[nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: duong thu huong -- Mawar Merah Bukit Batu

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 20 Feb 2006 16:55:43 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **MAWAR MERAH CAFE BANDAR: 


DUONG THU HUONG 
-- Mawar Merah Bukit Batu


Duong Thu Huong adalah seorang sastrawan perempuan Viêt Nam kekinian dan sampai 
sekarang masih hidup, yang menarik perhatian saya karena keteguhannya sebagai 
sastrawan dalam menghadapi segala cobaan. 

Kegagahan seorang perempuan! Ya, kegagahan kemanusiaan! Maka tak kukatakan 
bahwa perempuan adalah lambang kelemahan, simbol ketundukan, dan kutolak 
pandangan bahwa perempuan adalah 'konco wingking', 'bunga di pot rumah tangga' 
yang  'ke sorga ikut ke neraka katut'.

Di mataku, tokoh perempuan nampak  seperti  kelembutan sedang berdiri 
hadap-hadapan dengan kekasaran, kekerasan dan kebengisan, tumpuan di mana 
berlangsung pergulatan yang tak jarang berakhir dengan  tragedi menyayat tapi 
di situ juga kulihat bahwa harapan tidak terbunuh, bagai tumbuhnya rumpun bambu 
di atas daerah perbukitan atau bagaikan sebatang mawar merah tumbuh di batu. 
Inilah yang kudapatkan pada filem India "Mother of India" atau balet "Detasemen 
Wanita Merah" Tiongkok, atau tokoh Kakak Chiang pada cerita "Padas Merah" [Red 
Crag]. 

Dengan  bayangan begini pula, aku teringat akan  sebuah foto pada masa Perang 
Viêt Nam melawan agresi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, di mana seorang 
perempuan petani, bertubuh kecil mengenakan caping di kepala, berpakaian 
hitam-hitam, hitam  dengan karaben SKS, senapang berlaras panjang sederhana, di 
tangan,  menggiring pilot-pilot Amerika yang pesawatnya ditembak jatuh , 
berjalan dengan telanjang kaki  kaki kepala menunduk. Foto tersebut, bagiku 
melukiskan keperkasaan perempuan yang mampu bangkit menjadi diri mereka secara 
berkarakter, kemenangan keindahan, di pihak lain menggambarkan kalahnya 
kekerasan dan brutalitas. 

Semangat inilah yang kudapatkan ketika membaca riwayat dan karya-karya Duong 
Thu Huong. 

27 Januari 2006 lalu, Thu Huong [selanjutnya sesuai dengan kebiasaan di Vêt Nam 
saya sebut Thu], sudah berada di Paris, Perancis. Paspor [yang baru bisa ia 
perolehi sesudah 10 tahun tak bisa ia dapatkan], dan semua syarat-syarat 
formalitas sudah ia miliki. Dan Thu pun siap berangkat ke Paris atas undangan 
penerbit romannya di Paris dan bantuan dari Kedutaan Besar Perancis di Hanoi. 
Tapi apa yang kemudian terjadi?

Tepat pada hari keberangkatannya, ia dicegat oleh polisi di lorong-lorong 
bandara menuju pesawat dengan alasan bahwa paspor Thu adalah "paspor curian" 
[Lihat:Harian Le Monde, Paris, 10 Februari 2006]. Padahal sesungguhnya "paspor 
curian" tidak lain dari sebuah dalih belaka dari pihak kekuasaan yang takut 
pada Thu sebagai romansir atau romanis, penulis roman [romancier], yang 
dipandang oleh pihak kekuasaan sebagai "semacam bom" [Ibid]. 

Mengapa Thu dipandang sebagai "semacam bom" oleh kekuasaan politik? Padahal 
senyatanya,Thu, seorang perempuan kecil mungil dan manis, tanpa kekuatan massa 
dan apa pun di belakangnya, kecuali menggenggam pena di tangan. Tapi justru 
karena senjata pena inilah,  selama sepuluh tahun, rumah kediamannya senantiasa 
berada di bawah  pengawasan polisi. Apakah gerangan kesalahan perempuan mungil 
dan manis ini sehingga ia ditempatkan di bawah pengawasan polisi dan dihalang 
untuk pergi ke Paris, di mana karyanya diterbitkan? Menurut Raphaelle  Rérolle, 
wartawan budaya Harian Le Monde, Paris, sebuah harian paling terkemuka di 
Perancis dan di dunia diplomasi,  termasuk di Perserikatan Bangsa-bangsa [PBB]  
-- berbagi pengaruh dengan harian-harian seperti 'The International Herald 
Tribune dan Courier de Genève --, kesalahan Thu terletak pada apa yang ia 
goreskan dengan penanya menjadi roman, novel, artikel-artikel, termasuk artikel 
politik sejak tahun 1970. 'Ia menolak tunduk di hadapan kekuasaan dan kekerasan 
[la force], juga tidak mau menyimpan karya-karyanya, apalagi penanya di dalam 
laci" [Raphaelle Rérolle, 2006].Thu, tahan di hadapan tekanan dan bujukan. Duka 
dan kepahitan serta segala duka ditatap oleh Thu tepat pada matanya Thu 
sebagaimana adanya tanpa membiarkan fatalisme membangun sarang di diri. Dengan 
sikap ini Thu selalu siap tanpa membuat cadangan untuk mengucapkan 'kebenaran' 
antara lain melalui tokoh-tokoh ceritanya yang bertarung melawan yang disebut 
'takdir' atau 'nasib'. Di mata Thu, kehidupan berarti kesanggupan menarung 
kenyataan sebagaimana adanya kenyataan itu. Semangat inilah yang ia tuangkan 
antara lain dalam romannya 'Tanah Orang-orang Yang Dilupakan' dan 'Di luar 
Bayangan' atau 'Kisah Cinta Sebelum Fajar'. "Karya-karya saya tidak terpisahkan 
dari masyarakat di mana saya hidup" ujarnya, pernyataan yang sekaligus 
menjelaskan tentang hubungan hubungan sastra dengan masyarakat dan fungsi serta 
posisi sastrawan. Kebenaran dan apa yang berada di nurani manusiawinya, 
merupakan pegangan dan panutan Thu dalam hidup serta menulis.Pegangan dan 
panutan inilah yang membebaskan dirinya serta memberikan kekuatan untuk tidak 
menyerah dan terus bertarung untuk mengalahkan duka yang hadir mengusiknya 
menyamar dalam berbagai wajah, menolak fatalisme. Dengan segala resiko, Thu 
menolak tegas menjadi "tawanan lembah kegelapan dan mengatakan kata-kata palsu 
hakekat". Oleh sikap ini maka sejak 1980 karya-karyanya dinyatakan sebagai  
terlarang tapi terus- beredar di negerinya tapi terus  dibaca dari tangan ke 
tangan sebagaimana halnya dengan karya-karya Pramoedya A Toer di masa Orba. 

Penerbit Perancis yang menghkhususkan diri dalam penerbitan karya-karya sastra 
Asia, Editions Philippe Picquier, serta penerbit  l'Aube dan Editions des 
Femmes, begitu mendapatkan naskah-naskah Thu, mereka langsung menerbitkannya  
Kenyataan inilah juga kemuidian yang membuat pengaruh politik, ide dan moral 
sastrawan yang lahir di propinsi Thai Binh di sekitar Sungai Merah [Song Hong] 
dalam keluarga "revolusioner yang baik" [istilah Raphaelle Rérolle],  menjadi 
kian besar dan ditakuti oleh republik politik sehingga ia dipandang "sebagai 
bom". 

Pengalaman Thu sebagai sastrawan saya melihat kesejajarannya dengan apa yang 
sudah dialami juga oleh  penerbitan karya-karya samisdat, termasuk karya-karya 
Solzenitsin, Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan di luar negeri pada masa 
Orde Baru.

Dari kenyataan ini, lagi-lagi saya melihat arti sastra bagi pemanusiawian 
manusia, masyarakat dan kehidupan jika sastrawan setia pada posisinya sebagai 
warga republik sastra-seni yang berdaulat tanpa keengganan menghadapi segala 
resiko dari kesetiaan tersebut, termasuk konsekwensi harus hadap-hadapan dengan 
republik politik. Thu, nampaknya mencoba setia pada statusnya sebagai warga 
republik sastra-seni yang berdaulat demikian. 

Mungkinkah seorang sastrawan menjadi warga republik sastra-seni berdaulat 
begini tanpa memiliki wawasan yang luas dan manusiawi serta sibuk dengan diri 
sendiri? Dalam ibarat, sastrawan model Thu, sastrawan yang berwawasan luas dan 
setia pada kewargaan republik sastra-seni yang berdaulat dengan segala resiko 
begini, saya lihat bagaikan mawar merah tumbuh di bukit batu. ***


Paris, Februari 2006.
-------------------
JJ. Kusni

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: duong thu huong -- Mawar Merah Bukit Batu