[nasional_list] [ppiindia] Korban Kekerasan: Malu Melapor, karena Aib

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 26 Nov 2005 01:25:19 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **MEDIA INDONESIA
Sabtu, 26 November 2005



Korban Kekerasan: Malu Melapor, karena Aib



PEREMPUAN harus berani melaporkan atas kekerasan yang dialaminya. Itulah ajakan 
kaum feminis ketika melihat mitranya mengalami persoalan. Namun tradisi 
melaporkan peristiwa yang menimpa para korban kekerasan kepada polisi tergolong 
sedikit. Apalagi bagi perempuan Indonesia, kekerasan yang dialaminya masih 
dianggap aib atau tabu.

Tidaklah heran, jumlah pengaduan ke polisi masih sedikit dari jumlah kasus 
kekerasan sebenarnya. Bahkan tidak sedikit pula, para korban kekerasan mencabut 
kembali pengaduannya.

Misalnya, Dian, ibu satu anak yang telah satu tahun ditelantarkan suaminya. Dia 
telah mencabut pengaduannya. Alasannya, karena tidak tahu-menahu adanya UU No 
23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

''Saya tidak tahu UU tersebut bertujuan melindungi perempuan yang ditelantarkan 
seperti saya ini. Saya sendiri tidak tahu harus mengadu ke mana. Saya ke Komnas 
Perempuan setelah diajak teman,'' kata Dian yang kini harus mencari nafkah 
sendiri untuk menghidupi anaknya yang berusia 1 tahun.

Demikian juga kisah pilu dari Hartini yang mendapat siksaan fisik dari 
suaminya. Kendati telah menjadi korban, dia tak kunjung pula melaporkan 
kejadian tersebut kepada keluarga terdekat. Hartini lebih memilih memendam rasa 
sakit itu sendiri.

''Saya tidak pantas melaporkan apa yang dilakukan suami saya karena aib. Urusan 
rumah tangga diketahui orang banyak tidaklah pantas. Saya punya anak. Kasihan 
nanti anak-anak diejek teman-temannya,'' kata Hartini.

Namun ketika kekerasan mulai menimpanya secara terus-menerus, Hartini mulai 
berpikir untuk menceritakan kepada tetangganya. ''Saya tahu ada tempat 
pengaduan juga dari tetangga. Memang saya tidak pernah berorganisasi atau 
melakukan kegiatan di luar. Tidak ada waktu. Semua tersita pada urusan rumah 
tangga,'' kata ibu beranak dua ini.

Bekas luka pukulan atau tendangan masih menghias tubuh dan wajahnya. Ia kini 
tinggal di sebuah rumah singgah bersama anak-anaknya karena merasa tidak nyaman 
di rumah. Kepergian Hartini ke rumah singgah ini setelah ia berani melaporkan 
peristiwa yang dialaminya.

Dua contoh di atas merupakan sepenggal kecil kisah perempuan yang berani 
menyuarakan ketidakadilan dan perlakuan kasar yang dialaminya. Masih banyak 
perempuan lain tidak berani menyuarakan atau melaporkan apa yang dialaminya. 
Selain tradisi di sekitarnya yang menganggap aib, juga keterbatasan perempuan 
mengetahui adanya layanan atau konseling pemulihan korban kekerasan.

Ketua Sub Komisi Pemulihan Korban Kekerasan Komnas Perempuan, Mira Diarsi, 
mengatakan perempuan korban kekerasan berhak atas layanan terpadu. ''Saat ini 
di rumah sakit kepolisian telah tersedia layanan terpadu untuk perempuan korban 
kekerasan. Layanan terpadu itu meliputi dokter, psikososial, dan polisi. Dahulu 
bila ada pelaporan maka korban datang ke tiga tempat berbeda. Sekarang cukup 
satu layanan saja,'' kata Mira.

Dengan kemudahan layanan tersebut, perempuan korban kekerasan akan memiliki 
bukti laporan lengkap untuk memprosesnya ke pengadilan. ''Bila di daerahnya 
tidak memiliki layanan terpadu bisa dirujuk di tempat terdekat,'' ungkapnya.

Saat ini terdapat 237 unit pelayanan terpadu untuk korban kekerasan perempuan 
di kepolisian seluruh Indonesia. Dengan demikian, perempuan korban kekerasan 
langsung mendapatkan layanan terpadu.

Kunthi Tridewiyanti anggota Convention Watch menilai sikap perempuan yang 
melaporkan kepada polisi merupakan langkah maju. ''Harus dihargai sudah ada 
keberanian melaporkan tindak kekerasan terhadap dirinya kepada kepolisian. 
Apalagi di tengah budaya patriarkat seperti sekarang ini,'' ungkapnya. (Nda/H-4

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/cRr2eB/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Korban Kekerasan: Malu Melapor, karena Aib