** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Catatan Sastra Seorang Awam MEMBACA PUISI-PUISI KATHIRINA SUSANNA PENYAIR KOTA KINIBALU, SABAH 14. Kembali kepada masalah cara pengungkapan sastra lisan [oral]. Kalau pengamatanku benar, sastra lisan, terutama puisi , nampak bahwa puisi lisan seperti "Sansana Kayau" atau mantera-mantera di daerah Sungai Katingan, Kalimantan Tengah, selain bercirikan : [1]. pengungkapan yang langsung dari lubuk hati ; [2]. langsung menjawab keperluan kehidupan, dan [3]. walau pun sederhana tapi mempunyai puitisitas yang tinggi. Sederhana dan taraf puitisitas yang tinggi!. Dengan ciri-ciri ini, bisa kupastikan sastra oral tidak tergolong pada puisi-puisi gelap -- yang dipandang sebagai canggih atau modern. Puisi-puisi yang terkadang hanya penyairnya seorang yang paham akan maksudnya. Dalam kesederhanaannya, puisi oral memperlihatkan usaha menyelami hakekat, dan tidak berhenti pada gejala di permukaan. Sebagai contoh , barangkali hal yang hakiki nampak dari pantun berikut: "ke pulau sama ke pulau ke pulau menangguk udang merantau sama merantau kalau mati, mati seorang" Juga dari baris-baris alm.Cak Durasim pemain ludruk dari Jawa Timur yang dibunuh oleh pendudukan militeris Jepang: pagupun omahe doro melu nippon tambah sengsoro Terjemahan bebas dengan harapan dapatkan puitisitas: [pagupun rumah merpati ikut nippon membuat mati] Pada baris "kalau mati, mati seorang", aku memahaminya terdapat masalah hakiki yang dihadapi oleh anak manusia dalam hidup yaitu bahwa pada galibnya manusia itu adalah suatu individu dan individu ini menentukan sendiri jalan nasibnya, pada hakekatnya seorang anak manusia dalam menelusur jalan hidupnya tetap seorang diri juga. Orangtua, sanak-saudara, handai taulan, istri atau kekasih, keadaan sejarah atau lingkungan, betapa pun besar dan berartinya peranan mereka, tapi pada analisa terakhir, individu itu seorang dirilah yang menentukan. Misalnya para tapol yang disekap di penjara atau pulau pembuangan Orba , hakekat ini pun tercermin. Macam-macam sikap dan perangai disaksikan bagaimana para tapol itu menghadapi cobaan ajal di bayonet Orba. Ada yang tetap gagah sampai mati, ada yang belum apa-apa sudah menyerah dan sanggup jadi "tukang tunjuk" atau tak obah bagaikan "jago yang keok pagi-pagi". Hal ini pun terbayang pada berbagai sikap para mereka yang terpental di negeri orang. Sederhana dan kedalaman renungan agaknya tidak terpisahkan, juga tidak terpisahkan dari keindahan. Karena itu tidak gampang menjadi sederhana dan indah. Berindah-indah dengan kata-kata dan kalimat tapi hampa isi, kukira tidak bisa dimasukkan sebagai suatu kesederhanaan. Pengalaman dan kemampuan menyimpulkan pengalaman, kiranya, akan berperan besar untuk bisa sampai pada "sederhana dan indah". Contoh lain, adalah apa yang kualami ungkapan penduduk kampung di Sungai Kapuas, juga sebuah sungai yang terdapat di Kalimantan Tengah. Kejadiannya sebagai berikut: Setelah menyelesaikan SMA Santo Thomas di Yogyakarta, aku menggunakan waktu liburan untuk pulang ke Kalimantan Tengah dan sebelum sampai ke Katingan aku manfaatkan waktuku untuk ke Kapuas dari Barito. Tak ada satu alamat pun yang kupunyai di saku. Malam sudah tiba ketika aku tiba di Kuala Kapuas. Untuk mendapatkan tempat tidur, maka kuberanikan diri mengetok sebuah rumah yang lampunya masih nampak masih menyala. Ketika pintu dibuka oleh yang empunya rumah, kujelaskan maksudkan untuk mencari tempat menumpang tidur semalam. Juga kujelaskan apa-siapa diriku dan dari mana serta mengapa aku sampai ke Kuala Kapuas. Yang empunya rumah menyilahkan aku masuk dengan segala keramahan. Sebelum tidur, kami berbincang hulu-hilir dan kemudian yang empunya rumah menjelaskan tentang perpindahan penduduk Dayak dari satu sungai ke sungai lain dengan mengatakan: "Kita ini nak, seperti burung yang terbang dari dahan ke dahan mencari buah manis" Kata-kata ini sangat sederhana tapi kurasakan memiliki tingkat puitisitas yang tinggi. Di dalamnya terdapat sejarah manusia Dayak dan harapan-harapan mereka yaitu "mencari buah-manis" sehingga harus "seperti burung yang terbang dari dahan ke dahan". Kecuali mengandung unsur sejarah, dari kalimat di atas pun kudapatkan unsur mentalitas serta psikhologi manusia Dayak pada waktu itu. Sedangkan puitisitas, adalah masalah teknhik pengungkapan dalam bentuk puisi. Pengungkapan diri yang memperhitungkan unsur-unsur sebuah puisi, terutama irama, persamaan bunyi, perbandingan, pilihan dan jumlah kata serta plastisitas ungkapan. Kembali mengambil contoh pantun di atas: "ke pulau sama ke pulau ke pulau menangguk udang merantau sama merantau kalau mati, mati seorang" Pantun ini, kalau pengamatanku benar, sangat kaya akan persamaan bunyi atau persajakan, baik berupa sajak awal mau pun tengah, apalagi sajak akhir. Dengan jumlah kata yang terhitung sesuai tradisi pantun, bait di atas mengungkapkan ide filosofis sang penyair anonimnya -- ciri lain dari puisi lisan -- secara singkat padat. Dengan jumlah kata dan pilihan kata demikian maka sangat penyair berciptakan suatu irama tersendiri bagi pantunnya. Ada pun perbandingan-perbandingan yang ia gunakan juga sangat akrab dengan kehidupan orang kampung tanahair sehingga gampang dicerna dan menyusup ke relung jiwa pendengar atau pembacanya. Hal begini pun kita dapatkan pada pantun berikut: Pulau pandan jauh di tengah Di balik pulau si angkasa dua Hancur badan berkalang tanah Budi baik dikenang jua Menggunakan potensi yang disediakan oleh tradisi pantun ini, maka Sitor Situmorang menulis pantun berkaitnya berikut: Lagu Gadis Itali Buat Silvana Maccari Kerling danau di pagi hari Lonceng gereja bukit Itali Jika musimmu tiba nanti Jemputlah abang di teluk Napoli Kerling danau di pagi hari Lonceng gereja bukit Itali Sedari abang lalu pergi Adik rindu setiap hari Kerling danau di pagi hari Lonceng gereja bukit Itali Anda abang tak kembali Adik menunggu sampai mati Batu tandus di kebun anggur Pasir teduh di bawah nyiur Abang lenyap hatiku hancur Mengejar bayang di salju gugur Melalui puisinya ini, aku melihat bahwa Sitor Situmorang telah memperlihatkan bahwa pantun sebagai genre klasik sastra Nusantara belumlah kadaluwarsa. Masalahnya apakah kita bisa atau tidak menggunakan potensinya untuk pengungkapan kekinian. Beberapa contoh di atas, aku sajikan untuk kemudian melihat puisi Kathirina di bawah ini, terutama dari segi puitisitas: BERAPA BANYAK LAGI. Aku benci peperangan! Aku sudah tidak tahan melihat darah bertumpahan Tubuh jatuh bergelimpangan angkara peluru kejam Aku sudah puas melihat kemusnahan Aku benci kekejaman ini! Aku sudah tidak tega lagi Melihat anak- anak muda keperbatasan Kekasih-kekasih hatiku ini Harus di hantar ke barisan hadapan Bertarung hidup bergadai nyawa Antara pulang sebagai pahlawan tanpa nyawa Atau pulang bersama duka dan penderitaan. Aku benci peperangan ini! Berapa banyak lagi harus terkorban Berapa banyak lagi airmata harus mengalir Berapa banyak lagi jiwa jiwa harus terus menderita Kosovo! Afghanistan! Iraq! Pasti peperangan akan terus berkembang Apakah demokrasi harus diperolehi dari peperangan! Aku benci peperangan! Aku simpati pada mereka yang mengiringi perpisahan Melihat kekasih hati mereka berangkat ke perbatasan Kekasih hati yang bersumpah untuk berbakti Biar berputih tulang Jangan pulang berputih mata Harus berjuang hingga ke akhir nyawa Demi negaranya yang dikasihi. Namun kekasih-kekasih hati ini Bukan mati memperjuangkan hak negara sendiri Tetapi harus gugur di tanah orang Mempertahankan sesuatu yang tidak pasti Satu visi yang samar! Berapa banyak lagi yang harus gugur Seperti mereka- mereka ini? Kekasih- kekasih hati Yang perlu melihat sinar mentari terus bercahaya Memberi keceriaan dalam bahagia mereka Berapa banyak yang harus pergi lagi Bergadai nyawa Antara pulang sebagai pahlawan yang terkorban Atau pulang bersama duka berjuta penderitaan. Aku benci peperangan! Aku benci pada ketamakan kuasa! Aku benci pada mereka yang membuatkan kekasih- kekasih hatiku terkorban! Aku benci pada mereka yang membuat ibu bapa kehilangan anak Anak kehilangan ibu bapa! Isteri kehilangan suami! Atau mungkin suami kehilangan isteri Yang harus tumpas di tanahair orang! Aku benci pada keegoan kuasa besar! Yang tidak memperdulikan hak- hak kekasih- kekasih hatiku! Kathirina Susanna Kota Kinibalu, November 2005 Sumber: <watan_sabah@xxxxxxxxxxxxxxx>; <mata-bambu@xxxxxxxxxxxxxxx>; "kemsas" <kemsas@xxxxxxxxxxxxxxx>, 25 novembre 2005 . Dibandingkan dengan contoh-contoh di atas, dilihat dari segi puitisitas dengan unsur-unsurnya yang kusebutkan di atas, barangkali Kathirina masih jauh tertinggal. Aku tidak tahu, apakah Kathirina dalam puisi-puisinya sudah cermat mempertimbangkan soal-soal seperti irama, persamaan bunyi, perbandingan, pilihan dan jumlah kata serta plastisitas ungkapan. Barangkali memang ya. Tapi seberapa jauh? Seberapa sadar? Seberapa berhitung? Membaca puisi Kathirina di atas yang jelas nampak adalah ide perdamaian dan anti perang pada penyair. Hal lain yang juga menonjol adalah keberanian Kathirina menggunakan kata-kata baru seperti ,"visi", "demokrasi" atau "keegoan". Penggunaan kata-kata asing begini kupahami sebagai keberanian penyair untuk keluar dari patokan-patokan seperti yang yang diberikan oleh "licensia poetica" kepada penyair yang jika dikembangkan bisa memberikan peluang kepada penyair dalam turut mengembangkan bahasa. Hanya saja, berangkat dari ide saja, kukira tidak memadai untuk menjadikan suatu tulisan sebagai puisi. Barangkali ketika menulisnya Kathirina sudah tidak bisa menahan emosinya lagi sehingga kebenciannya pada perang dimuntahkannya begitu saja tanpa tersaring dan kurang sempat mempertimbangkan unsur-unsur puitisitas yang kiranya ditagih oleh puisi sebagai puisi sehingga tidak jatuh ke gaya prosaik atau slogan. Bisa terjadi seorang penyair menulis sebuah puisi hanya empat lima baris, tapi perengungan dan pengendapannya berlangsung tahunan karena ia tidak mau menulis sembarang tulis ide yang mengusik benaknya. Ia biarkan ide itu menyatu dengan hatinya dahulu, sehingga ia sampai pada ketika tanpa duga, mampu menuangkannya secara spontan. Masalah puisi selain soal pikiran juga dan sangat memerlukan hati. Kesempatan beginilah yang kusebut sebagai proses kesempatan lahirnya puisi. Barangkali puisi Taufiq Ismail di bawah ini bisa dijadikan acuan dalam menulis soal politik menggunakan sarana puisi, sekaligus menjelaskan lebih lanjut apa-bagaimana yang kumaksudkan : Karangan Bunga Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke Salemba Sore itu "Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati Siang tadi." 1966 Puisi ini ditulis oleh Taufiq melukiskan keadaan Indonesia pada tahun 1966, yang tentu saja sesuai dengan pemahaman dan tafsirannya. Ia kuangkat bukan untuk memperdebatkan soal isi dan tafsiran Taufiq mengenai Tragedi Nasional September '65 tapi dari segi cara mengangkat masalah politik dalam puisi. Untuk mengakhiri tulisan ini, aku merasa tertarik pada pertanyaan Ena Nakiah, seorang pengajar di sebuah universitas Jawa Timur, yang setelah membaca serie tulisan ini Serie 12, mengajukan pertanyaan cerdik: "Saya tertarik dengan tulisan puisi untuk "pengungkapan diri" Babe Kusni. Saya juga mempelajari tentang pengungkapan diri dari sisi psikologis. Banyak yang tidak terungkapkan dalam budaya timur. Banyak tangis rakyat yang harus di bungkam dan dihilangkan. Hingga pengungkapan diri menjadi suatu yang mahal di tanah air Indonesia. Pertanyaan saya untuk Babe, Bagaimana memulai agar rakyat bisa mengungkapkan diri secara jelas tentang keterpurukan bangsa ini?" Salam Najlah Paris, Nopember 2005 ------------------- JJ. Kusni [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today! http://us.click.yahoo.com/LeSULA/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **