** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **MEDIA INDONESIA Senin, 28 November 2005 Penguasa (Sepatutnya) tidak Berbisnis MEMASUKI tahun kedua pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, Indonesia lebih diwarnai wacana politik ketimbang ekonomi. Padahal, siapa pun tahu, masalah ekonomi jauh lebih besar yang menjadi tantangan objektif pemerintah yang harus cepat ditangani. Tercatat beberapa wacana politik yang muncul mulai dari reshuffle kabinet yang kencang disuarakan elite Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menginginkan perombakan kabinet sembari meminta jatah posisi Jaksa Agung, 'evaluasi kabinet' versi Presiden Yudhoyono, pembahasan RUU Pemerintahan Aceh, pilkada Irian Jaya Barat, dan tentu saja 'reposisi' Golkar dan PKS. Hulu sekaligus muara dari semua isu tersebut adalah kekuasaan. Oleh karena itu, menarik pernyataan yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang term dwifungsi politisi-pengusaha. Terminologi dwifungsi politisi-pengusaha yang dinyatakan oleh Presiden mengenai dua sasaran, politisi dan pengusaha. Politikus yang karena jabatan, pengikut dan pengaruhnya menjadi pengusaha, atau pengusaha yang karena uang dan pengaruhnya menjadi politikus. Presiden dalam hal ini tidak memandang dirinya sebagai politikus karena dua hal; pertama bukan berlatar belakang partai politik tapi militer, kedua sekalipun duduk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tidak cukup 'kental politik'. Image building bahwa Yudhoyono--bukan politikus-- cukup menguntungkan ketika berhadapan dengan partai politik dan politikusnya di tengah citra mereka yang sedang terpuruk saat ini. Oleh karena itu, 'serangan politik' Presiden kepada pengusaha yang sedang menduduki jabatan politik, baik sebagai menteri kabinet maupun anggota DPR menjadi political game babak berikutnya. Apakah keinginan Presiden Yudhoyono untuk melenyapkan oligarki ekonomi merupakan kebijakan demokratis yang berpihak pada kepentingan publik atau semata-mata instrumen untuk mengurangi kekuatan politik kelompok lain? *** Dalam struktur kekuatan politik Indonesia setidaknya ada empat pilar utama; presiden (pemerintahan/birokrasi), parlemen (manifestasi kekuatan partai politik), pengusaha (modal), dan militer. Sebuah rezim otoritarian akan terbentuk jika empat pilar ini dapat disatukan dalam satu tangan. Presiden Soeharto berhasil melakukan monopoli kekuasaan tersebut hingga dapat bertahan selama 32 tahun. Pada saat keempatnya lepas atau terpecah belah, rezim tersebut pun tumbang. Di pengujung kekuasaannya Presiden Soeharto menghadapi bubarnya kabinet karena sebagian besar menteri mengundurkan diri, DPR menarik diri dan memintanya mundur, para pengusaha melarikan uang ke luar negeri, dan militer terbelah dalam konflik internal. Dari perspektif tersebut kita dapat menganalisis kekuatan pemerintah sekarang. Presiden Yudhoyono, karena latar belakang kariernya, akan mudah mendapat dukungan dari TNI. Presiden juga mengendalikan sebagian besar pos kabinet, menetapkan seluruh pejabat eselon satu kementerian dan lembaga pemerintah nondepartemen, dan seluruh direksi BUMN. Presiden telah mengendalikan dua pilar utama. Dua pilar lainnya dikendalikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Karena latar belakangnya sebagai pengusaha, Kalla punya dukungan kuat dari dunia usaha (pemodal), dan dalam posisi sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Kalla mengendalikan Fraksi Golkar di DPR dan jajaran partai yang mendominasi eksekutif dan legislatif di daerah. Jadi, Kalla mengendalikan dua pilar terakhir. Koalisi Yudhoyono-Kalla sesungguhnya mencerminkan koalisi empat pilar kekuatan politik yang sekarang menghadapi wacana baru tersebut. Jika Presiden Yudhoyono menginginkan penghilangan dwifungsi politisi-pengusaha, Kalla menginginkan pegawai negeri sipil dapat menjadi anggota partai politik. Inilah yang saya maksudkan sebagai babak baru political game di tengah permasalahan ekonomi yang semakin menumpuk. Kriteria Dalam kamus politik Indonesia, sebutan politikus mengacu pada seseorang yang aktif berpartai terlebih sedang duduk sebagai anggota legislatif (DPR/DPRD). Ketika duduk di jabatan eksekutif (presiden, menteri, kepala daerah) biasanya disebut sebagai pejabat (penguasa). Jadi, politikus dibagi dua kategori; pertama sedang menjadi penguasa atau menjadi anggota parlemen, dan kedua hanya duduk sebagai pengurus partai politik. Untuk kategori pertama, peluang untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan relatif besar karena ada monopoli otoritas di tangannya. Memiliki otoritas politik-formal sekaligus otoritas korporasi yang dipimpinnya. Problem krusial potensial pada saat perumusan kebijakan publik atau undang-undang yang bersentuhan dengan kepentingan ekonomi sang pejabat tersebut. Pada kategori ini perlu aturan yang tegas memisahkan peran ganda tersebut. Seorang pengusaha yang sedang menjabat (berkuasa) dikenakan aturan untuk tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi/bisnis agar tidak mencederai fungsi pemerintahan yang sedang diembannya. Conflict of interest bisa dihindari. Sedangkan bagi politikus-di luar kekuasaan--aturan tersebut tidak relevan diterapkan. Tidak ada otoritas politik yang dapat disalahgunakan seketika, karena pengaruh politikus ini hanya bisa memengaruhi proses-proses politik formal tersebut dari pinggir ring kekuasaan. Jika instruksi presiden (inpres) yang dikeluarkan nanti menyamaratakan semua politikus, bisa diduga bahwa ini serangan politik menjadi kenyataan. Bukan hanya Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla dan Wakil Ketua Umum Agung Laksono yang terkena. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Sutrisno Bachir yang berlatar belakang pengusaha akan menjadi sasaran. Oleh karena itu, aturan legal setingkat inpres tidak cukup untuk melenyapkan oligarki ekonomi. Jika dipaksakan akan dipahami sebagai 'serangan politik' oleh sang Presiden untuk mengimbangi kekuatan politik lainnya. Cara yang paling elegan adalah amendemen UU Anti-KKN dengan ditambah klausul khusus tentang penguasa/pejabat yang merangkap sebagai pengusaha/pebisnis. Kemungkinan Ada beberapa kemungkinan jika semua politikus dilarang berbisnis. Pertama, semakin meningkatnya 'negara bayangan'. Negara bayangan adalah kekuatan lain di luar negara yang mengendalikan seluruh proses pengambilan kebijakan negara. Negara tak lebih sebagai instrumen dan ekspresi dari kepentingan kekuatan tersebut. Proses-proses politik resmi sesungguhnya tidak berfungsi karena sudah 'dibajak' oleh kekuatan politik tertentu. Politikus akan kehilangan sumber daya ekonomi yang signifikan dan jatuh ke tangan-tangan--tuan ekonomi--yang semakin besar tersebut. Daya tawar politikus semakin kecil karena kecilnya modal ekonomi yang dimiliki. Akibatnya, kebijakan publik lebih mengabdi pada kepentingan ekonomi. Lambat laun, negara bayangan ini akan bekerja di balik--negara resmi--yang sehari-hari dikendalikan oleh politikus yang sedang menjabat. Kedua, proses transfer ekonomi ini berakibat pada yang lain. Politikus akan berubah menjadi 'pemeras politik'. Dengan kendali atas massa dan struktur partai yang dimiliki menjadi alat tawar untuk mengambil keuntungan ekonomi. Mereka kehilangan sumber daya ekonomi yang dapat menopangnya. Ketiga, dalam jangka panjang akan menghancurkan partai politik. Setelah birokrasi tidak lagi boleh berpartai, tinggal kelompok swasta yang dapat memasuki partai politik. Jika kaum pengusaha (swasta) juga dilarang menjadi politikus, tidak ada yang tersisa bagi partai politik. Pada titik ini akan muncul partai politik 'gelandangan' yang tidak punya apa-apa. Bagi sebagian pengusaha, politik adalah jalan untuk mendesakkan kepentingannya. Namun, jika dihadapkan pada pilihan tidak boleh berpartai, pengusaha lebih senang dekat dengan pemerintah (politikus yang sedang menjabat) ketimbang pada partai politik yang berada di luar kekuasaan. Peluang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh penguasa yang sekaligus pengusaha memang relatif besar terutama kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Jika tidak dapat dikendalikan, kemungkinan besar oligarki ekonomi akan terbentuk dan semakin besar KKN-nya. Pada titik ini, Presiden Yudhoyono benar untuk mendistribusikan sumber daya ekonomi secara adil kepada rakyat. Jika hanya melalui inpres, Presiden akan dituduh melakukan konsolidasi kekuasaan di mana transfer dukungan pemodal (pengusaha) dan politikus (parlemen/menteri/kepala daerah) yang ingin dicapai. Yang terakhir ini cukup masuk akal mengingat kecilnya kursi DPR yang dimiliki oleh Partai Demokrat dan tiga partai pendukung utamanya sejak pilihan presiden. Para pengusaha yang tidak berpartai/berkuasa punya kemungkinan mudah untuk 'dikendalikan' karena kebutuhan akan patronase politik di masa depan. Nasib inpres akan semakin tidak jelas karena sikap Golkar-menjadi partai pendukung pemerintah (in-group). Artinya, dukungan Partai Golkar tidak gratis. Sebagai imbalan, jika Presiden Yudhoyono memberi tambahan kursi kabinet tanpa diimbangi dukungan partai politik lain, Golkar akan meningkat menjadi partai berkuasa (the ruling party) yang sesungguhnya. Presiden harus hati-hati dalam mengatur dwifungsi ini. Bertambah kuat dengan dukungan semakin besar atau terjebak dalam pengucilan politik dari kalangan elite-oligarkis. Jadi politikus boleh saja berbisnis, tapi saat berkuasa sudah sepatutnya meninggalkan bisnisnya. (Marbawi/Litbang Media Group). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **