Ahad, 04 Januari 2004 - 02:06:55, Penulis
: Syaikh Muhammad Shalih al `Utsaimin |
Kategori
: Aqidah |
Qadla' dan Qadar
Allah |
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Ta?ala yang telah
mengutus hambaNya Muhammad Shalallahu ?alaihi wassalam dengan
membawa kebenaran, menyampaikan amanat kepada ummat dan berjihad
dijalanNya hingga akhir hayat. Semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada beliau, berikut para keluarga,
shahabat dan pengikutnya yang setia.
Dalam pertemuan ini,
kami akan membahas suatu masalah yang kami anggap sangat penting
bagi kita umat Islam, yaitu masalah Qadha? dan Qadar.
Mudah-mudahan Allah Ta?ala membukakan pintu karunia dan
rahmatNya bagi kita, menjadikan kita termasuk para pembimbing
yang mengikuti jalan kebenaran dan para pembina yang membawa
pembaharuan.
Sebenarnya masalah ini sudah jelas. akan
tetapi kalau bukan karena banyaknya pertanyaan dan banyaknya
orang yang masih kabur dalam memahami masalah ini serta
banyaknya orang yang membicarakanya, yang kadangkala benar
tetapi seringkali salah; di samping itu tersebarnya pemahaman ?
pemahaman yang hanya karena mengikuti hawa nafsu dan adanya
orang ?orang fasik yang berdalih dengan qadha? dan qadar untuk
kefasikannya; seandainya bukan karena itu semua, niscaya kami
tidak akan berbicara tentang masalah ini.
Sudah sejak
duhulu masalah qadha? dan qadar menjadi ajang perselisihan di
kalangan umat Islam. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu
?alaihi wassalam keluar menemui shahabatnya , ketika itu mereka
sedang berselisih tentang masalah Qadha? dan Qadar ( takdir )
maka beliau melarangnya dan memperingatkan bahwa kehancuran umat
? umat terdahalu tiada lain karena perdebatan seperti
ini.
PENGERTIAN TAUHID & MACAM ?
MACAMNYA
Walaupun masalah qadha? dan qadar menjadi ajang
perselisian di kalangan umat Islam, tetapi Allah Ta?ala telah
membuka hati para hambaNya yang beriman, yaitu para salaf shaleh
yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam
pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha? dan qadar adalah
termasuk rububiyah Allah Ta?ala atas makhlukNya. Maka masalah
ini termasuk dalam salah satu diantara tiga macam tauhid menurut
pembagian ulama:
Pertama : Tauhid AL- Uluhiyah, ialah
mengesakan Allah Ta?ala dalam beribadah, yakni beribadah hanya
kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua : Tauhid Ar-
Rububiyah, ialah mengesakan Allah Ta?ala dalam perbuatanNya ,
yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta,
menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Ketiga : Tauhid
Al- Asma? was- Shifat, ialah mengesakan Allah Ta?ala dalam asma?
dan sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang
serupa dengan Allah Ta?ala dalam Dzat, Asma?; maupun
Sifat.
Iman kepada Qadar adalah termasuk tauhid
Ar-Rububiyah. Oleh karena itu imam Ahmad rahimahullah berkata :
?Qadar adalah merupakan kekuasaan Allah Ta?ala ?. Karena tak
syak lagi, Qadar ( takdir ) termasuk qudrat dan kekuasaanNya
yang menyeluruh, di samping itu, qadar adalah rahasia Allah
Ta?ala yang tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat
mengetahuinya kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak
ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu, takdir
baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk
makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash
yang benar.
Bersambung ke Qadla' dan Qadar Allah
(II)
(Dinukil dari kitab
القضاء
والقدر Qadla' dan Qadar,
oleh Syaikh Muhammad Shalih al`Utsaimin).
PENDAPAT ? PENDAPAT TENTANG QADAR
Pembaca yang
budiman.
Umat Islam dalam masalah qadar ini terpecah
menjadi tiga golongan :
Pertama: mereka yang ekstrim
dalam menetapkan qadar dan menolak adanya kehendak dan kemampuan
makhluk. Mereka berpendapat bahwa manusia sama sekali tidak
mempunyai kemampuan dan keinginan, dia hanya disetir dan tidak
mempunyai pilihan, laksana pohon yang tertiup angin. Mereka
tidak membedakan antara perbuatan manusia yang terjadi dengan
kemauannya dan perbuatan yang terjadi tanpa kemauannya, tentu
saja mereka ini keliru dan sesat, kerena sudah jelas menurut
agama, akal dan adat kebiasaan bahwa manusia dapat membedakan
antara perbuatan yang dikehendaki dan perbuatan yang
terpaksa.
Kedua: mereka yang ekstrim dalam menetapkan
kemampuan dan kehendak makhluk sehingga mereka menolak bahwa apa
yang diperbuat manusia adalah karena kehendak dan keinginan
Allah Ta?ala serta diciptakan olehNya. Menurut mereka, manusia
memiliki kebebasan atas perbuatannya. Bahkan ada diantara mereka
yang mengatakan bahwa Allah Ta?ala tidak mengetahui apa yang
diperbuat oleh manusia kecuali setelah terjadi. Mereka inipun
sangat ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan kehendak
makhluk.
Ketiga : mereka yang beriman, sehingga diberi
petunjuk eleh Allah Ta?ala untuk menemukan kebenaran yang telah
diperselisihkan. Mereka itu adalah Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam
masalah ini mereka menempuh jalan tengah dengan berpijak di atas
dalil syar?i dan dalil aqli. Mereka berpendapat bahwa perbuatan
yang dijadikan Allah Ta?ala di alam semesta ini terbagi atas dua
macam :
1- Perbuatan yang dilakukan oleh Allah Ta?ala
terhadap makhlukNya. Dalam hal ini tak ada kekuasaan dan pilihan
bagi siapapun. Seperti turunnya hujan, tumbuhnya tanaman,
kehidupan, kematian, sakit, sehat dan banyak contoh lainnya yang
dapat disaksikan pada makhluk Allah Ta?ala. Hal seperi ini,
tentu saja tak ada kekuasaan dan kehendak bagi siapapun kecuali
bagi Allah Ta?ala yang maha Esa dan Kuasa.
2- Perbuatan yang
dilakukan oleh semua makhluk yang mempunyai kehendak. Perbuatan
ini terjadi atas dasar keinginan dan kemauan pelakunya; karena
Allah Ta?ala menjadikannya untuk mereka. Sebagaimana firman
Allah Ta?ala :
لمن شاء
منكم أن
يستقيم
Artinya : ?Bagi
siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus?. (At
Takwir: 28).
منكم من
يريد
الدنيا
ومنكم من
يريد
الآخرة
Artinya : ?Di
antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu
ada orang yang menghendaki akhirat?.( Ali Imran :
152)
فمن شاء
فليؤمن ومن
شاء فليكفر
Artinya : ? Maka barang siapa yang ingin ( beriman )
hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin ( kafir )
biarlah ia kafir ?( Al Kahfi: 29)
Manusia bisa membedakan
antara perbuatan yang terjadi kerena kehendaknya sendiri dan
yang terjadi karena terpaksa. Sebagai contoh, orang yang dengan
sadar turun dari atas rumah melalui tangga, ia tahu kalau
perbuatannya atas dasar pilihan dan kehendaknya sendiri. Lain
halnya kalau ia terjatuh dari atas rumah, ia tahu bahwa hal
tersebut bukan karena kemauannya. Dia dapat membedakan antara
kadua perbuatan ini, yang pertama atas dasar kumauannya dan yang
kedua tanpa kemauannya. Dan siapapun mengetahui perbedaan
ini.
Begitu juga orang yang menderita sakit beser
umpamanya, ia tahu kalau air kencingnya keluar tanpa kemauanya.
Tetapi apa bila ia sudah sembuh, ia sadar bahwa air kencingnya
keluar dengan kemauannya. Dia mengetahui perbedaan antara kedua
hal ini dan tak ada seorangpun yang mengingkari adanya perbedaan
tersebut.
Demikian segala hal yang terjadi pada diri
manusia, dia mengetahui, perbedaan antara mana yang terjadi
dengan kumauannya dan mana yang tidak.
Akan tetapi,
karena kasih sayang Allah Ta?ala , ada diantara perbuatan
manusia yang terjadi atas kemauannya namun tidak dinyatakan
sebagai perbuatannya. Seperti perbuatan orang yang kelupaan, dan
orang yang sedang tidur. Firman Allah Ta?ala dalam kisah Ashabul
Kahfi :
ونقلبهم
ذات اليمين
وذات
الشمال
سورة
الكهف،
الآية : 18.
Artinya : ? ..Dan
kami balik ? balikkan mereka ke kanan dan ke kiri ?? (Al- Kahfi:
18)
Padahal mereka sendiri yang sebenarnya berbalik ke
kanan dan berbalik ke kiri, tetapi Allah Ta?ala menyatakan bahwa
Dialah yang membalik ? balikkan mereka ke kanan dan ke kiri,
sebab orang yang sedang tidur tidak mempunyai kemauan dan
pilihan serta tidak mendapatkan hukuman atas perbuatannya.
Maka perbuatan tersebut dinisbahkan kepada Allah Ta?ala.
Dan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ?alaihi wassalam :
?
Barang siapa yang lupa ketika dalam keadaan berpuasa, lalu makan
atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, kerena
Allah Ta?ala yang memberinya makan dan minum ?
Dinyatakan
dalam hadits ini, bahwa yang memberi makan dan minum adalah
Allah Ta?ala , karena perbuatannya tersebut terjadi di luar
kesadarannya, maka seakan ? akan terjadi tanpa
kemauannya.
Kita semua mengetahui perbedaan antara
perasaan sedih atau perasaan senang yang kadang kala dirasakan
seseorang dalam dirinya tanpa kemauannya serta dia sendiri tidak
mengetahui sebab dari kedua perasaan tersebut yang timbul dari
perbuatan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Hal ini,
alhamdulillah, sudah cukup jelas dan gamblang.
Istilah
penting :
Jabri ialah orang yang berpendapat bahwa manusia
itu terpaksa dalam perbuatannya, tidak mempunyai kehendak dan
keinginan. Jabariyyah adalah pemahaman yang dimaukan orang
Jabri.
Qadari ialah orang yang berpendapat bahwa manusia
memiliki kebebasan dalam perbuatannya dan mengingkari adanya
takdir. Qadariyyah adalah pemahaman yang dimaukan orang Qadari.
Bersambung ke Qadla' dan Qadar Allah
(III)
(Dinukil dari kitab
القضاء
والقدر Qadla' dan Qadar
Allah, oleh Syaikh Muhammad Shalih al`Utsaimin).
SANGGAHAN ATAS PENDAPAT PERTAMA
Pembaca yang
budiman
Seandainya kita mengambil dan mengikuti pendapat
golongan yang pertama, yaitu mereka yang ekstrim dalam
menetapkan qadar, niscaya sia-sialah syari?at ini dari tujuan
semula. Sebab bila dikatakan bahwa manusia tidak mempunyai
kehendak dalam perbuatannya, berarti tidak perlu dipuji atas
perbuatannya yang terpuji dan tidak perlu dicela atas
perbuatannya yang tercela. Karena pada hakekatnya perbuatan
tersebut dilakukan tanpa kehendak dan keinginan
darinya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Allah
Ta?ala Maha Suci dari pendapat dan paham yang demikian
ini.
Adalah merupakan kezhaliman, jika Allah Ta?ala
menyiksa orang yang berbuat maksiat yang perbuatan maksiat
tersebut terjadi bukan dengan kehendak dan
keinginannya.
Pendapat seperti ini sangat jelas bertentangan
dengan firman Allah Ta?ala :
وقال
قرينه هذا
ما لديّ
عتيد ,
ألقيا في
جهنم كل
كفار عنيد,
مناع للخير
معتد مريب
الذي جعل
مع الله
إلها آخر
فألقياه في
العذاب
الشديد,
قال قرينه
ربنا ما
أطغيته
ولكن كان
في ضلل
بعيد ، قال
لا تختصموا
لديّ وقد
قدمت إليكم
بالوعيد،
ما يبدل
القول لدّ
وما أنا
بظلّلام
للعبيد .
Artinya : ?
Dan ( malaikat ) yang menyertai dia berkata : ? inilah (catatan
amalnya ) yang tersedia pada sisiku, Allah berfirman :
?Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang
sangat ingkar dan keras kepala; yang sangat enggan melakukan
kebaikan, melanggar batas lagi ragu-ragu; yang menyembah
sesembahan yang lain beserta Allah, maka lemparkanlah dia ke
dalam siksaan yang sangat (pedih ). Sedang ( syaitan ) yang
menyertai dia berkata : ? ya Robb kami, aku tidak
menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang
jauh?. Allah berfirman : ? Janganlah kamu bertengkar d
ihadapanku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan
ancaman kepadamu. Keputusan di sisiKu tidak dapat di ubah, dan
aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambaKu ( Qaaf : 23-
29)
Dalam ayat ini Allah Ta?ala menjelaskan bahwa siksaan
dariNya itu adalah kerena keadilanNya, dan sama sekali Dia tidak
zhalim terhadap hamba-hambaNya. Sebab Allah Ta?ala telah
memberikan peringatan dan ancaman kepada mereka, telah
menjelaskan jalan kebenaran dan jalan kesesatan bagi mereka,
akan tetapi mereka memilih jalan kesesatan, maka mereka tidak
akan memiliki alasan di hadapan Allah Ta?ala untuk membantah
keputusanNya.
Andaikata kita menganut pendapat yang batil
ini, niscaya sia-sialah firman Allah Ta?ala ini
:
رسلا
مبشرين
ومنذرين
لئلا يكون
للناس على
الله حجة
بعد الرسل,
وكان الله
عزيزا
حكيما سورة
النساء،
الآية : 165.
Artinya: ?( kami
utus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia
untuk membantah Allah sesudah di utusnya Rasul-rasul itu. Dan
Allah maha Perkasa lagi maha Bijaksana ?. ( An- Nisaa? :
165)
Dalam ayat ini Allah Ta?ala menjelaskan bahwa tidak
ada alasan lagi bagi manusia setelah di utusnya para Rasul,
karena sudah jelas hujjah Allah Ta?ala atas mereka. Maka
seandainya masalah qadar bisa dijadikan alasan bagi mereka,
tentu alasan ini akan tetap berlaku sekalipun sesudah di utusnya
para Rasul. Karena qadar ( takdir) Allah Ta?ala sudah ada sejak
dahulu sebelum diutusnya para Rasul dan tetap ada sesudah di
utusnya mereka.
Dengan demikian pendapat ini adalah batil
karena tidak sesuai dengan nash (dalil) dan kenyataan,
sebagaimana telah kami uraikan dengan contoh- contoh di
atas.
SANGGAHAN ATAS PENDAPAT KEDUA
Adapun
pendapat kedua, yaitu pendapat golongan yang ekstrim dalam
menetapkan kemampuan manusia, maka pendapat inipun bertentangan
dangan nash dan kenyataan. Sebab banyak ayat yang menjelaskan
bahwa kehendak manusia tidak lepas dari kehendak Allah Ta?ala.
Firman Allah :
لمن
شاء منكم
أن يستقيم,
وما تشاءون
إلا أن
يشاء الله
رب
العالمين
Artinya : ? ( yaitu ) bagi siapa di antara kamu yang mau
menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (
menempuh jalan itu) kecuali apabila di kehendaki oleh Allah,
Tuhan semesta Alam ?.(At Takwir : 28-
29)
وربك
يخلق ما
يشاء
ويختار ما
كان لهم
الخيرة
Artinya : Dan
Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.
Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka? ( Al Qashash:
68)
والله
يدعو إلى
دار السلام
ويهدي من
يشاء إلى
صراط
مستقيم
Artinya: ? Allah
menyeru ( manusia ) ke Darussalam ( surga ), dan menunjuki orang
yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam)? (Yunus:
25).
Mereka yang menganut pendapat ini sebenarnya telah
mengingkari salah satu dari rububiyah Allah, dan berprasangka
bahwa ada dalam kerajaan Allah ini apa yang tidak dikehendaki
dan tidak di ciptakanNya. Padahal Allah lah yang menghendaki
segala sesuatu, menciptakannya dan menentukan qadar ( takdir)
nya.
Sekarang kalau semuanya kembali kepada kehendak
Allah dan segalanya berada di Tangan Allah, lalu apakah jalan
dan upaya yang akan ditempuh seseorang apa bila dia telah di
takdirkan Allah tersesat dan tidak dapat petunjuk
?
Jawabnya : bahwa Allah Ta?ala menunjuki orang-orang
yang patut mendapat petunjuk dan menyesatkan orang-orang yang
patut menjadi sesat. Firman Allah
:
فلما
زاغوا أزاغ
الله
قلوبهم
والله لا
يهدي القوم
الفسقين
Artinya: ?
Maka tatkala mereka berpaling ( dari kebenaran ) Allah
memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada
kaum yang fasik?.( Ash Shaf :
5)
فبما
نقضهم
ميثقهم
لعنهم
وجعلنا
قلوبهم
قاسية
يحرفون
الكلم عن
مواضعه
ونسوا حظا
مما ذكروا
به.
Artinya : ?( tetapi ) kerena mereka
melanggar janjinya, Kami kutuk mareka dan Kami jadikan hati
mereka keras mambatu, mereka suka merobah perkataan (Allah) dari
tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari
apa yang mereka yang telah di beri peringatan dengannya? . (Al
Ma?idah : 13)
Di sini Allah Ta?ala menjelaskan bahwa Dia
tidak menyesatkan orang yang sesat kecuali disebabkan oleh
dirinya sendiri. Dan sebagaimana telah kami terangkan tadi bahwa
manusia tidak dapat mengetahui apa yang telah ditakdirkan oleh
Allah Ta?ala untuk dirinya. Karena dia tidak mengetahui
takdirnya kecuali apabila sudah terjadi, maka dia tidak tahu
apakah dia ditakdirkan Allah menjadi orang yang tersesat atau
menjadi orang yang mendapat petunjuk.
Kalau begitu,
mengapa jika seseorang menempuh jalan kesesatan lalu berdalih
bahwa Allah Ta?ala telah menghendakinya demikian ? Apa tidak
lebih patut baginya menempuh jalan kebenaran kemudian mengatakan
bahwa Allah Ta?ala telah menunjukkan kepadaku jalan
kebenaran.
Pantaskah dia menjadi orang yang jabri kalau
tersesat dan qadari kalau berbuat kebaikan ?
Sungguh tak
pantas seseorang menjadi jabri ketika berada dalam kesesatan dan
kemaksiatan, kalau ia tersesat atau berbuat maksiat kepada Allah
Ta?ala ia mengatakan : ? ini sudah takdirku, dan tak mungkin aku
dapat keluar dari ketentuan dan takdir Allah?; tetapi ketika
berada dalam ketaatan dan memperoleh taufiq dari Allah untuk
berbuat ketaatan dan kebaikan ia mengatakan : ? ini kuperoleh
dari diriku sendiri?. Dengan demikian ia menjadi qadari dalam
segi ketaatan dan menjadi "jabri" dalam segi
kemaksiatan.
Ini tidak dibenarkan sama sekali, sebab
sebenarnya manusia mempunyai kehendak dan
kemampuan.
Masalah hidayah persis seperti masalah rizki
dan menuntut ilmu. Sebagaimana kita semua tahu bahwa manusia
telah ditentukan untuknya rizki yang menjadi bagiannya. Namun
demikian dia tetap berusaha untuk mencari rizki ke sana dan
kemari baik di daerahnya sendiri atau di luar daerahnya. Tidak
duduk di rumah saja saraya berkata : ? kalau sudah ditakdirkan
untukku rizkiku tentu ia akan datang dengan sendirinya?. bahkan
dia akan berusaha untuk mencari rizki tersebut. Padahal rizki
ini disebutkan bersamaan dengan amal perbuatan, sebagaimana di
sebutkan dalam hadits Nabi Shalallahu ?alaihi wassalam yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mas?ud Radiyallahu 'anhu:
?Sesungguhnya kalian ini dihimpunkan kejadiannya dalam perut
ibu selama empat puluh hari berupa air mani, kemudian berubah
menjadi segumpal darah selama empat puluh hari pula, kemudian
berubah menjadi segumpal daging selama empat puluh hari pula,
lalu Allah mengutus seorang malaikat yang diberi tugas untuk
mencatat empat perkara, yaitu rizkinya, ajalnya, amal
perbuatannya dan apakah ia termasuk orang celaka atau
bahagia?.
Jadi rizki inipun telah tercatat seperti halnya
amal perbuatan, baik ataupun buruk, juga telah
tercatat.
Kalau begitu, mengapa anda pergi kesana dan
kemari untuk mencari rizki dunia tetapi tidak berbuat kebaikan
untuk mencari rizki akherat dan mendapatkan kebahagiaan surga ?
padahal kedua-duanya adalah sama, tidak ada
perbedaannya.
Jika anda mau berusaha untuk mencari rizki
dan untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan anda, sehingga
kalau anda sakit, pergi kemanapun untuk mencari dokter ahli
untuk mengobati penyakit anda, padahal anda tuhu kalau ajal
telah ditentukan, tidak akan dapat bertambah dan tidak maupun
berkurang. Anda tidak bersikap pasrah sambil berkata : ?
sudahlah aku tetap tinggal di rumah saja meski menderita sakit ,
kerena kalaupun aku di takdirkan panjang umur aku akan tetap
hidup?. Bahkan anda berusaha sekuat tenaga untuk mencari dokter
yang ahli, yang sekiranya dapat menyembuhkan penyakit anda
dengan takdir Allah . jika demikian, mengapa usaha anda di jalan
akherat dan dalam amal shaleh tidak seperti usaha anda untuk
kepentingan duniawi?
Sebagaiman telah aku kemukakan bahwa
masalah qadar adalah rahasia Allah Ta?ala yang tersembunyi, tak
mungkin anda dapat mengetahuinya. Sekarang anda di antara dua
jalan : jalan yang membawa anda kepada keselamatan, kebahagiaan,
kedamaian dan kemuliaan ; dan jalan yang dapat membawa anda
kepada kehancuran, penyesalan, dan kehinaan. Sekarang anda
sedang berdiri di antara ujung kedua jalan tersebut dan bebas
untuk memilih tak ada seorangpun yang akan merintangi anda untuk
melalui jalan yang kanan atau jalan yang kiri. Anda dapat pergi
kemanapun sesuka hati anda. Lalu mengapa anda memilih jalan kiri
(sesat) kemudian berdalih bahwa? itu sudah takdirku?? apa tidak
lebih patut jika anda memilih jalan kanan dan mengatakan bahwa ?
itu takdirku? ?
Untuk lebih jelasnya, apa bila anda mau
bepergian ke suatu tempat dan di hadapan anda ada dua jalan.
Yang satu mulus, lebih pendek dan lebih aman ; sedang yang kedua
rusak, lebih panjang dan mengerikan. Tentu saja anda akan
memilih jalan yang mulus, yang lebih pendek dan lebih aman,
tidak memilih jalan yang tidak mulus, tidak pendek dan tidak
aman. Ini berkenaan dengan jalan yang visual, begitu juga dengan
yang non visual, sama saja dan tidak ada bedanya. Namun
kadangkala hawa nafsulah yang memegang peran dan menguasai akal.
Padahal, sebagai seorang mu?min seyogyanya akalnyalah
yang harus lebih berperan dan menguasai hawa nafsunya. Jika
orang menggunakan akalnya, maka akal itu menurut pengertian yang
sebenarnya akan melindungi pemiliknya dari yang membahayakan dan
membawanya kepada yang bermanfaat dan
membahagiakan.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa
manusia mempunyai kehendak dan pilihan dalam perbuatan yang di
lakukannya secara sadar, bukan terpaksa. Kalau manusia berbuat
dengan kehendak dan pilihannya untuk kepentingan dunia, maka
iapun seharusnya begitu pula dalam usahanya menuju akherat.
Bahkan jalan menuju akherat lebih jelas. Karena Allah Ta?ala
telah menjelaskannya dalam Al-Qur?an dan melalui sabda RasulNya
Shalallahu ?alaihi wassalam , maka jalan menuju akherat tentu
saja lebih jelas dan lebih terang daripada jalan untuk
kepentingan dunia.
Namun kenyataannya, manusia mau
berusaha untuk kepentingan dunia yang tidak terjamin hasilnya
dan meninggalkan jalan menuju akhirat yang telah terjamin
hasilnya dan diketahui balasannya berdasarkan janji Allah Ta?ala
, dan Allah Ta?ala tidak akan menyalahi janjiNya.
Pembaca
yang budiman
Inilah yang menjadi ketetapan Ahlussunnah Wal
Jamaah dan inilah yang menjadi aqidah serta madzhab mereka,
yaitu bahwa manusia berbuat atas dasar kemauannya dan berkata
menurut keinginannya, tetapi keinginan dan kemauannya itu tidak
lepas dari kemauan dan kehendak Allah Ta?ala. Dan Ahlussunnah
Wal Jamaah mengimani bahwa kehendak Allah Ta?ala tidak lepas
dari hikmah kebijaksanaanNya, bukan kehendak yang mutlak da
absolut, tetapi kehendak yang senantiasa sesuai dengan hikmah
kebijaksanaanNya. Karena di antara asma Allah Ta?ala adalah AL-
HAKIM yang artinya Maha Bijaksana yang memutuskan segala sesuatu
dan bijaksana dalam keputusanNya.
Allah Ta?ala dengan sifat
hikmahNya, menentukan hidayah bagi siapa yang di kehendakiNya
yang menurut pengetahuanNya benar-benar menginginkan al-haq dan
hatinya dalam istiqamah. Dan dengan sifat hikmahNya pula, dia
menentukan kesesatan bagi siapa yang suka akan kesesatan dan
hatinya tidak senang dengan Islam. Sifat hikmah Allah Ta?ala
tidak dapat menerima bila orang yang suka akan kesesatan
termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk, kecuali jika Allah
Ta?ala memperbaiki hatinya dan merubah kehendaknya, dan Allah
Ta?ala maha Kuasa atas segala sesuatu. Namun, sifat hikmahNya
menetapkan bahwa setiap sebab berkait erat dengan dengan
akibatNya.
Bersambung ke Qadla' dan Qadar Allah
(IV)
(Dinukil dari kitab
القضاء
والقدر Qadla' dan Qadar
Allah, oleh Syaikh Muhammad Shalih al`Utsaimin).
TINGKATAN QADHA? DAN QADAR
Menurut Ahlussunnah Wal
Jamaah, qadha? dan qadar mempunyai empat tingkatan
:
Pertama : Al-?Ilm (pengetahuan)
Artinya mengimani
dan meyakini bahwa Allah Ta?ala maha Tahu atas segala sesuatu.
Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum
maupun terperinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau
perbuatan makhlukNya. Tak ada sesuatupun yang tersembunyi
bagiNya.
Kedua : Al-kitabah (penulisan)
Artinya
mengimani bahwa Allah Ta?ala telah menuliskan ketetapan segala
sesuatu dalam Lauh Mahfuzh.
Kedua tingkatan ini sama-sama
dijelaskan oleh Allah Ta?ala dalam
firmanNya:
ألم
تعلم أن
الله يعلم
ما في
السماء
والأرض, إن
ذلك في
كتاب, إن
ذلك على
الله
يسير
Artinya : ? Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada
di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat
dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). sesungguhnya yang demikian
itu amat mudah bagi Allah?.(Al- Hajj:70)
Dalam ayat ini
disebutkan lebih dahulu bahwa Allah Ta?ala mengetahui apa saja
yang ada di langit dan di bumi, kemudian dikatakan bahwa yang
demikian itu tertulis dalam sebuah kitab Lauh
Mahfuzh.
Sebagaimana dijelaskan pula oleh Rasulullah
Shalallahu ?alaihi wassalam dalam sabdanya:
? Pertama kali
tatkala Allah Ta?ala menciptakan qalam (pena), Dia firmankan
kepadanya : Tulislah!. Qalam itu berkata : ya Tuhanku, apakah
yang hendak kutulis? Allah Ta?ala berfirman : Tulislah apa saja
yang akan terjadi ! maka seketika itu bergeraklah qalam itu
menulis segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari
kiamat?.
Ketika Nabi Muhammad Shalallahu ?alaihi wassalam
ditanya tentang apa yang hendak kita perbuat, apakah sudah
ditetapkan atau tidak ? beliau menjawab : ? sudah
ditetapkan?.
Dan ketika beliau ditanya: ?Mengapa kita mesti
berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis
? Beliaupun menjawab : ?Berusahalah kalian, masing-masing akan
dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya?.
Kemudian beliau mensitir firman Alah
:
فأما من
أعطى
واتقى,
وصدق
بالحسنى,
فسنيسره
لليسرى,
وأما من
بخل
واستغنى,
وكذب
بالحسنى,
فسنيسره
للعسرى
Artinya : ?
Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami
akan memudahkan baginya( jalan) yang mudah. Sedangkan orang yang
bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala
yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang
sukar?.( Al Lail: 5 ? 10)
Oleh karena itu hendaklah anda
berusaha, sebagaimana yang diperintahkan nabi Muhammad
Shalallahu ?alaihi wassalam kepada para Sahabat. Anda akan di
mudahkan menurut takdir yang telah ditentukan Allah
Ta?ala.
Ketiga : Al- Masyiah ( kehendak ).
Artinya:
bahwa segala sesuatu, yang terjadi atau tidak terjadi, di langit
dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah Ta?ala . hal ini
dinyatakan jelas dalam Al-Qur?an Al ?Karim. Dan Allah Ta?ala
telah menetapkan bahwa apa yang diperbuatNya, serta apa yang
diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya. Firman Allah
:
لمن شاء
منكم أن
يستقيم,
وما تشاءون
إلا أن
يشاء الله
رب العلمين
Artinya : ? ( yaitu ) bagi siapa di antara kamu yang mau
menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (
menempuh jalan itu ) kecuali apa bila dikehendaki Allah,Tuhan
semesta alam?. ( At Takwir : 28
-29)
ولو شاء
ربك ما
فعلوه
Artinya: ? jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya?. ( Al
? An?am : 112)
ولو
شاء الله
ما اقتتلوا
ولكن الله
يفعل ما
يريد
Artinya: ? Seandainya Allah
menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah
berbuat apa yang dikehandakinya?. ( Al ? Baqarah :
253)
Dalam ayat ? ayat tersebut Allah Ta?ala menjelaskan
bahwa apa yang diperbuat oleh manusia itu terjadi dengan
kehendakNya.
Dan banyak pula ayat? ayat yang menunjukkan
bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendakNya.
Seperti firman Allah :
ولو
شئنا
لأتيناه كل
نفس هداها
Artinya : ? Dan kalau kami menghendaki niscaya akan kami
berikan kepada tiap ? tiap jiwa petunjuk (bagi) nya?.( As
Sajdah: 13)
ولو شاء
ربك لجعل
الناس أمة
واحدة
Artinya : ?Jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang
satu?. ( Huud : 118)
Dan banyak lagi ayat ? ayat yang
menetapkan kehendak Allah dalam apa yang
diperbuatNya.
Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan
seseorang kepada qadar ( takdir) kecuali dengan mengimani bahwa
kehendak Allah Ta?ala meliputi segala sesuatu. Tak ada yang
terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tak
mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa
dengan kehendak Allah Ta?ala.
Keempat : Al ? Khalq (
penciptaan )
Artinya mengimani bahwa Allah pencipta segala
sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi penciptanya tiada
lain kecuali Allah Ta?ala. Sampai ? kematian? lawan dari
kehidupan itupun diciptakan .
Allah. Firman Allah :
الذي خلق
الموت
والحيوة
ليبلوكم
أيكم أحسن
عملا
Artinya: ? Yang menjadikan
hidup dan mati, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya?.( Al Mulk : 2)
Jadi segala
sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi penciptanya tiada
lain kecuali Allah Ta?ala.
Kita semua mengetahui dan
meyakini bahwa apa yang terjadi dari hasil perbuatan Allah
adalah ciptaanNya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai,
matahari, bulan, bintang, angin, manusia dan hewan kesemuanya
adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para
makhluk ini , seperti : sifat, perubahan dan keadaan, itupun
ciptaan Allah Ta?ala.
Akan tetapi mungkin saja ada orang
yang merasa sulit memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa
perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak kita
ini adalah ciptaan Allah Ta?ala?
Jawabnya : Ya, memang
demikian, sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul karena
adanya dua faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apa bila
perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka
perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan
manusia adalah Allah Ta?ala. Dan siapa yang menciptakan sebab
dialah yang menciptakan akibatnya.
Jadi, sebagai
argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia
maksudnya adalah bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul
karena dua faktor, yaitu : kehendak dan kemampuan. Andaikata
tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan
berbuat, karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu,
tidak akan dia berbuat, begitu pula andaikata dia mampu, tetapi
tidak menghendaki, tidak akan terjadi suatu perbuatan.
Jika perbuatan manusia terjadi karena adanya kehendak
yang mantap dan kemampuan yang sempurna, sedangkan yang
menciptakan kehendak dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah
Allah Ta?ala, maka dengan ini dapat dikatakan bahwa yang
menciptakan perbuatan manusia adalah Allah Ta?ala.
Akan
tetapi, pada hakekatnya manusialah yang berbuat, manusialah yang
bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang
berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat
kemaksiatan, yang berbuat ketaatan; hanya saja perbuatan ini ada
dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh
Allah Ta?ala. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup
jelas.
Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita
tetapkan untuk Allah Ta?ala. Dan hal ini tidak bertentangan
apabila kita katakan bahwa manusia sebagai pelaku
perbuatan.
Seperti halnya kita katakan : ?api membakar?
padahal yang menjadikan api dapat membakar adalah Allah Ta?ala.
Api tidak dapat membakar dengan sendirinya, sebab seandainya api
dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika nabi Ibrahim AS
dilemparkan ke dalam api, akan terbakar hangus. Akan tetapi,
ternyata beliau tidak mengalami cidera sedikitpun, karena Allah
Ta?ala berfirman pada api itu :
يا
نار كونى
بردا
وسلاما على
إبراهيم
Artinya :
? hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim?.(Al
Anbiya?: 69)
Sehingga Nabi Ibrahim tidak terbakar, bahkan
tetap dalam keadaan sehat walafiat.
Jadi api tidak dapat
membakar dengan sendirinya, tetapi Allah-lah yang menjadikan api
tersebut mempunyai kekuatan untuk membakar. Kekuatan api untuk
membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan pada diri
manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaanya. Hanya saja, Karena
manusia mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka
secara hukum yang dinyatakan sebagai pelaku tindakan adalah
manusia. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang
diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya
sendiri.
PENUTUP
Sebagai penutup, kami katakan
bahwa seorang mu?min harus ridha kepada Allah Ta?ala sebagai
Tuhannya, dan termasuk kesempurnaan ridhaNya yaitu mengimani
adanya qadha dan qadar serta meyakini bahwa dalam masalah ini
tidak ada perbedaan antara amal yang dikerjakan manusia, rizki
yang dia usahakan dan ajal yang dia khawatirkan. Kesemuanya
adalah sama, sudah tertulis dan ditentukan. Dan setiap manusia
dimudahkan menurut takdir yang ditentukan
baginya.
Selesai.
(Dinukil dari kitab
القضاء
والقدر Qadla' dan Qadar
Allah, oleh Syaikh Muhammad Shalih al`Utsaimin).