** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Mawar Merah Café Bandar: "PORNOGRAFI ADALAH KEMEROSOTAN CITRA CINTA" [La pornographie, c'est le déclin de l'image de l'amour]. Pendapat di atas, yang kujadikan judul catatan ini berasal dari Gérard Bonnet [DR], seorang psychoanalis Perancis yang sejak lama mengkhususkan diri dalam kajian seksualitas dan lika-likunya. Kajian-kajiannya didasarkan pada praktek klinik bertahun-tahun. Berdasarkan praktek dan pengamatan klinik itulah, dari tangannya telah lahir karya-karya seperti "Voir et être vu, études cliniques sur l'exhibitionnisme" [PUF, Paris, 1991], "L'Irrésistible Pouvoir du Sexe" [Editions Payot, Paris] sedangkan dalam karyanya "Défi à la pudeur. Quand la pornographie devient l'initiation sexuelles des jeunes", Bonnet melukiskan kaitan antara angkatan muda dan pornografi. Kajian rasional dari berbagai segi dan disiplin mengenai seksualitas, termasuk soal pornografi, saya kira sangat diperlukan, sehingga kita bisa melihat masalah sebagaimana adanya dan tidak sampai melakukan tindakan gegabah yang melanggar hak hakiki kemanusiaan atau menindas perempuan serta kelompok masyarakat lainnya atas nama melawan pornografi.Saya mengkhawatirkan Rencana Undang-undang yang sedang dibicarakan sekarang tidak disertai dengan pertimbangan-pertimbangan menyeluruh sehingga bisa berdampak sangat negatif dan melanggar hak-hak dasar etnik-etnik yang biasa telanjang dada bahkan tidak menggunakan celana, lalu atas nama Undang-undang memeras mereka sebagai melanggar UU. Kecuali itu bisa saja bahwa apabila Rencana UU Tentang Pornografi ini disahkan DPR, maka ia menjadi sebuah pintu terbuka bagi masuknya pengaruh politik kalangan tertentu, sementara yang disebut pornografi, motel, yang terdapat di balik karaoke [di Yogyakarta diplesetkan menjadi "karo aku" [bersama saya] terus saja berlangsung. Saya juga sangat mengkhawatirkan bahwa jika RUU tentang pornografi ini disahkan, atas nama melawan pornografi, kebebasan kreativitas para seniman akan terusik dan karya-karya bugil atau erotik yang terdapat di berbagai daerah, akan dihancurkan begitu saja, termasuk yang ada di Candi Prambanan atau Borobudur, padahal karya-karya tersebut di daerah-daerah tersebut tidak dipandang sebagai porno.Saya tidak yakin dengan adanya UU Tentang Pornografi yang disebut porno akan lenyap atau terkendalikan. Bukan tidak mungkin UU demikian hanya mengesahkan kemunafikan dan pemerasan sehingga yang disebut pornografi terus saja berlangsung. Tiga tahun yang lalu, tepatnya pada 13 Februari 2003, wartawan Le Figaro Litéraire [FL], bagian dari harian nasional, Le Figaro, Paris, Perancis, menanyai DR. Gérard Bonnet yang mengkhususkan diri untuk mengkaji soal seksualitas. Wartawan FL menanyai DR. Bonnet: "Apakah gejala pornografi ini memang suatu fenomena baru ataukah hanya lebih menampakkan diri hari ini karena dimediatisasikan?". Menjawab pertanyaan ini DR. Bonnet, sang psikhoanalis, mengatakan bahwa "gejala pornografi memang mengalami suatu lonjakan baru dalam hubungan dengan keadaan mengglobalnya planet kita. Sekarang ini kita sering mendengar orang-orang berbicara tentang globalisasi [mondialisation] tetapi dunia kita masih saja terdiri dari individu-individu. Di tengah arus globalisasi ini, individu-individu tersebut ingin keberadaan dirinya, ingin tampil. Agar keberadaan dan penampilan ini dirasakan maka masing-masing mencoba mencari jalan pelaksanaan dan memerlukan suatu cara. Inilah yang saya maksudkan dengan eksibisionisme. Eksibisionisme perorangan [individual] kemudian berkembang menjadi eksibisionisme kolektif yang melahirkan pornografi.Pornografi ini sekarang menjadi menonjol karena ia dieksploitasi dan kemudian diperdagangkan serta diiklankan secara besar-besaran". Dari keterangan di atas nampak bahwa DR.Bonnet melihat permasalahan pornografi dari segi hasrat untuk seseorang untuk diakui keberadaanya sedangkan di era kita masalah ini menjadi kabur, tidak jelas disamping melihat permasalahan dari sudut globalisasi sebagai puncak perkembangan kapitalisme kekinian. Kecuali itu, DR.Bonnet melalui karya-karyanya yang saya sebutkan di atas, juga sempat membandingkan era kita dengan dekadensi zaman Romawi. Dalam keterangannya kepada wartawan FL, tentang soal ini DR. Bonnet menjelaskan pandangannya dengan menyitat pandangan Michel Foucault [walau pun ia banyak mengacu pada Freud dan Lacan] bahwa "hubungan seksualitas tidak lain dari suatu cerminan suatu masyarakat". Pornografi dilihat oleh Bonnet sebagai pelecehan atas hubungan seksualitas yang mencerminkan bzerjangkitnya keadaan tidak sehat [malaise] masyarakat kita. Kiranya, gejala ketidaksehatan masyarakat ini bisa menggugah kewaspadaan kita serta layak segera ditangani.Pada zaman Romawi, ketidaksehatan dalam hubungan seksualitas ini lebih menyasar lapisan kelas pimpinan sedangkan sekarang menyasar seluruh lapisan masyarakat. Mendekati masalah kemerosotan dalam hubungan seksualitas dalam masyarakat kita dengan perbandingan zaman Romawi, DR. Bonnet juga melihat adanya unsur lain, terutama geopolitik di mana terdapat adanya suatu adikuasa tunggal yang tidak ingin ketentuan dan keinginannya tidak terujud. Di sini DR.Bonnet menghubungkan masalah kemerosotan hubungan seksualitas dengan kekuasaan, dengan soal kekuasaan uang dan kekuasaan politik pada era globalisasi. Berpindah ke soal kaum Islamis ekstrim yang mengutuk Barat sebagai dekaden, DR.Bonnet berpendapat bahwa kritik-kritik tersebut patut didengar karena kita di Barat memang sedang menghadapi fenomena nyata dalam soal seksualitas ini. Sedangkan mengenai tingkat-tingkat ekses biasanya selalu disertai oleh puritanisme. Contoh: Dekadensi Romawi diikut oleh munculnya Christianisme. Apabila sekarang masyarakat kita berada dalam penyimpangan di hubungan seksualitas, maka akibatnya kita akan jatuh ke ekses berbalikan yaitu suatu seksulatas yang terkurung dan terbelenggu, hingga muncullah kecenderungan dan cobaan yang sekarang diwakili oleh kalangan fundamentalis [integristes]. Lalu jalan keluar apakah yang ditawarkan oleh DR. Gérard Bonnet untuk mengatasi kemerosotan hubungan seksualitas ini? Ia mengusulkan pertama-tama agar dilakukan desmistifikasi pornografi dan lebih-lebih utama lagi mengobah cara [mode] pendidikan kita terhadap para pemuda/i dalam soal seksualitas. Dalam pendidikan seksualitas patut dijelaskan bahwa pornografi hanyalah melayani kepentingan merkantilis. Sambil mengembangkan budaya kiritik di kalangan mereka ketika menghadapi rupa-rupa pesan yang disampaikan kepada mereka melalui berbagai cara, kita cara demikian, kita memungkinkan mereka mendapatkan kekayaan makna sebagai anak manusia. Kreativitas adalah dimensi hakiki dari seksualitas: sebuah dunia perjumpaan yang kompleks dan khusus. Karena itu cara pendidikan seksual juga layak dirobah. Sampai sekarang yang dilakukan dalam pendidikan seksual lebih bersifat mekanis, berpilarkan pada pengenalan organ-organ, padahal seksualitas di atas segalanya adalah suatu pengalaman manusia yang khas.DR.Bonnet melihat hubungan seksual adalah hubungan agung antar dua anak manusia. Dari pandangan ini, nampak bahwa DR. Bonnet lebih menitikberatkan pemecahan masalah dari segi pendidikan dan tidak menganjurkan penyelesaian administratif kenegaraan. Dalam kenyataan, sejalan dengan pandangan DR.Bonnet di atas, maka dalam penanganan masalah yang disebut pornografi ini, agaknya Pemerintah Perancis, memang lebih dari segi pendidikan dan tidak segi administratif. Oleh karena itu gedung-gedung bioskop yang memutar "filem-filem biru" dibiarkan saja berdiri dan berkegiatan sampai bangkrut sendiri ketiadaan penonton.Sex-shops tidak dilarang. Bahkan di Pigalle, Paris XVIII yang pada suatu ketika pernah jadi pusat daerah "lampu merah" [sekarang bergeser ke rue St. Denis], didirikan sebuah museum erotik, sebuah gedung bertingkat. Apakah pandangan DR. Bonnet ini bukannya suatu pandangan kadaluwarsa tentang hubungan seksual sehingga ia bisa dikatakan "reaksioner"? Menanggapi hal ini, DR. Bonnet mengatakan ketidakperduliannya atas predikat apa saja yang mungkin dilekatkan kepada dirinya. "Saya tidak mempunyai tesis apa pun yang harus saya pertahankan. Secara intelektual, saya tidak dikungkung oleh apriorisme. Saya pun bukan pula seorang moralis", ujarnya. "Sebaliknya, apa yang saya lakukan adalah mempromosi seksualitas dalam dimensinya yang kreatif, bertolak dari pengalaman-pengalaman saya bekerja di klinik. Saya kira, kita semestinya menghormati "psychosystem" diri kita sebagai anak manusia. Pornografi di mata saya sebenarnya adalah ancaman terhadap keseimbangan fisik kita yang peka. Sekarang, saya melihat, kita niscayanya mencoba keluar dari lingkaran spiral ancaman ini, paling tidak untuk angkatan-angkatan mendatang. Pemerosotan seks adalah sesuatu yang gawat bagi haridepan kemanusiaan seperti yang juga sudah digarisbawahi oleh Octavio Paz dalam "La Double Flamme" [Nyala Ganda] pada tahun 1994" lanjut DR.Bonnet. "Invasi pornografi adalah kemerosotan citra cinta", ujar Bonnet. Apakah Rencana Undang-undang Tentang Pornografi yang sekarang sedang ramai dibicarakan, mempertimbangkan penghormatan pada "psychosystem" diri kita sebagai anak manusia? Lebih dari itu, apakah Rencana Undang-undang ini sudah tepat sasaran kalau pornografi, seperti dikatakan oleh DR.Bonnet, tidak lepas dari masalah menjadikan seks sebagai barang dagang yang juga berarti manusia sedang diperdagangkan? *** JJ.Kusni ------- Paris, Februari 2006. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **