** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=104090 Agenda Mereformasi Birokrasi Oleh Hendrizal SIP Sabtu, (19-03-'05) Pemerintah akan terus melakukan terobosan agar birokrasi kita menjadi lebih efisien dan kondusif bagi kegiatan usaha. Upaya tersebut memang tidak mudah, tetapi pemerintah sudah bertekad terus menyederhanakan birokrasi ini. Demikian ditandaskan Wapres Jusuf Kalla saat berdialog dengan kalangan dunia usaha pada forum Rapimnas Kadin Indonesia di Jakarta, baru-baru ini. Kalla mengatakan, pemerintah yang baik harus menerapkan birokrasi yang mudah dan dapat dipenuhi oleh masyarakat umum dengan waktu relatif singkat. Selama ini, birokrasi yang tercipta di setiap instansi pemerintahan kita banyak yang menyalahi aturan sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economic). Karenanya, sistem birokrasi kita yang ada selama ini menjadi beban dan menghambat upaya peningkatan kinerja ekonomi nasional. (Suara Karya, 5/2/2005). Memang, seiring dengan semakin terintegrasinya ekonomi global, dunia usaha di setiap negara harus bisa mengantisipasi sistem yang sudah sangat terbuka, demokratis, dan mengusung iklim persaingan sempurna. Usaha yang menghasilkan produk dengan mutu baik, harga kompetitif, dan proses pendistribusian yang cepat niscaya menjadi pemenang di pasar. Sayangnya, upaya menuju ke arah itu sering terhambat oleh birokrasi kita melalui pelayanan publiknya dalam bentuk perizinan usaha yang berbelit-belit. Karena itu, logis bila pemerintah bertekad melakukan reformasi birokrasi seperti dilontarkan Wapres Jusuf Kalla di atas. Beberapa waktu lalu, saat membuka Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan III Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Kepala Lembaga Administrasi Negara, Anwar Suprijadi, juga menegaskan, reformasi birokrasi perlu dilakukan. Walaupun berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, tetapi pelayanan publik di Indonesia tetap amburadul. (Kompas, 21/5/2004). Agaknya bentuk reformasi birokrasi yang perlu ditempuh ialah menciptakan jiwa entrepreneurship tinggi pada birokrasi, yaitu kemampuan mencari cara baru guna memaksimalkan produktivitas dan efektivitas, terutama agar birokrasi dapat beradaptasi dengan era globalisasi yang berlangsung cepat seiring perkembangan teknologi yang kian canggih. Ini juga mengingat tuntutan publik yang makin kompleks dan kebutuhan pelayanan publik yang bertambah banyak. Dalam era otonomi daerah ini, reformasi birokrasi menemukan momentum yang lebih tepat. Dengan diberikannya kewenangan yang demikian luas beserta sumber pembiayaannya, daerah dituntut kreatif dan tidak bergantung kepada Pusat dalam menjalankan fungsinya. Sementara di lain pihak, tuntutan kebutuhan masyarakat yang harus dilayani birokrasi kian kompleks dan bertambah kuantitasnya, di samping tingkat kesadaran publik yang makin tinggi. Kondisi ini mengharuskan organisasi publik siap melakukan perubahan-perubahan fundamental organisasional untuk menuju good governance. Tantangan peningkatan kualitas pelayanan publik ini menjadi demikian urgen mengingat karakteristik warga masyarakat kita kini yang kritis dan relatif makmur. Daya kritis ini dipicu oleh kuantitas warga yang berpendidikan tinggi semakin banyak. Sementara itu kemakmuran status ekonomi warga mendorong terciptanya kebutuhan-kebutuhan pelayanan publik baru yang perlu diselenggarakan pemerintah, sehingga tuntutan publik atas pelayanan menjadi kian kompleks. Kompleksitas tuntutan pelayanan yang disertai tingginya daya kritis publik menjadikan posisi organisasi publik rentan kritik, sehingga dibutuhkan upaya antisipasi sedini mungkin untuk memuaskan publik selaku konsumennya. Dilihat dari perspektif historis, selama ini, tumbuhnya birokrasi sangat bersifat top-down dan menjadikan publik senantiasa menjadi objek kekuasaan. Ini terbukti dengan sebutan birokrasi sebagai "pangreh praja" (pemerintah masyarakat) yang kemudian berganti sebutan "pamong praja". Ketidakberpihakan birokrasi kepada publik ini tidak lepas dari awal kemunculan mereka yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah kolonial untuk mengeksploitasi publik. Kondisi ini berlanjut dan makin menjadi-jadi terutama pada kurun waktu rezim Orde Baru berkuasa. Kondisi objektif birokrasi yang demikian lama diwarnai oleh "kekuasaan atas publik", bukan "kekuasaan untuk publik", memerlukan waktu yang lama untuk bisa mengubah orientasinya tersebut. Selain itu, faktual secara kuantitas mesin birokrasi yang ada selalu terkesan gemuk dan tidak efisien. Ini dapat dilihat dari sedemikian banyaknya lembaga departemen ataupun nondepartemen atau dinas daerah yang dibentuk yang kerap tidak mempertimbangkan kebutuhan riil daerah. Bahkan ada beberapa departemen atau dinas daerah yang eksistensinya hanyalah untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu. Sebut, misalnya, jabatan Pembantu Gubernur atau Pembantu Bupati yang merupakan jabatan buangan yang tidak strategis dan diperuntukkan bagi person yang tidak dikehendaki elite tetapi bergolongan kepangkatan tinggi. Akibatnya, terjadi inefisiensi dan inefektivitas birokrasi. Kondisi itu jelas tidak menguntungkan pada saat kita dihadapkan dengan tuntutan global sekarang ini yang berputar serba cepat dan efisien. Karenanya perlu diupayakan revitalisasi birokrasi. Upaya optimalisasi kapasitas birokrasi itu dapat dibagi dalam 3 aspek, yaitu aspek kelembagaan, aspek sumber daya manusia (SDM), serta aspek manajemen organisasi dan finansial. Pada aspek kelembagaan, isu utama yang berkembang ialah keharusan melakukan restrukturisasi fungsi dan organisasi birokrasi yang secara riil besar menuju sebuah organisasi birokrasi yang smaller, faster and cheaper (kecil, cepat dan murah). Dalam perspektif manajemen, birokrasi modern yang diperlukan saat ini ialah yang secara fisik organisasional kecil tetapi secara kualitatif kapasitasnya besar, sehingga kualitas pelayanan publik yang diberikan akan makin baik sementara biaya yang terpakai dapat ditekan sedikit mungkin. Dengan begitu, rasionalisasi birokrasi, baik secara praktis maupun teoritis, sudah mendesak dilakukan dengan pertimbangan peningkatan efisiensi anggaran dan kualitas pelayanan publik. Pada aspek SDM, isu utamanya ialah upaya menciptakan SDM yang kompeten dalam bidangnya yang mencakup beberapa strategi, di antaranya rekrutmen atau pensiun dini, pengembangan pegawai dan peninjauan sistem jenjang karir. Sebagai indikator, kompetensi seorang birokrat meliputi beberapa kriteria: (1) Sensitif dan responsif terhadap peluang dan tantangan yang timbul di dalam pasar. (2) Tidak terpaku pada kegiatan rutin yang terkait dengan fungsi instrumental birokrasi, namun harus melakukan terobosan melalui pemikiran yang kreatif dan inovatif. (3) Memiliki wawasan futuristik dan sistemik. (4) Memiliki kemampuan mengantisipasi memperhitungkan dan memi-nimalkan risiko. (5) Jeli terhadap potensi sumber-sumber dan peluang baru. (6) Memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan sumber menjadi resource mix yang mempunyai produktivitas tinggi. (7) Memiliki kemampuan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia dengan menggeser kegiatan yang berproduktivitas rendah menuju yang tinggi . Dari tujuh kriteria itu bisa disarikan, kompetensi seorang birokrat adalah kemampuannya menjembatani antara negara dan masyarakat. Artinya, birokrasi harus mampu menyediakan pelayanan publik yang adil dan inklusif sebaik-baiknya, dan birokrasi harus memiliki kompetensi memberdayakan masyarakat sipil dengan menciptakan enabling social setting. Sementara itu kondisi riil birokrasi terlihat kuantitas PNS (pegawai negeri sipil) sudah berlebihan. Beberapa waktu lalu, hal itu memunculkan wacana pensiun dini bagi PNS, yang hingga kini tidak sempat direalisasikan karena banyak pertimbangan. Yang kemudian dipakai ialah menerapkan kebijakan zero-growth dalam rekrutmen PNS, yang tentunya akan dapat mengurangi jumlah PNS dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Tetapi, kini, reformasi birokrasi sudah sangat urgen dilakukan. Alangkah lebih baiknya bila kebijakan pensiun dini ini dapat diterapkan untuk kasus-kasus khusus yang berkaitan pelanggaran disiplin pegawai, baik dalam bentuk kasus asusila, perjudian maupun tindakan kriminal lainnya yang dilakukan oknum PNS. Keuntungannya, di satu pihak mengurangi kuantitas PNS, di lain pihak bisa memacu kinerja dan menjaga disiplin PNS yang ada. Dalam kaitan pengembangan pegawai, langkah strategis yang perlu ditempuh ialah menyediakan peluang sebesar-besarnya bagi pegawai yang potensial untuk melanjutkan studi dalam bidang yang menunjang fungsinya masing-masing, baik di perguruan tinggi (PT) dalam negeri maupun luar negeri. Tentunya pemberian kesempatan ini disertai dengan kontrak dan masa depan yang jelas bagi peserta. Keputusan pemilihan bidang studi hendaknya diterapkan strategi diversifikasi bidang studi maupun perguruan tingginya, yaitu tidak terpancang pada satu bidang saja atau satu PT saja melainkan harus multibidang dan bervariasi PT, sehingga bisa saling menunjang dan mengembangkan wacana yang beragam di lingkungan birokrasi. Kebiasaan selama ini adalah terkonsentrasi pada satu bidang dan pada satu PT, akibatnya tidak ada perkembangan wacana yang lain sehingga cenderung stagnan. Sedangkan dalam kaitan jenjang karir yang selama ini masih dianut, memang sukar diubah tanpa ada perubahan di Pusat. Banyak keluhan berkaitan dengan sistem karir ini karena bila hanya berdasarkan senioritas maka kualitas pejabat struktural yang ada acapkali tidak memuaskan. Karenanya, daerah dapat melakukan terobosan yang kiranya bisa memacu prestasi person dalam birokrasi dan mengurangi keresahan di level staf tersebut dengan tidak meninggalkan prinsip senioritas tetapi menjunjung tinggi prinsip the right man in the right place. Untuk aspek manajemen organisasi perlu dilakukan perubahan organisasional mendasar. Selain birokrasi harus memiliki jiwa entrepreneurship yang tinggi, perlu pula dirubah penekanan dari top-down approach ke pendekatan yang lebih berorientasi kepada kepentingan publik. Sementara untuk aspek finansial perlu dilakukan penggalian sumber dana yang tidak memberatkan masyarakat, yaitu melalui partnership dengan pihak swasta, selain dengan menekan kebocoran pengeluaran. Tetapi, akhirnya penting dicatat, semua strategi itu hanya bisa diimplementasikan bila ada political will elite daerah yang berkuasa, mengingat adanya kepentingan yang berbeda-beda pada level elite daerah. Memang idealnya, elite harus bisa menyesuaikan kepentingan yang berbeda itu dengan tetap pada satu komitmen, yaitu keberpihakan kepada masyarakat banyak. Semoga cepat disadari! *** (Penulis adalah pengamat sosial politik, alumnus UGM, Direktur Institute for Democracy and Society Empowerment, Yogyakarta). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **