[nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: imre kertész dan beberapa pendapatnya tentang sastra [2-- Selesai]

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Sat, 18 Feb 2006 13:55:52 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Mawar Merah Café Bandar:


"IMRE KERTESZ DAN BEBERAPA PENDAPATNYA TENTANG SASTRA.

[2]



Apakah perihal 'inventer une histoire' ini bisa mempunyai pengertian setara 
dengan konsep  'avant-garde'? 

Terhadap pertanyaan ini Imre Kartész  mengatakan bahwa ia tidak percaya pada 
pengertian 'avant-garde' seperti yang biasa diartikan. Bagi Kertész, 
'avant-garde autentik' [l'avant-garde authentique] senantiasa menunjuk kepada 
suatu tradisi'. Tapi bukan kepada tradisi sebelumnya, melainkan kepada tradisi 
berbagai generasi pendahulu.  Dengan pemahaman beginilah Imre Kertész memahami 
karya-karya Samuel Becket , tokoh -tokoh sedih Giacometti atau musik 
Schoenberg...   

Soal tradisi atau peninggalan berbagai generasi ini jugalah yang dimaksudkan 
ketika Imre berbicara tentang 'stasiun-stasiun Kasih-sayang Kristus', walau pun 
Imre sendiri bukanlah seorang yang relijius. 
'La Passion du Christ' , bagi Imre tidak lain dari suatu genre literer 
tradisional. Dan dalam hal ini ia merujuk kepada, misalnya, Jedermann dari Hugo 
von Hofmannsthal, dan Imre, menurut pengakuannya, memang ingin menulis dan 
tercatat di dalam tradisi begini. Menurut Imre, genre sastra ini bertautan 
dengan bentuk warisan estetika dan puitik, merupakan kelanjutan dalam sejarah  
perkembangan sastra. Jika dihubungkan dengan holokos, maka genre ini dilihatnya 
juga punya kaitan. Seperti sudah saya katakan di atas, bagi Imre, holokos 
mempunyai arti universal dilihat dari segi  'pengalaman  intim' [l'expérience 
intime] dalam memandang kejadian. Oleh karenanya, Imre menolak dimasukkan 
kedalam kategori penulis 'sastra  holokos', yang dipandangnya sebagai suatu 
pembatasan. Imre menolak pembatasan dalam usahanya memburu universalitas. 

Dalam hubungan ini, ingatan saya menjalar ke Tiongkok sesudah Revolusi Besar 
Kebudayaan Proletar [RBKP] pada tahun 1966 dan seterusnya sampai munculnya 
kembali Deng Xiao-ping dengan ide reformnya,  di mana para sastrawan negeri ini 
menulis yang oleh sementara kritikus disebut sebagai 'sastra luka'. Luka karena 
ditusuk oleh RBKP. Jika dilihat dari konsep Imre, maka 'sastra luka' di mana 
para sastrawan menumpahkan pengalaman-pengaman pahit mereka selama RBKP, 
barangkali bisa disebut 'suatu pembatasan'. Hanya saja apakah semua penulis 
'sastra luka' tergolong ke dalam 'sastra luka', adalah suatu pertanyaan karena 
yang mengklasifikasikannya adalah kritikus, bukan para sastrawan itu sendiri.  
Masalah yang perlu disimak adalah bagaimana para sastrawan sebagai kreator 
menuangkan dan melihat kembali RBKP sebagai kejadian besar. Apakah mereka 
melihatnya dari 'l'expérience intime'  dan 'inventer histoire' model Imre 
ataukah lebih sebagai suatu kesaksian biografis  dan gugatan spesifik?

Barangkali metode Imre ini bisa juga dijadikan acuan bandingan dalam melihat 
karya-karya seni di berbagai bidang ketika mengangkat tragedi-tragedi nasional 
di Indonesia, baik itu yang ditulis oleh anggota-anggota Lekra mau pun yang 
non-Lekra seperti karya-karya Taufiq Ismail, Yudhistira, Umar Khayam, Rendra, 
NH.Dini, Ngarto. Saya berkesan metode Imre lebih membebaskan sastrawan untuk 
lebih jauh menjelajahi dunia nilai yang lebih luas dan tidak sebatas kejadian 
di permukaan. Dengan metode ini, kita tidak bisa mengatakan bahwa Imre tidak 
memilih pihak.  Hanya dalam berpihak, ia berpihak kepada nilai yang universal 
karena itu ia menolak sebagai penulis 'sastra holokos'.  Dengan metode ini, 
nampak bahwa Imre sekali pun memanfaatkan pengalaman pahit masa remajanya di 
kamp konsentrasi Nazi Hitler,  sebagai bahan mentah untuk mencari hakekat dan 
menciptakan suatu metode dan 'inventer histoire'. Ia tidak menjadi kroniker. 
Tapi menjadi kreator, menjadi pencipta, bernama sastrawan, seniman yang 
menggunakan sastra sebagai sarana pengungkap diri. 

Hal lain menarik yang terdapat pada Imre Kertész adalah pandangannya tentang 
pesan sastra  atau hubungan sastra dan pendidikan dihubungkan dengan pendapat 
bahwa sastra selayaknya menyandang misi mendidik [educative].  

Jika  kita perhatikan dari karya-karya sastra yang ditulis yang sangat 
mementingkan pesan ini,  tidak jarang penganut pandangan ini jatuh kedalam 
sloganisme atau propaganda  karena terlalu mengutamakan pesan,  sehingga akan 
masalah taraf artistik pengungkapan.  Sedangkan di pihak yang berhasrat menjadi 
'avant-garde' ada kecenderungan  yang mejurus ke seksisme dangkal. [Pembicaraan 
soal di luar konteks ini di sini saya cadangkan].

Tentang masalah ini Imre menegaskan kepada Harian La Croix, Paris [16 Februari 
2006] , bahwa ia justru membaliknya. Saat ia menjelaskan tentang roman utamanya 
'Etre Sans Destin' [Fateless, 'Keberadaan Tak Menentu'], Imre menggunakan 
istilah "roman pendidikan terbalik'.  

Apakah itu 'pendidikan terbalik' itu?

"Ungkapan ini", jelas Imre, "menunjuk kepada tradisi sastra  yang sangat 
menonjol di negeri-negeri Skandivia dan lebih-lebih lagi di Jerman [seperti 
diketahui Imre sangat fasih berbahasa Jerman -- JJK] , sebagaimana terdapat 
pada karya Thomas Mann,  Les  Buddenbrook. "Etre Sans Destin", menurut nImre , 
justru 'menggunakan metode berbalikan.  Roman ini merupakan suatu sejarah 
dekonstruksi dan pembinasaan.  'Tentu saja', ujarnya, 'pada saat terjadi suatu 
pembinasaan,  maka ia menghadapkan dua kemungkinan kepada tokoh-tokoh, yaitu 
berdiam dalam pembinasaan tersebut dan atau melakukan pembangunan kembali [se 
reconstruire]'. Dari sini saya memahami  bahwa bagi Imre,  tokoh adalah alat 
penyampai ide dan perasaannya. Tokoh yang oleh sang kreator diusahakan secara 
maksimal tampil sebagai tokoh hidup dan bukan sebagai wayang di tangan dalang 
[Bandingkan dengan tokoh-tokoh yang sangat hidup  dalam cerita 'Water Margin' 
Tiongkok ]. Dari sini juga nampak dengan metode-metodenya, Imre masih berpegang 
kokoh pada keberpihakan [engagement] yang oleh   Nathalie Crom disebut tradisi 
sastra 'bildungroman'. Dengan memberi tekanan pada arti penting pengalaman masa 
silam atau tradisi, Imre menunjukkan bahwa pembaharuan, penemuan, bukanlah 
sesuatu yang lepas akar dan tanpa dasar sebagaimana yang dirumuskannya dengan 
'les stations de la Passion du Christ'.  Terus-terang Imre mengakui bahwa ia 
berada pada jalaran sastrawan yang disebutnya "sastra  Mitteleuropa' seperti 
Joseph Roth, Kafka... selain juga mendapat pengaruh dari   Albert Camus atau 
Kierkegaard.

Jika dihubungkan dengan keadaan kita di Indonesia, konsep dan metode Imre 
nampaknya ada kesejajarannya dengan konsep 'sastra-seni kepulauan' Halim HD dan 
kawan-kawan yang tanpa lelah mereka usahakan pengembangannya. Kesan begini 
karena saya melihat pada ide 'sastra-seni kepulauan' ada kesadaran melihat dan 
memanfaatkan khazanah sastra-seni pulau-pulau di tanahair yang kaya raya 
sehingga Picasso dan Artaud pun memungut manfaatnya dan mendapatkan ilham untuk 
menciptakan hal-hal baru di bidang masing-masing. Ide sastra-seni kepulauan 
agaknya sesuai pula dengan pandangan Paul Ricoeur yang melihat bahwa kedirian 
budaya memungkinkan kita melakukan dialog dengan budaya lain, bahwa 'kebudayaan 
itu majemuk, sedangkan kemanusiaan itu tunggal'.

Membaca sebagian pandangan-pandangan Imre Kertész ini, saya sekaligus sedang 
membaca apa-bagaimana pekerjaan sastrawan itu sesungguhnya yang membuat saya 
makin merasa diri tidak lain dari  seorang murid kecil  "Sekolah Dasar' di 
dunia sastra-seni ini.***


 Paris, Februari 2006.
----------------------------
JJ. Kusni


[Selesai]

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: imre kertész dan beberapa pendapatnya tentang sastra [2-- Selesai]