sengaja bersedia, dan memang menyediakan diri, untuk digunakan sebagai "bemper" atau pun "tameng pengaman" bagi pihak pemerintah. Dan, pihak pemerintah pun akan dengan gampang melanjutkan programnya untuk mencabut subsidi BBM karena telah mendapatkan dukungan moral dari kaum intelektual. Pasukan Khusus Apabila kita menggunakan perspektif Gramscian untuk menilai peristiwa itu, maka kalangan intelektual telah dijadikan sebagai sekelompok pasukan khusus yang menjalankan peperangan pada tingkat penanaman kesadaran dalam benak masyarakat. Maksudnya sebelum pemerintah melakukan gebrakan secara terbuka dan melakukan serangan secara fisik dalam bentuk pengerahan kebijakan pencabutan subsidi BBM, pemerintah sudah menciptakan situasi-situasi khusus atau pra-kondisi ideologis. Yakni, suatu pengertian yang dapat diterima dalam derajat kejernihan pemikiran bahwa kenaikan harga BBM merupakan sebuah langkah yang rasional dan justru memihak kepada rakyat. Hal ini berarti juga bahwa kalangan intelektual telah dijadikan sebagai pelicin bagi pemerintah untuk melakukan penetrasi politis, sehingga masyarakat pun akan gampang direngkuh. Di sinilah moralitas serta pilihan etis kaum intelektual itu layak dipertanyakan. Menyampaikan pendapat, sikap atau pun gagasan yang kebetulan sesuai dan bahkan sangat persis dengan berbagai kebijakan penguasa bukanlah hal yang keliru. Namun, apabila kalangan intelektual itu sengaja menyediakan diri untuk dimobilisasikan opini serta pendiriannya oleh lembaga yang memiliki jalinan dengan kekuasaan negara, maka berbagai gugatan pun layak dilontarkan. Sebab, yang pantas dikhawatirkan adalah independensi kalangan intelektual memang telah sengaja dipersembahkan bagi pihak yang berkuasa. Dalam relasi kekuasaan semacam ini, intelektual tidak lebih berperan sebagai sekelompok klien yang dipayungi oleh patron. Dalam langkah politis berikutnya, sekelompok intelektual-klien itu menjadi alas kaki bagi perjalanan kekuasaan sang pejabat-patron. Menjadi relevan dalam kasus ini apabila kita merujuk pendapat yang dikemukakan oleh Edward W. Said. Dalam bukunya yang berjudul Peran Intelektual (1998: 93), Said dengan tegas menyatakan: "Intelektual harus mengitari, harus punya ruang untuk berdiri dan berkata balik kepada otoritas, karena kepatuhan mati kepada otoritas dalam dunia sekarang merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kehidupan intelektual yang aktif dan bermoral." Apa yang dimaksudkan Said sebagai otoritas itu tidak lain adalah "dewa-dewa" yang akan berperan sebagai patron yang memberikan berbagai fasilitas dari yang berwujud jabatan, uang, serta popularitas nama. Apabila kalangan intelektual tidak menyadari situasi ini, maka sikap ironisme yang agaknya sedang dimainkan kalangan intelektual kita. Yaitu, pura-pura tidak mengetahui kekuasaan tidak selamanya berwajah represif, namun juga dapat bertransformasi dalam formula yang lebih persuasif dan berisi bujukan dan rayuan. Penulis adalah pengajar filsafat dan etika pada Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang. *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups SponsorADVERTISEMENT --------------------------------- Yahoo! Groups Links To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **