[nasional_list] [ppiindia] Menyoroti Kor(u)ps(i) Baju Coklat

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 9 Nov 2005 00:18:15 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA
Selasa, 08 Nopember 2005


Menyoroti Kor(u)ps(i) Baju Coklat 

Marwan Mas
Dosen Fakultas Hukum Universitas 45 Makassar, Kandidat Doktor Ilmu Hukum


Kepolisian Republik Indonesia (Polri) belakangan ini terus diuji citranya 
akibat diterpa berbagai kasus penyuapan dan korupsi. Kasus terus bermunculan 
seperti tidak ada habisnya. Belum tuntas satu kasus, muncul kasus baru. Tapi 
seolah anggota Polri kebal hukum, karena belum satupun kasus besar yang 
melibatkan petinggi Polri atau yang berpangkat tinggi sampai ke pengadilan.

Publik masih ingat kasus dugaan korupsi proyek pengadaan jaringan radio dan 
alat komunikasi sebesar Rp 60,2 miliar atas laporan Blora Center. Kasus itu 
tidak terdengar lagi. Kasus rekening 15 oknum perwira Polri yang ditemukan 
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diduga tidak 
wajar-- juga belum ketahuan hasilnya. Dana tidak wajar itu diduga diperoleh 
karena menyalahgunakan kewenangan saat menduduki jabatan 'basah'.

Kasus yang juga ramai digunjingkan publik adalah pelepasan kapal penyelundup 
bahan bakar minyak (BBM) di Jawa Timur. Dalam kasus ini, Kasat Polairud Polda 
Jatim, Kombes Toni Suhartono, dicopot dari jabatannya, pertengahan September 
lalu karena melepas kapal itu, yang katanya atas perintah Inspektur Pengawasan 
Umum (Irwasum) Polri, Komjen Polisi Binarto.

Kasus lain yang tidak kalah menghebohkan adalah dugaan suap dalam penyidikan 
pembobolan dana Bank Negara Indonesia (BNI) yang disebut-sebut melibatkan 
mantan Kepala Polri, Jenderal Da'I Bachtiar. Kasus ini bermula saat Adrian 
Herling Waworuntu, pembobol BNI sebesar Rp 1,3 triliun, ditangguhkan 
penahanannya oleh penyidik Polri. Saat penangguhan penahanan itulah Adrian 
kabur ke Amerika Serikat, sekitar Oktober 2004. Memang Adrian telah dijatuhi 
pidana penjara seumur hidup, tetapi misteri di balik pelariannya menyisakan 
persoalan yang terus disoroti publik. 

Sudah hancurkah reputasi Polri? Jawabnya bisa beragam. Tetapi secara logika, 
''gaya hidup mewah'' sebagian besar pejabat Polri yang jelas-jelas tidak 
sebanding dengan gaji dan tunjangan resmi yang diterima setiap bulan, dapat 
dipertanyakan. Sebuah fenomena yang amat kontroversi dengan kehidupan sederhana 
sebagian besar aparat kepolisian yang berpangkat menengah dan rendahan, 
terlebih yang tidak menduduki jabatan 'basah'. Padahal cukup banyak anggota 
Polri yang baik, jujur, dan berotak cemerlang tetapi tidak mendapat kesempatan 
menduduki jabatan penting. 

Saat ini Komisaris Besar (Kombes) Irman Santoso tengah diproses karena diduga 
menerima suap dan penyalahgunaan jabatan saat menyidik Adrian. Dalam berita 
acara pemeriksaan tanggal 17 Oktober 2005, Irman, mantan Kepala Unit II Ekonomi 
Khusus Polri, itu, menyebut adanya dugaan keterlibatan mantan Kepala Polri, 
Da'i Bachtiar dan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal, Komisaris Jenderal 
(Purnawirawan) Erwin Mappaseng. Irwan menyebut kedua mantan petinggi Polri itu 
menerima uang dari mantan Direktur Kepatuhan BNI, Mohammad Arsjad sebesar Rp 2 
miliar dan separuhnya diteruskan kepada Da'i. Hal ini memang masih perlu 
dibuktikan. 

Pada akhirnya, mantan Direktorat Reserse Ekonomi Khusus, Brigjen Samuel Ismoko, 
juga diproses dan telah dikenakan penahanan. Irman Santoso, Samuel Ismoko, dan 
17 anggotanya diduga menerima suap dari Adrian melalui Rudy Sutopo sebesar Rp 
500 juta. Bahkan, Ismoko disebut-sebut menerima uang 20 juta dolar AS dari 
terdakwa Adrian sebagai 'uang saku' perjalanan dinas ke Bangkok, Thailand, pada 
Desember 2003.

Ismoko sebetulnya telah diadili oleh Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian, tahun 
lalu, dan dihukum tidak boleh menjabat sebagai penyidik selama satu tahun. 
Ismoko dinilai terbukti melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian dengan tidak 
memenuhi prosedur tugas dan wewenang yang diberikan saat menyidik Adrian. 
Penyidangan anggota/pejabat Polri oleh Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian, 
diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara 
Republik Indonesia.

Dalam skandal penanganan kasus BNI, semua pejabat yang terindikasi terlibat 
menyatakan akan blak-blakan dan mengungkap siapun petinggi Polri yang terlibat 
karena tidak ingin dikorbankan begitu saja. Semoga tekad untuk bicara 
blak-blakan oleh oknum Polri yang diproses, betul-betul ''membuka tabir korupsi 
di tubuh Polri''. Akankah kasus ini akan sampai ke pengadilan, atau lagi-lagi 
menguap karena melibatkan petinggi Polri? 

Lindungi institusi?
Selama tujuh tahun perjalanan reformasi, para koruptor kakap yang sudah 
dijadikan tersangka seperti pada dugaan korupsi dana BLBI, belum merasakan 
dinginnya tembok penjara. Pemberantasan korupsi yang dijanjikan Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono (SBY) untuk dipimpin sendiri, masih terkesan ''seremoni''. 
Lebih banyak melempar wacana tanpa ditunjang aksi konkret di lapangan.

Akibatnya, praktik korupsi terus berlanjut akibat kaidah hukum yang mestinya 
dijadikan instrumen untuk mencegah dan membasmi korupsi seenaknya dipermainkan. 
Salah satu aspek yang acapkali diakali adalah berlindung di balik kewenangan 
dan prosedur hukum untuk melepaskan tersangka. Bukan rahasia lagi, kasus-kasus 
korupsi dan penyimpangan yang melibatkan anggota Polri --terlebih menyangkut 
petinggi atau yang berpangkat tinggi-- dan ditangani sendiri oleh sesama 
anggota Polri, amat langka yang berlanjut ke pengadilan. Lebih sering 
diselesaikan secara internal dan berakhir pada pelanggaran kode etik polisi 
semata. Padahal, meraih kembali citra Polri mestinya dimulai dari pembersihan 
ke dalam.

Rakyat berharap agar berbagai kasus pelanggaran anggota Polri tidak sekadar 
dinilai pelanggaran kode etik profesi. Sebab yang namanya pelanggaran kode etik 
profesi tidak akan pernah berujung pada sanksi pidana. Paling banter dikenakan 
tindakan administrasi. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena 
selain akan semakin menjatuhkan citra dan wibawa, juga melemahkan integritas 
anggota Polri lain yang punya komitmen. Polri di bawah Jenderal Sutanto, 
pilihan Presiden SBY, perlu memulai langkah baru dengan menghindarkan diri dari 
kesan menerapkan asas impunitas untuk melindungi sesama anggota korps dalam 
berbagai penyelewengan.

Selama ini Polri sering dituding melindungi anggotanya yang tidak serius 
menangani kasus-kasus korupsi, illegal logging, narkoba, dan perjudian. 
Keanehan proses hukum kasus-kasus berskala besar yang menjadi perhatian publik 
di tubuh Polri, bukan lagi sekadar menyangkut oknum, melainkan Polri sebagai 
institusi. Untuk itu, Kepala Polri mestinya memulai ''tradisi baru'' untuk 
memihak dan menghargai anggota Polri yang bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan 
berotak cemerlang.

Rakyat berharap agar pengungkapan berbagai kasus yang menimpa anggota atau 
petinggi Polri, tidak 'panas-panas tahi ayam' seperti selama ini. Bila tidak 
lagi dikontrol publik atau pers, kasusnya menguap tidak ketahuan rimbanya. 
Harus lebih serius, karena akan menjadi salah satu ujian bagi Kepala Polri yang 
setelah pelantikannya berkomitmen membersihkan jajarannya. Sayang kalau 
pengungkapan terkesan melambat, bahkan hilang begitu saja, manakala suatu kasus 
terbentur pada polisi berpangkat tinggi. 

Berkaca pada pengalaman sebelumnya, masih minim keseriusan untuk betul-betul 
mengungkap berbagai kasus korupsi dan penyelewengan di tubuh Polri. Sinyalemen 
yang berkembang adanya semangat membela institusi (esprit de corps) yang 
terkesan sebagai ''kultur'' belum bisa dihilangkan sama sekali. Padahal, kultur 
tersebut merugikan reputasi Polri sebagai institusi penegak hukum. Untuk 
menepisnya, tentu lebih terhormat jika Kepala Polri berinisiatif menyerahkan 
proses penyidikan kasus-kasus yang melibatkan petinggi Polri atau yang 
berpangkat tinggi kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Menyoroti Kor(u)ps(i) Baju Coklat