[list_indonesia] [ppiindia] Ambalat, Milik Siapa?

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 08 Mar 2005 11:19:57 -0000

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **



Ambalat, Milik Siapa?=20


Oleh Melda Kamil Ariadno

KITA tercengang saat 16 dari 17 hakim Mahkamah Internasional=20
(International Court of Justice/ICJ) yang memeriksa perkara Pulau=20
Sipadan-Ligitan pada 17 Desember 2002 menyerahkannya kepada Malaysia.=20
Mengapa begitu?

Indonesia didakwa "tidak" menunjukkan keinginan untuk menguasai kedua=20
pulau itu karena hukum nasional (UU Prp Nomor 4 Tahun 1960) tidak=20
pernah memasukkan pulau itu ke wilayah kita karena tidak pernah=20
ada "penguasaan secara efektif (effectivites/effective occupation)",=20
baik oleh Belanda maupun Indonesia, sementara Inggris dan Malaysia=20
melakukannya. Padahal, jarak kedua pulau itu lebih dekat ke kepulauan=20
Indonesia dibandingkan dengan Malaysia.

NEGARA Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) yang=20
sudah lama diperjuangkan di forum internasional. Diawali dengan=20
Deklarasi Djuanda tahun 1957 lalu diikuti UU Prp No 4/1960 tentang=20
Perairan Indonesia; Prof Mochtar Kusumaatmadja dengan tim negosiasi=20
Indonesia lainnya menawarkan konsep "Negara Kepulauan" untuk dapat=20
diterima di Konferensi Hukum Laut Perseriktan Bangsa-Bangsa (PBB)=20
III, sehingga dalam "The United Nations Convention on the Law of the=20
Sea (UNCLOS), 1982" dicantumkan Bagian IV mengenai negara kepulauan.=20
Konsepsi itu menyatukan wilayah kita. Di antara pulau-pulau kita=20
tidak ada laut bebas, karena sebagai negara kepulauan, Indonesia=20
boleh menarik garis pangkal (baselines-nya) dari titik-titik terluar=20
pulau-pulau terluar (the outermost points of the outermost islands=20
and drying reefs). Hal itu diundangkan dengan UU No 6/1996 tentang=20
Perairan Indonesia untuk menggantikan UU Prp No 4/1960 sebagai=20
implementasi UNCLOS 1982 dalam hukum nasional kita.

Namun, dalam UU No 6/1996 itu tidak ada peta garis batas Indonesia,=20
yang ada hanya peta ilustratif. Padahal, menurut UNCLOS 1982,=20
Indonesia harus membuat peta garis batas, yang memuat koordinat garis=20
dasar sebagai titik ditariknya garis pangkal kepulauan Indonesia.=20
Lalu timbul sengketa Sipadan-Ligitan, dan kita tergopoh-gopoh membuat=20
Peraturan Pemerintah No 38/2002, yang memuat titik-titik dasar=20
termasuk di Pulau Sipadan-Ligitan. Sayang, PP itu harus direvisi=20
karena ICJ memutuskan kedua pulau itu milik Malaysia.

Kini timbul masalah perebutan daerah cadangan minyak Ambalat dan=20
Ambalat Timur (demikian Indonesia menyebutnya) atau blok minyak XYZ=20
(oleh Malaysia). Kedua Negara telah memberi konsesi eksplorasi blok=20
itu kepada perusahaan berbeda. Indonesia telah memberi izin kepada=20
ENI (Italia) dan Unocal (AS), sementara Shell mengantongi izin dari=20
Malaysia. Maka terjadi dua klaim saling tumpang-tindih antara kedua=20
negara bertetangga (overlapping claim areas).

Klaim tumpang-tindih dari dua atau lebih negara pada dasarnya bukan=20
hal istimewa. Hal ini biasa terjadi di wilayah laut yang=20
berdampingan. Hukum laut memberi hak kepada negara pantai untuk=20
memiliki laut wilayah sejauh 12 mil laut, dan zona ekonomi eksklusif=20
serta landas kontinen sejauh 200 mil laut yang diukur dari garis=20
pangkalnya. Bahkan, untuk landas kontinen jarak bisa mencapai 350 mil=20
laut, jika dapat dibuktikan adanya natural prolongation (kepanjangan=20
ilmiah) dari daratan negara pantai itu. Hal ini menyebabkan banyak=20
negara berlomba mengklaim teritori lautnya sesuai dengan hak yang=20
diberikan hukum laut.

KONDISI yang kini terjadi di Ambalat tidak dapat dilepaskan dari=20
perebutan Sipadan-Ligitan. Judge (hakim) Shigeru Oda pada Mahkamah=20
Internasional jeli melihat potensi konflik itu dengan menunjukkan,=20
meski keberadaan Pulau Sipadan-Ligitan telah diketahui sejak abad ke-
19, namun konflik mengenai kepemilikannya baru mencuat tahun 1960-an,=20
saat kedua negara berselisih paham mengenai batas landas kontinen=20
keduanya.

Meski Oda termasuk hakim yang memberi putusan kepemilikan Sipadan-
Ligitan kepada Malaysia karena alasan effectivites, namun ia membuat=20
pernyataan, "=85the present judgment determining sovereignty over the=20
islands does not necessarily have a direct bearing on the=20
delimitation of the continental shelf, which has been a subject of=20
dispute between the two states since the late 1960s".

Oda menekankan, saat ini "penetapan batas landas kontinen" lebih=20
ditekankan pada prinsip yang disebut dengan an equitable solution.

Maka, tindakan Malaysia mengirim kapal perang atau pesawat tempur ke=20
Indonesia, apalagi dengan bonus "menyiksa warga kita yang sedang=20
membangun suar di Karang Unarang" tidak dapat dibenarkan. Karang=20
Unarang adalah suatu low tide elevation (elevasi pasang surut), yang=20
dapat dijadikan titik garis pangkal satu negara. Sebagai negara=20
kepulauan Indonesia berhak mencari titik-titik terluar dari pulau=20
atau karang terluar untuk dipakai sebagai garis pangkal. Itu berarti=20
Karang Unarang yang letaknya di tenggara Pulau Sebatik (bagian=20
Indonesia) berhak dijadikan baselines baru Indonesia, sebagai=20
pengganti garis pangkal di pulau Sipadan dan Ligitan.

Malaysia adalah negara pantai biasa, yang hanya boleh memakai garis=20
pangkal biasa (normal baselines) atau garis pangkal lurus (straight=20
baselines) jika syarat-syarat tertentu dipenuhi. Karena itu, Malaysia=20
seharusnya tidak menyentuh daerah itu karena ia hanya bisa menarik=20
baselines Negara Bagian Sabah dari daratan utamanya, bukan dari Pulau=20
Sipadan atau Ligitan.

Jika Malaysia berargumentasi, "tiap pulau berhak mempunyai laut=20
teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinennya sendiri",=20
maka Pasal 121 UNCLOS 1982 dapat membenarkannya. Namun, rezim=20
penetapan batas landas kontinen mempunyai specific rule yang=20
membuktikan keberadaan pulau-pulau yang relatively small, socially=20
and economically insignificant tidak akan dianggap sebagai special=20
circumstances dalam penentuan garis batas landas kontinen. Beberapa=20
yurisprudensi hukum internasional telah membuktikan dipakainya=20
doktrin itu.

Dengan demikian, yang perlu ditentukan kini adalah garis pangkal=20
masing-masing negara. Jika situasi di Ambalat memanas dengan telah=20
berhadap-hadapannya kapal perang dan pesawat tempur kedua negara,=20
Malaysia mengatakan semua bisa dirundingkan, maka itu hanya akan=20
mencapai deadlock jika Malaysia bersikukuh untuk dipakainya peta=20
wilayahnya tahun 1979. Peta itu hanya tindakan unilateral yang tidak=20
mengikat Indonesia. Indonesia telah menolak langsung peta itu sejak=20
diterbitkan, karena penarikan baselines yang tidak jelas landasan=20
hukumnya.

Ambalat jelas di bagian selatan Laut Sulawesi dan masuk wilayah=20
Indonesia. Jika kedua negara tetap dalam posisi berlawanan, maka=20
untuk mencegah konflik bersenjata, jalan keluar yang harus ditempuh=20
adalah duduk dalam perundingan garis batas landas kontinen kedua=20
negara, yang sekaligus berarti menyelesaikan kasus Ambalat dengan=20
menerapkan prinsip equitable solution, seperti digariskan UNCLOS 1982.

Indonesia telah berkali-kali mengajak Malaysia duduk di meja=20
perundingan mengenai batas landas kontinen, namun tak ada respons=20
positif. Kini tingkat kesabaran rakyat Indonesia sedang diuji, kasus=20
tenaga kerja Indonesia (TKI), kasus illegal logging, dan konflik=20
Ambalat membawa pandangan negatif tentang Malaysia. Keberadaan TNI=20
Angkatan Laut dapat dibenarkan karena tiap negara harus menjaga=20
kedaulatan negaranya di daerah yang diyakini sebagai wilayahnya. Jika=20
tidak bisa bertindak in good faith, sebagaimana dilakukan negara-
negara beradab, maka Malaysia menyisakan ruang bagi Indonesia agar=20
mempertahankan prinsip "bertetangga baik" seperti selama ini dianut=20
Indonesia secara "berlebihan".

Melda Kamil Ariadno Pengajar Hukum Laut Fakultas Hukum UI; Ketua=20
Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->=20
Give the gift of life to a sick child.=20
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~->=20

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg=
 Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;=20
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
=20
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
=20



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Ambalat, Milik Siapa?