TANGGAPAN SEPUTAR ISLAH KONFLIK sosial dan politik yang berkepanjangan akan berdampak pada jatuhnya martabat bangsa dan negara. Pasca Orde Baru ini, pada hakikatnya seluruh lapisan masyarakat mendambakan agar konflik-konflik di tingkat elite politik maupun konflik antar masyarakat dapat segera diakhiri dan diselesaikan dengan baik. Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia memiliki posisi tersendiri dalam memberikan tuntunan maupun mengembangkan budaya penyelesaian konflik dengan cara-cara yang terhormat dan bermartabat. Salah satu konsep yang diajarkan Islam ia1ah konsep moral agar mereka yang berselisih menyelesaikannya dengan islah. Yaitu merekat kembali tali silatutahmi, saling memaafkan, dan memusyawarahkan apa-apa yang bisa dilakukan bersama. Konsep inilah yang diperkenalkan dan dijadikan landasan moral oleh kelompok Islah Kasus Lampung. Niat mereka itu dapat dipandang sangat mulia karena bukan saja ingin menyelesaikan konflik yang pernah mereka alami, melainkan juga seka1igus dapat menyumbang bagi penciptaan iklim Sosial yang rukun dan damai dalam masyarakat Indonesia yang sedang. bergejolak sekarang ini. Akan tetapi, memasyarakatkan konsep islah bukanlah hal yang mudah. Apalagi di tengah-tengah kusutnya isu penegakan dan pengadilan HAM sebagai cara yang dianggap terpenting sekarang ini. Ada misalnya yang menyesalkan sikap memaafkan dari anggota masyarakat. Dikatakannya hal itu sebagai hak individu. Namun bukan berarti pemerintah berdiam diri. Negara wajib menuntut Kedudukan hukum harus dikedepankan karena telah terjadi pelanggaran. Bagi orang seperti itu pendekatan hukum dianggap yang terpenting. Tetapi bagi Arifin, mantan tahanan politik kasus Talangsari, lain lagi. Arifin mengatakan, yang penting ialah pembebasan teman-temannya yang masih dipenjara, dibantu memperoleh pekerjaan dan santunan pada keluarga-keluarga korban yang membutuhkan. Tentang pilihan Islah, Arifin mengatakan: "Kami telah bertemu langsung dengan Pak Hendro (mantan Danrem Lampung). Dengan dia kami saling memaafkan. Kami memilih hukum penyelesaian dengan cara Islam yakni islah yang tidak saling melakukan penuntutan. Apalagi saling balas dendam yang dilarang agama Islam". Arifin mengakui kenangan pahit atas kejadian Talangsari. Anak dan istrinya ikut meninggal dalam peristiwa itu. "Kalau mengikuti hukum kafir, maka kehendak hati maunya berontak. Tetapi saya meyakini, sampai kiamat pun keadilan. dan penegakan hukum tidak pemah tercapai selama masih menggunakan hukum thaghut buatan manusia," katanya. (Lampung Pos, 5 September 1998). Isu HAM yang baru muncul sekarang tentunya sangat sulit dan boleh jadi tidak tepat untuk mengukur iklim politik masa lalu yang bernuansa politik kekerasan. Kasus Lampung sebagai kasus masa lalu bisa sangat "empuk" dijadikan sasaran tembak atas nama penegakan HAM. Namun siapakah yang diuntungkan melalui isu itu, sungguh sesuatu yang perlu dicermati. Justru pihak-pihak yang terlibat langsung kejadian Talangsari merasa perlu menempuh jalan lain yaitu islah, bukan pendekatan hukum. Mereka menggugat LSM. tanggapan seputar islah ke mana saja mereka selama ini, kok tiba-tiba sekarang baru muncul sebagai pembela Warsidi dan kasusnya? Apa dulu mereka pernah peduli terhadap jamaah Warsidi yang terlunta-lunta, yang menjadi janda, yang kehilangan usaha, yang meringkuk dalam penjara dan lain-lain. Mengapa baru sekarang ingin bertindak seperti pejuang dan seolah-olah kasus ini menjadi penting di mata mereka?" kata Sudarsono. Menurut Sudarsono, buat apa mengungkap masa lalu jika ujung-ujungnya tidak memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan pelaku/korban peristiwa itu sendiri tanggapan seputar islah Kami muak dengan cara-cara LSM tertentu yang hanya cari muka di depan penyandang dana internasional untuk mengobok-obok Indonesia atas nama HAM", tegasnya. Sudarsono dan mantan napol lainnya berharap sikap arif dan gentleman yang telah dilakukan Hendropriyono terhadap kasus Lampung melalui pendekatan bantuan kegiatan usaha/ekonomi dapat dilakukan oleh para pembesar lainnya agar para korban politik masa lalu tidak dijadikan obyek komoditas politik kelompok tertentu yang ujung-ujungnya tidak untuk kemanfaatan para korban dan keluarganya. (Republika, 10 September 1998). Banyak orang memang meragukan siapa yang diuntungkan dengan usaha-usaha pengungkapan seperti yang dimaui mereka yang gandrung isu hak-hak asasi manusia (HAM). Lebih jauh berikut ini penjelasan, sikap dan pembelaan para mantan narapidana kasus GPK Warsidi tentang Islah yang mereka lakukan serta tanggapan masyarakat luas.
Attachment:
tanggapan8.gif
Description: GIF image
Attachment:
sempal.gif
Description: GIF image
Attachment:
sikap.gif
Description: GIF image
Attachment:
tanggapan1.gif
Description: GIF image
Attachment:
tanggapan2.gif
Description: GIF image
Attachment:
tanggapan3.gif
Description: GIF image
Attachment:
tanggapan4.gif
Description: GIF image
Attachment:
tanggapan5.gif
Description: GIF image
Attachment:
tanggapan7.gif
Description: GIF image
Attachment:
catatan.gif
Description: GIF image