[nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: "invasi pornografi adalah kemerosotan citra cinta"ah

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Sun, 26 Feb 2006 16:36:00 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Mawar Merah Café Bandar:

"PORNOGRAFI ADALAH KEMEROSOTAN CITRA CINTA"
[La pornographie, c'est le déclin de l'image de l'amour].


Pendapat di atas, yang kujadikan judul catatan ini berasal dari Gérard Bonnet 
[DR], seorang psychoanalis Perancis yang sejak lama mengkhususkan diri dalam 
kajian seksualitas dan lika-likunya. Kajian-kajiannya didasarkan pada praktek 
klinik  bertahun-tahun. Berdasarkan praktek dan pengamatan klinik itulah, dari 
tangannya telah lahir karya-karya seperti "Voir et être vu, études cliniques 
sur l'exhibitionnisme" [PUF, Paris, 1991], "L'Irrésistible Pouvoir du Sexe" 
[Editions Payot, Paris] sedangkan dalam karyanya "Défi à la pudeur. Quand la 
pornographie devient l'initiation sexuelles des jeunes", Bonnet melukiskan 
kaitan antara angkatan muda dan pornografi.

Kajian rasional dari berbagai segi dan disiplin   mengenai seksualitas, 
termasuk soal pornografi, saya kira sangat diperlukan, sehingga kita bisa 
melihat masalah sebagaimana adanya dan tidak sampai melakukan tindakan gegabah 
yang melanggar hak hakiki kemanusiaan atau menindas perempuan serta kelompok 
masyarakat lainnya atas nama melawan pornografi.Saya mengkhawatirkan Rencana 
Undang-undang yang sedang dibicarakan sekarang tidak disertai dengan 
pertimbangan-pertimbangan menyeluruh sehingga bisa berdampak sangat negatif dan 
melanggar hak-hak dasar etnik-etnik yang biasa telanjang dada bahkan tidak 
menggunakan celana, lalu atas nama Undang-undang memeras mereka sebagai 
melanggar UU. Kecuali itu bisa saja bahwa apabila Rencana UU Tentang Pornografi 
ini disahkan DPR, maka ia menjadi sebuah pintu terbuka bagi masuknya pengaruh 
politik kalangan tertentu, sementara yang disebut pornografi, motel, yang 
terdapat di balik karaoke [di Yogyakarta diplesetkan menjadi "karo aku" 
[bersama saya] terus saja berlangsung. 

Saya juga sangat mengkhawatirkan bahwa jika RUU tentang pornografi ini 
disahkan, atas nama melawan pornografi, kebebasan kreativitas para seniman akan 
terusik dan karya-karya bugil atau erotik yang terdapat di berbagai daerah, 
akan dihancurkan begitu saja, termasuk yang ada di Candi Prambanan atau 
Borobudur, padahal karya-karya tersebut di daerah-daerah tersebut tidak 
dipandang sebagai porno.Saya tidak yakin dengan adanya UU Tentang Pornografi 
yang disebut porno akan lenyap atau terkendalikan. Bukan tidak mungkin UU 
demikian hanya mengesahkan kemunafikan dan pemerasan sehingga yang disebut 
pornografi terus saja berlangsung.

Tiga tahun yang lalu, tepatnya pada 13 Februari 2003, wartawan Le Figaro 
Litéraire [FL], bagian dari harian nasional,  Le Figaro,  Paris, Perancis, 
menanyai DR. Gérard Bonnet yang mengkhususkan diri untuk mengkaji soal 
seksualitas. Wartawan FL menanyai DR. Bonnet: "Apakah gejala pornografi ini 
memang suatu fenomena baru ataukah hanya lebih menampakkan diri hari ini karena 
dimediatisasikan?".

Menjawab pertanyaan ini DR. Bonnet, sang psikhoanalis, mengatakan bahwa "gejala 
pornografi memang mengalami suatu lonjakan baru dalam hubungan dengan keadaan 
mengglobalnya planet kita. Sekarang ini kita sering mendengar orang-orang 
berbicara tentang globalisasi [mondialisation] tetapi dunia kita masih saja 
terdiri dari individu-individu. Di tengah arus globalisasi ini, 
individu-individu tersebut ingin keberadaan dirinya, ingin tampil. Agar 
keberadaan dan penampilan ini dirasakan maka masing-masing mencoba mencari 
jalan pelaksanaan dan memerlukan suatu cara. Inilah yang saya maksudkan dengan 
eksibisionisme. Eksibisionisme perorangan [individual] kemudian berkembang 
menjadi eksibisionisme kolektif yang melahirkan pornografi.Pornografi ini 
sekarang menjadi menonjol karena ia dieksploitasi dan kemudian diperdagangkan 
serta diiklankan secara besar-besaran". 

Dari keterangan di atas nampak bahwa DR.Bonnet melihat permasalahan pornografi 
dari segi hasrat untuk seseorang untuk  diakui keberadaanya sedangkan di era 
kita masalah ini menjadi kabur, tidak jelas disamping melihat permasalahan dari 
sudut globalisasi sebagai puncak perkembangan kapitalisme kekinian. Kecuali 
itu, DR.Bonnet melalui karya-karyanya yang saya sebutkan di atas, juga sempat 
membandingkan era kita dengan dekadensi zaman Romawi.  

Dalam keterangannya kepada wartawan FL, tentang soal ini DR. Bonnet menjelaskan 
pandangannya dengan menyitat pandangan Michel Foucault [walau pun ia banyak 
mengacu pada Freud dan Lacan] bahwa "hubungan seksualitas tidak lain dari suatu 
cerminan suatu masyarakat". Pornografi dilihat oleh Bonnet sebagai pelecehan 
atas hubungan seksualitas yang mencerminkan bzerjangkitnya keadaan tidak sehat 
[malaise] masyarakat kita. Kiranya, gejala ketidaksehatan masyarakat ini bisa 
menggugah kewaspadaan kita serta layak segera ditangani.Pada zaman Romawi, 
ketidaksehatan dalam hubungan seksualitas ini lebih menyasar lapisan kelas 
pimpinan sedangkan sekarang menyasar seluruh lapisan masyarakat. Mendekati 
masalah kemerosotan dalam hubungan seksualitas dalam masyarakat kita dengan 
perbandingan zaman Romawi, DR. Bonnet juga melihat adanya unsur lain, terutama 
geopolitik di mana terdapat adanya suatu adikuasa tunggal yang tidak ingin  
ketentuan dan keinginannya tidak terujud. 

Di sini DR.Bonnet menghubungkan masalah kemerosotan hubungan seksualitas dengan 
kekuasaan, dengan soal kekuasaan uang dan kekuasaan politik pada era 
globalisasi.

Berpindah ke soal kaum Islamis ekstrim yang mengutuk Barat sebagai dekaden, 
DR.Bonnet berpendapat bahwa kritik-kritik tersebut patut didengar karena kita 
di Barat memang sedang menghadapi fenomena nyata dalam soal seksualitas ini. 
Sedangkan mengenai tingkat-tingkat ekses biasanya selalu disertai oleh 
puritanisme. Contoh: Dekadensi Romawi diikut oleh munculnya Christianisme. 
Apabila sekarang masyarakat kita berada dalam penyimpangan di hubungan 
seksualitas, maka akibatnya kita akan jatuh ke ekses berbalikan yaitu suatu 
seksulatas yang terkurung dan terbelenggu, hingga muncullah kecenderungan dan 
cobaan yang sekarang diwakili oleh kalangan fundamentalis [integristes].

Lalu jalan keluar apakah yang ditawarkan oleh DR. Gérard Bonnet untuk mengatasi 
kemerosotan hubungan seksualitas ini?

Ia mengusulkan pertama-tama agar dilakukan desmistifikasi pornografi dan 
lebih-lebih utama lagi mengobah cara [mode] pendidikan kita terhadap para 
pemuda/i dalam soal seksualitas. Dalam pendidikan seksualitas patut dijelaskan 
bahwa pornografi hanyalah melayani kepentingan merkantilis. Sambil 
mengembangkan budaya kiritik di kalangan mereka ketika menghadapi rupa-rupa 
pesan yang disampaikan kepada mereka melalui berbagai cara, kita cara demikian, 
kita memungkinkan mereka mendapatkan kekayaan makna sebagai anak manusia. 
Kreativitas adalah dimensi hakiki dari seksualitas: sebuah dunia perjumpaan 
yang kompleks dan khusus. Karena itu cara pendidikan seksual juga layak 
dirobah. Sampai sekarang yang dilakukan dalam pendidikan seksual lebih bersifat 
mekanis, berpilarkan pada   pengenalan organ-organ, padahal seksualitas di atas 
segalanya adalah suatu pengalaman manusia yang khas.DR.Bonnet melihat hubungan 
seksual adalah hubungan agung antar dua anak manusia.

Dari pandangan ini, nampak bahwa DR. Bonnet lebih menitikberatkan pemecahan 
masalah dari segi pendidikan dan tidak menganjurkan penyelesaian administratif 
kenegaraan. 

Dalam kenyataan, sejalan dengan pandangan DR.Bonnet di atas, maka  dalam 
penanganan masalah yang disebut pornografi ini, agaknya Pemerintah Perancis, 
memang lebih dari segi pendidikan dan tidak segi administratif. Oleh karena itu 
gedung-gedung bioskop yang memutar "filem-filem biru" dibiarkan saja berdiri 
dan berkegiatan sampai bangkrut sendiri ketiadaan penonton.Sex-shops tidak 
dilarang. Bahkan di Pigalle, Paris XVIII yang pada suatu ketika pernah jadi 
pusat  daerah "lampu merah" [sekarang bergeser ke rue St. Denis], didirikan 
sebuah museum erotik, sebuah gedung bertingkat.

Apakah pandangan DR. Bonnet ini bukannya suatu pandangan kadaluwarsa tentang 
hubungan seksual sehingga ia bisa dikatakan "reaksioner"? Menanggapi hal ini, 
DR. Bonnet mengatakan ketidakperduliannya atas predikat apa saja yang mungkin 
dilekatkan kepada dirinya. "Saya tidak mempunyai tesis apa pun yang harus saya 
pertahankan. Secara intelektual, saya tidak dikungkung oleh apriorisme. Saya 
pun bukan pula seorang moralis", ujarnya. "Sebaliknya, apa yang saya lakukan 
adalah mempromosi seksualitas dalam dimensinya yang kreatif, bertolak dari 
pengalaman-pengalaman saya bekerja di klinik. Saya kira, kita semestinya 
menghormati "psychosystem" diri kita sebagai anak manusia. Pornografi di mata 
saya sebenarnya adalah ancaman terhadap keseimbangan fisik kita yang peka. 
Sekarang, saya melihat,  kita niscayanya mencoba keluar dari lingkaran spiral 
ancaman ini, paling tidak untuk angkatan-angkatan mendatang. Pemerosotan seks 
adalah sesuatu yang gawat bagi haridepan kemanusiaan seperti yang juga sudah 
digarisbawahi oleh Octavio Paz dalam "La Double  Flamme" [Nyala Ganda] pada 
tahun 1994" lanjut DR.Bonnet. "Invasi pornografi adalah kemerosotan citra 
cinta", ujar Bonnet.  

Apakah Rencana Undang-undang Tentang Pornografi yang sekarang sedang ramai 
dibicarakan, mempertimbangkan penghormatan pada "psychosystem" diri kita 
sebagai anak manusia? Lebih dari itu, apakah Rencana Undang-undang ini sudah 
tepat sasaran kalau pornografi, seperti dikatakan oleh DR.Bonnet, tidak lepas 
dari masalah menjadikan seks sebagai barang dagang yang juga berarti manusia 
sedang diperdagangkan? ***  


JJ.Kusni
-------
Paris, Februari 2006.




[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: "invasi pornografi adalah kemerosotan citra cinta"ah