** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **MEDIA INDONESIA Sabtu, 26 November 2005 Mimpi Buruk Perempuan PENGANTAR Kemarin, masyarakat dunia memperingati Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Namun, di Indonesia, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan masih terus saja terjadi. Sistem budaya masih jadi kendala. MIMPI buruk menghinggapi Hartini setelah pernikahannya dengan Deni memasuki tahun keempat. Suaminya kini berubah. "Waktu pacaran dia adalah sosok pria yang lemah lembut. Tetapi, kini dia sering memarahi saya. Selalu membentak kalau dirinya merasa tidak dilayani," ujarnya. Kelembutan yang ditunjukkan Deni selama mereka masih berpacaran kini tidak ada lagi. Yang ada, setiap hari Hartini selalu merasa tertekan karena ulah kasar sang suami. Namun, perempuan itu tidak mampu berbuat apa-apa. Dia hanya bisa mencoba memaklumi kondisi suami. "Yah, mungkin Mas Deni stres dengan pekerjaannya. Perusahaannya memang sedang di ambang kebangkrutan," ungkap Hartini. Hampir sama dengan apa yang dialami Hartini, Yuli yang sudah menikah selama bertahun-tahun juga belakangan harus sering mengelus dada menerima perlakuan suaminya. Sang suami, mantan direktur sebuah perusahaan, belakangan sering bertindak kasar. Walaupun tidak sampai dikasari secara fisik, mendengar bentakan dan teriakan suaminya saja Yuli jadi ketakutan. "Sekarang suami saya sering marah dan teriak-teriak. Mendengar teriakannya, saya sering terkaget-kaget," ujarnya. Tetapi, lagi-lagi, Yuli hanya bisa mencoba menerima perlakuan suaminya. Dia menganggap kebiasaan suaminya sebagai dampak masa pascapensiun. Kedua perempuan itu tidak menyadari sesungguhnya mereka telah mengalami kekerasan. Dan mereka menerima semua itu sebagai kodrat seorang istri, seorang perempuan. Yang harus lembut, sabar, dan selalu mengalah. Padahal, seperti diungkapkan Yulfita Rahardjo dalam buku Sumber untuk Advokasi Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi, Gender, dan Pembangunan Kependudukan yang diterbitkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan The United Nations Population Fund, fenomena kekerasan terhadap kaum perempuan sebenarnya berbasis pada adanya diskriminasi kekuasaan. Ada beberapa asumsi yang mengatakan kekerasan terhadap perempuan sebenarnya terjadi karena adanya sistem budaya patriarkat, interpretasi agama, dan kekeliruan pengaruh fedodalisme maupun kehidupan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak adil bagi perempuan. "Hal-hal itu yang menyebabkan perempuan masih menganggap sesuatu yang biasa ketika dia dianiaya, direndahkan, atau diabaikan hak-haknya oleh suaminya," ujar Kiki Widyasari, aktivis perempuan yang ikut bergiat mendesak pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), setahun silam. Sistem budaya Dalam kaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, terutama di lingkungan keluarga, Indonesia sesungguhnya sudah memiliki undang-undang (UU) mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang tertuang dalam UU No 23/2004. Dalam UU itu diatur untuk kekerasan dalam rumah tangga ada sanksi pidana, di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, diatur bentuk-bentuk kekerasan yang masuk KDRT, seperti kekerasan terhadap fisik, seksual, dan psikologis. Termasuk apabila suami terinfeksi HIV/AIDS dan tidak menceritakan kepada istri atau pasangannya, kemudian tetap saja menggauli istrinya, dianggap sebagai bagian dari kekerasan seksual terhadap perempuan. Sebab, istri atau pasangannya akan terinfeksi dan menularkan kepada anaknya. Tetapi, kendati UU tersebut telah disahkan selama setahun, berdasarkan pantauan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) masih banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan di dalam keluarga. Salah satu faktor penyebabnya, terlalu banyak beda persepsi antarpenegak hukum menyangkut bentuk kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, sistem budaya akhirnya menyebabkan penerapan UU tersebut terhambat. Perempuan korban KDRT jarang yang menjalankan proses hukum sampai tuntas. Masih banyak perkara yang ditarik kembali, setelah mulai diproses polisi. Akibatnya, persentase perkara KDRT yang sampai ke meja persidangan sangat kecil bila dibandingkan dengan total kasus KDRT yang terjadi di masyarakat. Dari data lembaga bantuan hukum khusus perempuan dan HAM LBH APIK, dari 300 aduan yang diajukan, hanya lima aduan yang terus diproses sampai ke pengadilan. Sisanya ditarik kembali oleh pelapor. "Pada kenyataannya demikian. Pencabutan aduan ini memang dilatarbelakangi budaya masyarakat. Ini persoalan rumah tangga, aib bagi perempuan untuk mengungkapkan peristiwa yang terjadi di dalam rumah tangganya. Maka, perempuan memilih diam dan memendam dalam semua persoalan agar tidak mencuat keluar," kata Ketua Sub Komisi Pemulihan Korban Kekerasan pada Perempuan Komnas Perempuan Myra Diarsi. Dan tidak dapat dimungkiri, saat ini masih banyak perempuan yang merasa bersalah ketika melaporkan suami yang telah dianggapnya mengabaikan atau melanggar hak-haknya. Bahkan, banyak yang malu sehingga mendiamkan saja kekerasan terus terjadi pada dirinya. "Ini yang harus disadarkan terus melalui berbagai kampanye," ungkap Kemala. (Siswantini Suryandari/Eri Anugerah/H-1). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today! http://us.click.yahoo.com/LeSULA/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **