** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/04/nas29.htm Melihat Daerah Sentra Produksi Beras (1) Petani Justru Berharap Bisa Mendapatkan Raskin SM/Sigit Oediarto HASIL PANEN: Seorang petani di Banyumas mengolah gabah hasil panen. Sejumlah petani kini mengaku tidak punya persediaan gabah untuk dijual. (30m) Untuk mengetahui apakah petani saat ini masih memiliki stok gabah atau beras, wartawan Suara Merdeka Eko Suksmantri, selama sepekan di akhir Desember 2005 memantau beberapa daerah sentra produksi padi atau daerah surplus. Daerah yang dipantau antara lain Kabupaten Cianjur, Karawang, Indramayu, dan Cirebon, (Jawa Barat) serta Kabupaten Tegal, Brebes, Pemalang, dan Demak, (Jawa Tengah). Berikut laporannya. TAMPAKNYA polemik tentang impor beras belum akan berakhir. Sebab meski rapat koordinasi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) telah menyepakati terjadi defisit 25.000 ton dan ditugasinya Perum Bulog untuk menambah stok 132.000 ton, tapi Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono tetap berpandangan impor beras belum diperlukan. Bahkan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR, Suswono, bersikukuh menolak impor dengan alasan melindungi petani. Yang menjadi pertanyaan adalah ada kepentingan apa dibalik penolakan impor beras yang dilakukan Perum Bulog? Pertanyaan ini memang perlu dikemukakan, mengingat impor beras yang dilakukan oleh 23 perusahaan swasta dan jumlahnya jauh lebih besar tidak diributkan. Apalagi sudah ada jaminan dari pemerintah, dalam hal ini Wakil Presiden dan Menko Perekonomian bahwa impor beras yang dilakukan Perum Bulog hanya untuk menambah stok dan raskin (beras untuk keluarga miskin). Hasil pengamatan di lapangan membuktikan, petani saat ini memang tidak memiliki beras lagi. Ini terbukti sebagian besar dari mereka adalah penerima raskin. Di Kabupaten Cianjur misalnya, 57% dari 52.692 kepala keluarga (KK) penerima raskin adalah petani. Menurut Wakil Kepala Sub Divisi Regional (Waka Subdivre) Bulog Wilayah II Cianjur, HA Apip Djajadisastra, di kabupaten yang terkenal beras pulennya itu, jumlah KK miskin sesuai data tahun 2004 mencapai 146.174 KK. Sementara itu, alokasi pagu raskin di kabupaten yang dikenal surplus pangan itu, tahun anggaran 2005 hanya 10.538,4 ton, sehingga hanya bisa meng-cover 36,05% dari KK miskin. Karena itu, tidak keliru bila Bupati Cianjur, dengan suratnya No 551.1/3232/pe meminta penambahan alokasi raskin kepada Gubernur Jawa Barat. Hal serupa dilakukan Bupati Sukabumi, Karawang, Indramayu, dan Tasikmalaya. Bahkan Bupati Indramayu, langsung mengirim surat kepada Menko Kesra meminta penambahan alokasi raskin. Alasan yang dikemukakan adalah harga beras di daerah itu naik cukup tinggi, akibat kenaikan harga bahan bakar minyak pada awal Oktober lalu. Harga beras yang tinggi itu dirasakan sangat memberatkan masyarakat miskin baik petani maupun nelayan. Elan, misalnya, petani yang hanya memiliki lahan pertanian 0,5 hektare di desa Kertasari, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Dia mengaku, bebannya bertambah berat dengan kenaikan harga beras. Karena itu, dia berharap program raskin dilanjutkan dan jumlahnya ditambah. Kalau sekarang dia hanya menerima 5-10 kg per bulan, hendaknya bisa dinaikan menjadi 20-25 kg per bulan. Beratnya beban hidup akibat tingginya harga beras itu juga dirasakan petani penggarap di daerah Cianjur. Sulaiman, petani desa Cibiuh, Ciranjang, Cianjur mengatakan, "Saya tak punya lagi simpanan beras. Padi habis saya jual saat panen. Kini saya tinggal berharap bisa membeli beras dengan harga murah seperti raskin." Apa yang dikemukakan Sulaiman itu dibenarkan oleh H Sambas, tokoh masyarakat sekaligus pedagang beras di Kabupaten Cianjur. Petani di daerah ini sebagian besar memang tak punya gabah lagi. "Petani mah tak punya beras. Kalau toh ada yang punya jumlahnya tidak banyak. Sekarang ini, membeli gabah satu kuintal saja tidak ada yang jual." Kehabisan stok Hal senada dikatakan H Kartawi. Pemilik penggilingan beras (PB) Sri Lungguh Desa Widasari, Jatibarang, Indramayu ini mengaku kehabisan stok. Biasanya dia mendapat pasokan gabah dari petani antara 50 ton dan 100 ton per hari. "Januari ini, gudangnya tak mungkin terisi karena daerah Indramayu belum panen. Kalaupun toh ada gabah, harganya sangat mahal," tutur dia seraya mengatakan, harga gabah kering giling (GKG) saat ini mencapai Rp 2.550/kg. Tampaknya, ketiadaan beras ini tidak hanya dialami sebagian besar petani di Cianjur, Kawarang, Cirebon, dan Indramayu, Jawa Barat, tetapi juga diakui petani di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Dua petani di Desa Bolo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Saniman dan Suroto, misalnya, mengaku sudah tidak punya gabah lagi untuk dijual. Para petani, kata Saniman, menjual gabah pada saat panen. Kalaupun sekarang mereka punya stok, itu hanya cukup untuk keperluan rumah tangga. Pernyataan Saniman itu dibenarkan Djoko Haryoto, Kepala Sub Divre I Bulog, Semarang. Dia mengatakan, sebagian petani di Jawa Tengah memang sudah tidak memiliki gabah. Karena itu, tidak heran bila beberapa daerah di provinsi itu, seperti Kabupaten Wonogiri, Rembang, Blora, Jepara, Demak, Purbalingga, dan Tegal, minta alokasi raskin ditambah. (46v) +++++ http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/05/nas07.htm Melihat Daerah Sentra Produksi Beras (2-Habis) Importir Swasta Merusak Harga PETANI PROTES: Sejumlah petani protes di depan Istana Negara, Jakarta, beberapa waktu lalu. Mereka menuntut pemerintah membatalkan impor beras, karena hasil produksi petani dalam negeri masih mampu menopang kebutuhan konsumsi dalam negeri.(30t) - SM/Antara PENOLAKAN impor beras dengan alasan membantu dan membela petani, patut dipertanyakan. Sebab, mereka utamanya petani penggarap dan buruh tani tidak merasa dirugikan dengan kebijakan impor tersebut. Bahkan, sebagian besar petani ingin harga beras di pasaran murah, sehingga terjangkau. Keinginan petani tersebut memang masuk akal, karena sebagian besar dari mereka sekarang tidak memiliki gabah lagi. Kalaupun mereka memiliki gabah jumlahnya tidak banyak dan hanya cukup untuk kebutuhan sendiri. Seperti yang dituturkan Saniman, petani Desa Bolo, Demak dan Ichsan, petani Desa Kertasari, Rengasdengklok, Karawang bahwa mereka hanya punya gabah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Awalnya, Saniman ataupun Ichsan sangat marah ketika mendengar pemerintah mau mengimpor beras. ''Terus terang, waktu itu kami-kami ini nggak habis pikir, kok pemerintah nggak membela petaninya. Tapi malah membela petani asing,'' kata Saniman. Tapi ketika dia tahu kalau impor beras yang dilakukan Bulog itu hanya untuk persediaan pangan nasional dan raskin, bukan untuk dijual dia merasa lega. ''Kalau untuk persediaan pangan dan raskin, ya monggo (silakan-Red) saja. Kami dukung impor, wong itu untuk rakyat yang nggak mampu kok. Gimana jadinya kita kalau pemerintah nggak punya stok dan kita kekurangan beras, bisa nggak makan,'' tuturnya. Namun keduanya meminta agar pemerintah tidak memberi izin kepada perusahaan swasta untuk melakukan impor beras dalam bentuk apa pun, baik untuk penderita diabetes maupun menir. Sebab, yang mereka dengar, impor beras pecahan dan diabetes itu cuma akal-akalan importir agar bisa memasukkan beras. ''Mereka itulah yang merusak harga gabah petani. Merekalah yang harus diberantas,'' tegas Saniman. Baik Saniman maupun Ichsan yang punya lahan dua hektare itu mengaku hasil padinya hanya cukup untuk hidup pas-pasan. Artinya, hasil taninya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menyekolahkan anaknya. ''Bara-bara dalam musim paceklik sekarang ini jual gabah, bisa bertahan hidup saja sudah untung,'' keluhnya. Tampaknya, Ichsan yang hidup pas-pasan dari hasil bercocok tanam itu tidak sendirian. Sebab, petani di daerah-daerah lain seperti di Indramayu, Jawa Barat, lebih menderita darinya. Petani di daerah Indramayu, dalam musim paceklik kali ini ada yang makan nasi aking (nasi yang dikeringkan) atau karak di daerah Jawa Timur. Umumnya, petani yang hidupnya serba kekurangan ini adalah petani yang punya lahan pertanian kurang dari 0,5 hektare, bahkan hanya 0,25 hektare. Selain itu juga buruh tani dan petani penggarap. Mereka ini populer disebut dengan petani gurem dan jumlahnya jauh lebih besar dari petani yang memiliki lahan di atas 1 hektare. (Eko Suksmantri-29v) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Clean water saves lives. Help make water safe for our children. http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **