[nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: kreativitas sebagai "harta karun"

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Tue, 21 Feb 2006 15:45:47 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Mawar Merah Café Bandar:


KREATIVITAS SEBAGAI  "HARTA KARUN".


Beberapa hari yang lalu, Rini Nurul Badariah  mengirimkan saya artikelnya  yang 
ia sebut sebagai artikel "super pendek" berjudul "Gagasan Daur Ulang".  Tulisan 
ini selain disiarkannya dalam websitenya, juga pernah diterbitkan di dalam 
Buletin Klab  Baca Pramoedya.

Artikel "super pendek" tersebut lengkapnya sebagai berikut:


GAGASAN DAUR ULANG

Setelah mendapat topik yang dirasa menarik dan belum pernah diangkat media mana 
pun, Anda bergegas mengembangkannya dalam satu tulisan lalu melayangkannya ke 
meja redaksi yang sesuai untuk  menerbitkannya. Tak dinyana, buah pikiran 
tersebut tidak lolos seleksi. Apa yang Anda lakukan?

Merobek-robek naskah itu hingga tak dapat dibaca lagi dan bertekad tak mau 
menulis untuk seterusnya? Jangan!

Simak alasan penolakan yang dikemukakan redaksi jika ada. Bisa jadi redaktur 
tidak menemukan rubrik yang pas atau gaya bahasa tulisan kita kurang 
mencerminkan kekhasan media bersangkutan. Koreksilah naskah itu. Bila tidak 
mungkin mengirimkannya kembali karena sudah pernah dibahas, temukan media lain 
yang lebih cocok.

Biar bagaimanapun, ide kreatif adalah harta karun kita. Gunakan berbagai siasat 
agar ia tidak sia-sia. Sebuah novel yang gagal terbit dapat dipersempit menjadi 
cerita pendek yang enak dibaca. Naskah drama Anda dikembalikan? Daur ulang 
menjadi cerita film atau komik. Pokoknya jangan sampai gagasan yang diperoleh 
dengan susah payah itu berakhir di keranjang sampah.***

[Sumber: Dokumentasi JJK; http://geocities.com/rinurbad; 
http://rinurbad.multiply.com]


Dari  artikel "super pendek" Rini ini, saya ingin mengangkat dua soal yaitu  
[1]. penolakan  tulisan oleh redaksi suatu penerbitan baik itu majalah,  harian 
atau pun badan penerbit; [2]. kreativitas sebagai "harta karun".


[1].  Penolakan tulisan:

Kalau kita simak riwayat hidup penulis dari berbagai kaliber,  penolakan 
penulisan karya-karyanya oleh redaksi bukanlah sesuatu yang baru. Mayoritas 
penulis-penulis ini, pernah mengalami  bahwa tulisan-tulisannya ditolak oleh 
redaksi. Dan menolak pemuatan sebuah tulisan memang hal penuh si redaksi 
seperti halnya sang profesor berhak tulisan-tulisan mahasiswa/i-nya. Redaksi 
adalah semacam penguasa mutlak di media cetak yang mereka tangani.  Sebaliknya 
melalui seleksi ini pula, kita bisa me ngetahui kualitas atau kadar redaksi 
dari berbagai segi.  Banyak alasan mengapa redaksi menolak sebuah tulisan.  
Barangkali karena alasan politik, bisa juga standar layak muat atau tidak yang 
digunakannya yang ditentukan oleh banyak faktor seperti faktor politik , 
ketetapan yang dipatokan oleh pemilik kapital, tingkat pendidikan dan 
pengetahuan serta apresiasi redaktur, pandangan hidup para redaktur, dan 
lain-lain... Yang paling konyol adalah jika pihak redaktur tidak memberikan hak 
jawab kepada pihak yang disasar oleh sebuah tulisan, hal yang paling minim 
untuk dipenuhi jika dilihat dari segi kode etik jurnalistik.  Di Indonesia, 
peniadaan  hak jawab ini berlaku umum pada masa Orde Baru. Misalnya Joebaar 
Ajoeb alm., sekjen Lembaga Kebudayaan Rakyat [Lekra] , pernah mengirimkan 
tulisan ke Harian Republika untuk menjawab tulisan yang menyasar Lekra.  
Tulisan Joebaar dikembalikan dengan surat pengantar bahwa tulisannya tidak bisa 
dimuat tanpa menjelaskan mengapa. Surat pengantar pemulangan tulisan Joebaar 
tersebut juga mengatakan bahwa pihak redaksi sudah mengkopie tulisan Joebaar.  

Dengan satu contoh ini, yang tentunya bisa saya tambahkan deretannya,  saya 
ingin menunjukkan bahwa penolakan sebuah tulisan tidak identik bahwa tulisan 
itu buruk. Sungguh menarik adalah kasus  antara Boni Triyana dan Endang S. 
Mustofa yang diangkat dalam berbagai milis. Dengan tema bahkan judul yang  
sama, Boni menulis tentang "Sartono Kartodirdjo:  Sejarawannya Wong Banten." 
(dimuat  di Harian Fajar pada 15 Februari 2006) setelah ditolak oleh Harian 
Kompas, Jakarta.  Dengan judul dan masalah yang serupa dan Endang S. Mustofa , 
dengan embel-embel keterangan pada namanya, Endang S. Mustofa mengirimkan 
tulisannya ke Harian Kompas dan dimuat oleh Harian Kompas [18 Februari 2006].  
Boni melihat tulisan tersebut sebagai suatu yang "mempunyai tingkat kemiripan". 
Ketika Boni mengajukan berbagai pertanyaan langsung kepada Endang, dengan 
alasan orangtuanya sakit,  Endang menolak memberikan jawaban.  Kasus ini selain 
menyangkut kredibilitas Endang, sebenarnya juga menyentuh kredibiltas redaktur 
opini Kompas.  

Dari tambahan contoh ini, yang mau saya katakan bahwa  penolakan tulisan oleh 
redaktur suatu penerbitan, tidak usah mengecewakan penulis. Sekali lagi , 
penolakan tulisan tidak berarti karena tulisan itu jelek  tapi mungkin 
disebabkan oleh berbagai sebab lainnya di luar tulisan sebagai tulisan.  Tentu 
saja,  bisa disebabkan karena kadar tulisan sebagai tulisan secara obyektif 
mempunyai kekurangan-kekurangan, sehingga penolakan selayaknya dibaca oleh 
penulisnya sebagai kritik dan kaca untuk bisa melangkah lebih jauh lagi. Dalam 
hal ini, saya tidak merasa adanya kemestian menulis tema yang sama dalam  
bentuk lain seperti naskah drama, cerita bergambar atau cerpen, dsb...  walau 
pun  bukan menjadi suatu kekeliruan jika mengangkat tema serupa dalam genre 
sastra atau karya   lainnya. Redaktur suatu penerbitan, tidak otomatis menjadi 
standar obyektivitas keindahan, ketepatan pikir dan pandangan serta penilaian. 
Tidak jarang data yang ditampilkan oleh suatu penerbitan total keliru baik 
karena kecerobohan wartawan atau pun karena  ketidakcermatan redaktur. Padahal 
ketepatan data, merupakan salah satu takaran wajar bagi kesungguhan suatu 
penerbitan.

Jika demikian, mengapa penolakan tulisan mengecilkan hati si penulis. Kelompok 
'sastrawan-seniman yang dibungkamkan' di Indonesia, apakah pembungkaman mereka 
dikarenakan karya-karya mereka tidak bermutu? Tentang hal ini kita bisa lebih 
rinci dalam berbagai bidang.

Dalam hal ini saya menghargai usaha Manik Sinaga melalui Majalah Sastra-Seni 
"Aksara" [Jakarta] yang secara sadar mendorong tumbuh maraknya penulis-penulis 
muda di seluruh tanahair. Penghargaaan ini karena saya melihat Manik melihat 
jauh ke depan di samping menyalurkan karya-karya penulis yang sudah lama 'jam 
terbang'nya. 


[2]. Kreativitas Sebagai "Harta Karun".


Mengembangkan kreativitas terus-menerus, saya kira, jauh lebih penting daripada 
kekecewaan karena penolakan karya oleh redaktur. Di sinilah saya melihat arti 
pentingnya milis-milis yang berkembang marak dewasa ini dan oleh sementara 
redaktur yang pongah dinilai sebagai 'keranjang sampah'. Apakah semua tulisan 
yang disiarkan di milis-milis adalah 'sampah'? Saya khawatir mengeranjang 
sampahkan milis dan karya-karya yang disiarkannya , justru pikiran demikian  
itu sendiri yang sejenis sampah, ujud dari kecupetan pandangan dan pernyataan 
gegabah. Ini pun suatu kualitas tentu saja. Kualitas manusia dan pikirnya.

Kreativitas adalah sesuatu yang bersifat kunci bagi usaha pemanusiawian manusia 
dan diri sendiri, kehidupan serta  masyarakat. Usaha ini tidak mungkin terujud 
dan berkembang tanpa kreativitas.  Kreativitas hanya dimiliki oleh para pemimpi 
dan jiwa-jiwa pencari. Ia tidak akan dimiliki oleh manusia-manusia yang hanya 
bisa mengatakan "ya" dan tidak mampu mengatakan "tidak". Dan kreativitas hanya 
mungkin subur berkembang dan mendapatkan tanah subur di alam kebebasan dan 
toleran seperti yang tercantum  dalam konsep republik dan Indonesia. 
Sastra-seni pun hanya mungkin marak  di tanah subur begini. Dari segi 
perbandingan lain, saya kira Rini benar mengatakan bahwa kreativitas merupakan 
"harta karun" baik secara individual mau pun secara kolektif. Kreativitas 
membuat hidup menjadi kian hidup. ***

Paris,  Februari 2006.
-----------------------------
JJ. Kusni

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: kreativitas sebagai "harta karun"