[nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: imre kertész dan beberapa pendapatnya tentang sastra [1]

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Sat, 18 Feb 2006 05:09:48 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Mawar Merah Café Bandar:

"IMRE KERTESZ DAN BEBERAPA PENDAPATNYA TENTANG SASTRA.

[1]


Musim gugur tahun 2002 lalu Akademi Stockholm telah menganugerahkan kepada Imre 
Kertész Hadiah Nobel atas karya-karya sastra pengarang Hongaria ini.  Sebelum 
hadiah ini diberikan kepadanya, di Perancis, karya-karya Kertész pertama-tama 
diterbitkan oleh Penerbit 'Les Editions Acted Sud' yang mengkhususkan diri 
memperkenalkan karya-karya luar negeri ke publik Perancis. Pada Hari Sastra 
Indonesia di Paris, dua tahun lalu, direktur utama 'L'Editions Acted Sud' juga 
turut  memberikan andil berupa sebuah sambutan mengenai hubungan sastra  antara 
Indonesia dan Perancis. 

Musim semi tahun ini , ruang-ruang bioskop Perancis akan di isi antara lain 
dengan filem berdasarkan karya Imre Kertész : 'Etre Sans Destin' [Fateless], 
disutradarai Majos Koltai. Imre sendiri terlibat langsung dalam pembuatan filem 
berdasarkan karya besarnya ini. "Pada mulanya saya tidak tertarik untuk 
terlibat langsung" ujar Imre [Lihat: Harian La Croix, Paris, 16 Februari 2006]. 
 "Hanya kemudian, ketika saya membaca skenario yang diserahkan kepada saya,  
saya dapatkan bahwa skenario tersebut telah sepenuhnya menyalahi ide buku saya 
, terutama dalam hal penggunaan flash  back, yang bagi saya merupakan suatu 
cara mawas diri dengan menggunakan roman.  Hal ini merupakan sesuatu sangat 
hakiki bagi saya.  Karena itu saya berkeputusan untuk menulis ulang skenario 
dengan cara saya, demi mempertahankan ide hakiki roman saya-- dengan kesadaran 
bahwa antara roman dan filem adalah dua hal yang sangat berbeda".  

Seperti diketahui, karya-karya Imre terutama berkisar tentang peristiwa holokos 
yang menimpa orang Yahudi pada masa Perang Dunia II di mana saat masih remaja, 
Imre sebagai orang Yahudi , turut langsung merasakan pahit-getirnya. Tapi dalam 
wawancaranya dengan wartawan Harian La Croix, Paris, Nathalie Crom [16 Februari 
2006],  Imre mengatakan bahwa yang terpenting baginya bukanlah kejadian   atau 
penampilan kejadian, melainkan 'pengalaman intim' yang didapatkan dari kejadian 
tersebut.  Yang ia maksudkan dengan  'pengalaman intim', pengalaman individual 
itu, yaitu 'jalan yang dipilih oleh seorang anak manuusia, sebuah  hati,  di 
hadapan kejadian'.

Di hadapan kejadian-kejadian dashyat seperti holokos atau Tragedi September 
1965, anak manusia ditanyai oleh perisitiwa harus bersikap  bagaimana.  Dan 
sikap ini bersifat pribadi dan sangat mendasar.  Ada yang menjual teman, ada 
yang menjadi tukang tunjuk, ada teguh tak bergeming pada prinsip yang 
dipilihnya. Pilihan pribadi beginilah saya kira  yang dimaksudkan dengan 
'pengalaman intim' oleh Imre, sebagai hasil saringan peristiwa.  Artinya, yang 
diolah oleh Imre adalah masalah manusia yang paling dalam sehingga ketika ia 
berbicara tentang holokos, ia sebenarnya berbicara tentang manusia sebagai 
inti. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa "holokos adalah sebuah pengalaman 
universal". Barangkali 'cara' ini bisa disebut juga sebagai ' jalan' atau 
'proses penciptaan Imre Kertész'.

Hal ini lebih digarisbawahi lagi oleh Imre ketika menjawab Nathalie Crom yang 
bertanya 'mengapa ia tidak menulis kesaksian biografis saja': 'Memang benar 
bahwa saya telah hidup di bawah berbagai macam diktatur: mula-mula Nazisme, 
kemudian Stalinisme , lalu sosialisme.  Karenanya itu saya mengentak watak 
terdalam dari kediktaturan. Pikiran-pikiran diktaturial ini, ditambah oleh 
bacaan-bacaan saya mengenai Auschwitz  serta kenangan pribadi  selama berada di 
dalam kamp konsentrasi Nazi telah menyediakan bahan-bahan tulisan bagi saya, 
antara lain saya tuangkan dalam roman 'Etre Sans Destin' [Faitless].  Tapi saya 
tidak ingin berhenti pada kenyataan dan bahan mentah. Saya mau menciptakan 
sebuah sejarah yang saya harapkan bisa menjadi sejenis  paradigma yang 
mempunyai rasa dan pandangan terhadap kejadian demi kejadian berbagai tahap  
pada dekonstruksi tokoh -- tahap-tahap yang bisa kita dapatkan pada berbagai 
kesaksian orang mengenai Auschwitz.  Saya ingin mengkonstruksi  sejarah ini. 
Dan dalam usaha ini saya mendapatkan pada 'stasiun-stasiun Kasih Sayang 
Kristus' [stations de la Passion du Christ]'.  Tapi berbarengan dengan itu, 
saya juga menyelami langsung masa silam,  untuk menemukan sensasi-sensasi dan 
pemahaman atas kejadian demi kejadian seperti yang saya alami pada masa remaja. 
Dalam hal ini saya tidak melihat ke hari esok tapi sebaliknya kembali ke 
masa-masa silam yang sungguh-sungguh jauh".

Kata-kata kunci dalam pernyataan ini, saya kira terletak pada "menemukan 
sensasi-sensasi dan pemlahaman atas kejadian".  Kejadian demi kejadian 
berfungsi pintu terbuka untuk menjelajah padang makna bersifat universal yang 
hendak diburu oleh Imre Kertész. Makna universal inilah yang ia angkat 
berdasarkan bahan mentah berupa kejadian demi kejadian sehingga dengan demikian 
dalam pandangannya sebagai sastrawan ia mencoba 'menciptakan atau menemukan 
suatu sejarah  [inventer  une histoire] bagaikan suatu paradigma' yang 
manusiawi, yang punya rasa dan pikir, tertuang melalui tokoh. 

Merenungi pernyataan ini, terlintas pertanyaan pada diri saya: Mungkinkah  
metode 'inventer une histoire' ini diterapkan dalam melihat tragedi demi 
tragedi yang menimpa tanahair kita dan mengangkatnya dalam karya seni? Terkesan 
pada saya bahwa 'metode Imre Kertesz' ini bukanlah merupakan suatu penghakiman 
[judgement] salah benar, tapi ia mencari hakekat terdalam dari kejadian. 
Hakekat yang disebutnya sebagai 'paradigma' kejadian dan sejarah yang ia 
temukan [inventer].   Karena itu ia menelusuri kejadian demi kejadian sampai ke 
tempat-tempat yang sangat  jauh di belakang.

Apakah hal 'inventer une histoire' ini bisa mempunyai pengertian setara dengan 
konsep  'avant-garde'? 


Paris, Februari 2006.
----------------------------
JJ. Kusni

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: imre kertész dan beberapa pendapatnya tentang sastra [1]