** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA Selasa, 08 Nopember 2005 Menyoroti Kor(u)ps(i) Baju Coklat Marwan Mas Dosen Fakultas Hukum Universitas 45 Makassar, Kandidat Doktor Ilmu Hukum Kepolisian Republik Indonesia (Polri) belakangan ini terus diuji citranya akibat diterpa berbagai kasus penyuapan dan korupsi. Kasus terus bermunculan seperti tidak ada habisnya. Belum tuntas satu kasus, muncul kasus baru. Tapi seolah anggota Polri kebal hukum, karena belum satupun kasus besar yang melibatkan petinggi Polri atau yang berpangkat tinggi sampai ke pengadilan. Publik masih ingat kasus dugaan korupsi proyek pengadaan jaringan radio dan alat komunikasi sebesar Rp 60,2 miliar atas laporan Blora Center. Kasus itu tidak terdengar lagi. Kasus rekening 15 oknum perwira Polri yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diduga tidak wajar-- juga belum ketahuan hasilnya. Dana tidak wajar itu diduga diperoleh karena menyalahgunakan kewenangan saat menduduki jabatan 'basah'. Kasus yang juga ramai digunjingkan publik adalah pelepasan kapal penyelundup bahan bakar minyak (BBM) di Jawa Timur. Dalam kasus ini, Kasat Polairud Polda Jatim, Kombes Toni Suhartono, dicopot dari jabatannya, pertengahan September lalu karena melepas kapal itu, yang katanya atas perintah Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Polisi Binarto. Kasus lain yang tidak kalah menghebohkan adalah dugaan suap dalam penyidikan pembobolan dana Bank Negara Indonesia (BNI) yang disebut-sebut melibatkan mantan Kepala Polri, Jenderal Da'I Bachtiar. Kasus ini bermula saat Adrian Herling Waworuntu, pembobol BNI sebesar Rp 1,3 triliun, ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Polri. Saat penangguhan penahanan itulah Adrian kabur ke Amerika Serikat, sekitar Oktober 2004. Memang Adrian telah dijatuhi pidana penjara seumur hidup, tetapi misteri di balik pelariannya menyisakan persoalan yang terus disoroti publik. Sudah hancurkah reputasi Polri? Jawabnya bisa beragam. Tetapi secara logika, ''gaya hidup mewah'' sebagian besar pejabat Polri yang jelas-jelas tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan resmi yang diterima setiap bulan, dapat dipertanyakan. Sebuah fenomena yang amat kontroversi dengan kehidupan sederhana sebagian besar aparat kepolisian yang berpangkat menengah dan rendahan, terlebih yang tidak menduduki jabatan 'basah'. Padahal cukup banyak anggota Polri yang baik, jujur, dan berotak cemerlang tetapi tidak mendapat kesempatan menduduki jabatan penting. Saat ini Komisaris Besar (Kombes) Irman Santoso tengah diproses karena diduga menerima suap dan penyalahgunaan jabatan saat menyidik Adrian. Dalam berita acara pemeriksaan tanggal 17 Oktober 2005, Irman, mantan Kepala Unit II Ekonomi Khusus Polri, itu, menyebut adanya dugaan keterlibatan mantan Kepala Polri, Da'i Bachtiar dan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal, Komisaris Jenderal (Purnawirawan) Erwin Mappaseng. Irwan menyebut kedua mantan petinggi Polri itu menerima uang dari mantan Direktur Kepatuhan BNI, Mohammad Arsjad sebesar Rp 2 miliar dan separuhnya diteruskan kepada Da'i. Hal ini memang masih perlu dibuktikan. Pada akhirnya, mantan Direktorat Reserse Ekonomi Khusus, Brigjen Samuel Ismoko, juga diproses dan telah dikenakan penahanan. Irman Santoso, Samuel Ismoko, dan 17 anggotanya diduga menerima suap dari Adrian melalui Rudy Sutopo sebesar Rp 500 juta. Bahkan, Ismoko disebut-sebut menerima uang 20 juta dolar AS dari terdakwa Adrian sebagai 'uang saku' perjalanan dinas ke Bangkok, Thailand, pada Desember 2003. Ismoko sebetulnya telah diadili oleh Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian, tahun lalu, dan dihukum tidak boleh menjabat sebagai penyidik selama satu tahun. Ismoko dinilai terbukti melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian dengan tidak memenuhi prosedur tugas dan wewenang yang diberikan saat menyidik Adrian. Penyidangan anggota/pejabat Polri oleh Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian, diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam skandal penanganan kasus BNI, semua pejabat yang terindikasi terlibat menyatakan akan blak-blakan dan mengungkap siapun petinggi Polri yang terlibat karena tidak ingin dikorbankan begitu saja. Semoga tekad untuk bicara blak-blakan oleh oknum Polri yang diproses, betul-betul ''membuka tabir korupsi di tubuh Polri''. Akankah kasus ini akan sampai ke pengadilan, atau lagi-lagi menguap karena melibatkan petinggi Polri? Lindungi institusi? Selama tujuh tahun perjalanan reformasi, para koruptor kakap yang sudah dijadikan tersangka seperti pada dugaan korupsi dana BLBI, belum merasakan dinginnya tembok penjara. Pemberantasan korupsi yang dijanjikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk dipimpin sendiri, masih terkesan ''seremoni''. Lebih banyak melempar wacana tanpa ditunjang aksi konkret di lapangan. Akibatnya, praktik korupsi terus berlanjut akibat kaidah hukum yang mestinya dijadikan instrumen untuk mencegah dan membasmi korupsi seenaknya dipermainkan. Salah satu aspek yang acapkali diakali adalah berlindung di balik kewenangan dan prosedur hukum untuk melepaskan tersangka. Bukan rahasia lagi, kasus-kasus korupsi dan penyimpangan yang melibatkan anggota Polri --terlebih menyangkut petinggi atau yang berpangkat tinggi-- dan ditangani sendiri oleh sesama anggota Polri, amat langka yang berlanjut ke pengadilan. Lebih sering diselesaikan secara internal dan berakhir pada pelanggaran kode etik polisi semata. Padahal, meraih kembali citra Polri mestinya dimulai dari pembersihan ke dalam. Rakyat berharap agar berbagai kasus pelanggaran anggota Polri tidak sekadar dinilai pelanggaran kode etik profesi. Sebab yang namanya pelanggaran kode etik profesi tidak akan pernah berujung pada sanksi pidana. Paling banter dikenakan tindakan administrasi. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena selain akan semakin menjatuhkan citra dan wibawa, juga melemahkan integritas anggota Polri lain yang punya komitmen. Polri di bawah Jenderal Sutanto, pilihan Presiden SBY, perlu memulai langkah baru dengan menghindarkan diri dari kesan menerapkan asas impunitas untuk melindungi sesama anggota korps dalam berbagai penyelewengan. Selama ini Polri sering dituding melindungi anggotanya yang tidak serius menangani kasus-kasus korupsi, illegal logging, narkoba, dan perjudian. Keanehan proses hukum kasus-kasus berskala besar yang menjadi perhatian publik di tubuh Polri, bukan lagi sekadar menyangkut oknum, melainkan Polri sebagai institusi. Untuk itu, Kepala Polri mestinya memulai ''tradisi baru'' untuk memihak dan menghargai anggota Polri yang bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan berotak cemerlang. Rakyat berharap agar pengungkapan berbagai kasus yang menimpa anggota atau petinggi Polri, tidak 'panas-panas tahi ayam' seperti selama ini. Bila tidak lagi dikontrol publik atau pers, kasusnya menguap tidak ketahuan rimbanya. Harus lebih serius, karena akan menjadi salah satu ujian bagi Kepala Polri yang setelah pelantikannya berkomitmen membersihkan jajarannya. Sayang kalau pengungkapan terkesan melambat, bahkan hilang begitu saja, manakala suatu kasus terbentur pada polisi berpangkat tinggi. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, masih minim keseriusan untuk betul-betul mengungkap berbagai kasus korupsi dan penyelewengan di tubuh Polri. Sinyalemen yang berkembang adanya semangat membela institusi (esprit de corps) yang terkesan sebagai ''kultur'' belum bisa dihilangkan sama sekali. Padahal, kultur tersebut merugikan reputasi Polri sebagai institusi penegak hukum. Untuk menepisnya, tentu lebih terhormat jika Kepala Polri berinisiatif menyerahkan proses penyidikan kasus-kasus yang melibatkan petinggi Polri atau yang berpangkat tinggi kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **