[nasional_list] [ppiindia] Tantangan Pluralisme dan Kebebasan Beragama

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Thu, 20 Jul 2006 20:24:21 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Tantangan Pluralisme dan Kebebasan 
Beragama
Oleh Muhamad Ali
17/07/2006


Juli ini, Universitas Paramadina mengadakan Ceramah Memperingati 
Wafatnya Nurcholish Madjid (Cak Nur) dengan tema Islam dan 
Kemajemukan Indonesia. Salah satu subtemanya adalah Masa Depan 
Kebebasan Beragama di Indonesia. 

Juli ini, Universitas Paramadina mengadakan Ceramah Memperingati 
Wafatnya Nurcholish Madjid (Cak Nur) dengan tema Islam dan 
Kemajemukan Indonesia. Salah satu subtemanya adalah Masa Depan 
Kebebasan Beragama di Indonesia. Diskusi ini bertujuan 
menyebarluaskan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya sikap 
optimis menghadapi kemajemukan bangsa sebagai penyokong proses 
demokratisasi, menyebarluaskan wacana pluralisme yang berbasis pesan-
pesan dasar Islam, menumbuhkan sikap keberagaman yang terbuka, serta 
membangun jaringan inteligensia muslim antarkampus di Indonesia.

Tujuan di atas sangat penting di tengah pertentangan wacana dan 
gerakan politik dan masyarakat sipil dewasa ini dalam menyikapan 
pelbagai aliran agama dan politik yang berbeda (the Other). Meski 
revolusi komunikasi dan informasi telah meningkatkan kesadaran akan 
kemajemukan masyarakat pada semua kelompok masyarakat, masih banyak 
kelompok orang yang belum menganggap kemajemukan sebagai kenyataan 
yang positif dan punya basis Islam yang mendasar. 

Mengenal kemajemukan (pluralitas) tak sama dengan mengakui, 
memahami, dan menyakininya sebagai kenyataan yang mengandung 
kebajikan (pluralisme). Karena itu, perjuangan menyebarluaskan nilai-
nilai positif kemajemukan, tidak akan pernah kehilangan relevansi 
dan urgensinya. Sebab, kenyataan sosiologis negeri ini menunjukkan 
bahwa eforia reformasi telah membuka peluang kebebasan dan 
pengungkungan atas kebebasan sekaligus. Suara-suara bising (noisy 
voices) muncul dari hampir semua individu dan kelompok yang pernah 
terkekang beberapa dekade sebelumnya. Ekspresinya bisa muncul berupa 
ceramah dan tulisan penuh kecaman dan hujatan, maupun aksi 
bersenjata, pemboman, penyerbuan massal, intimidasi fisik dan 
psikologis, serta pemaksaan mengikuti aliran agama utama. Semuanya 
menimbulkan hilangnya rasa aman dan damai di bumi pertiwi Indonesia. 

Kenyataan itu diperkuat pula oleh pemahaman sempit sebagai orang 
akan makna pluralisme, sekulerisme, liberalisme, dan perkembangan 
aliran-aliran keagamaan di Indonesia. Akibatnya, sikap terbuka dan 
pluralisme dalam bermasyarakat menjadi makin sulit terwujud. 
Pluralisme misalnya, telah diyakini bertentangan dengan prinsip-
prinsip dasar kepercayaan (akidah) Islam. Ini diperparah kenyataan 
bahwa pemahaman makna dan maksud pluralisme dan kebebasan beragama 
tingkat elit dan kaum terdidik pun masih bermasalah. Disinilah 
pentingnya meluruskan kekeliruan berpikir (fallacies) tentang 
pluralisme. 

Anggapan pertama menyebut pluralisme bukan berasal dari Islam dan 
tidak pernah muncul dalam sejarah pemikiran Islam yang otoritatif. 
Ayat-ayat tertentu dijadikan alasan membenarkan anggapan ini, 
seperti ketidakrelaan kaum Yahudi dan Nasrani terhadap Islam; hanya 
Islam agama yang ada disisi Allah, dan anjuran jihad fi sabilillah 
terhadap syirik dan kekufuran. Ayat-ayat itu diambil secara parsial 
dan tekstual, tanpa memperhatikan sebab-sebab dan konteks 
diturunkannya. 

Padahal, sebagaimana dijelaskan Gamal al-Banna dalam Al-Ta'addudiyah 
fi al-Mujtama al-Islamy dan Muhammad Sachedina dalam the Islamic 
Roots of Democratic Pluralism (2001), Alquran merupakan fondasi 
otentik pluralisme. Alqur'an telah mengakui perbedaan bahasa dan 
warna kulit, kemajemukan suku -bangsa, mengakui perbedaan kapasitas 
dan intelektualitas manusia, serta mengajak berlomba dalam kebajikan 
dan membiarkan sinagog-sinagog, gereja-gereja, masjid-masjid, dan 
tempat-tempat ibadah lainnya tetap berdiri kokoh. Bahkan, Alqur'an 
mengakui kebebasan berkeyakinan (untuk beriman atau tidak), serta 
masuk dan keluar dari agama tertentu. Alqur'an juga sudah 
menjelaskan bahwa Nabi dan manusia manapun tidak mesti ampuh memberi 
petunjuk pada manusia lain, atau menyatakan sesat dan kufur kepada 
manusia lain. 

Penganut Yahudi, Kristen, dan Islam, adalah saudara seiman dan 
sebapak, yaitu Ibrahim. Selain terhadap Yahudi dan Kristen, Islam 
juga bersaudara dengan seluruh penganut agama yang tidak sombong dan 
emoh berbuat kerusakan. Tuhan menurunkan ratusan ribu nabi dan rasul 
yang tidak sempat diceritakan. Karenanya, tak ada alasan untuk 
mengkafirkan dan mengutuk Konfusianisme, Buddhisme, Ahmadiyah, dan 
sebagainya. Alquran juga sudah menjelaskan, tidak ada pembedaan 
mendasar antar para Nabi, dan perbedaan dan perselisihan antarumat 
beragama hendaknya diserahkan langsung kepada Dirinya kelak. 

Pandangan ini menawarkan pemahaman lebih komprehensif dan menolak 
ayat-ayat tertentu dijadikan legitimasi kekerasan atas nama Tuhan. 
Pandangan ini juga mencoba melihat ayat-ayat Alquran dalam konteks 
tertentu, mengambil intisarinya, ketimbang rincian-rincian yang 
dapat berubah sesuai perkembangan zaman dan tempat. 

Pluralisme juga tidak berarti membenarkan semua atau menganggap tak 
bernilai semuanya (nihilistik). Sebab faktanya, ada saja manusia-
manusia beragama yang ingkar karena kesombongan mereka. Juga ada 
manusia-manusia perusak yang mengklaim diri telah berbuat kebajikan 
di muka bumi. Namun manusia tetaplah dinilai Tuhan berdasarkan akal, 
hati, dan perbuatannya. Manusia tidak punya hak untuk menghakimi 
iman manusia-manusia lain. Manusia hanya dilihat dari aksi 
lahiriahnya, baik yang bajik maupun tidak bajik. 

Anggapan keliru lain adalah menganggap bahwa kebebasan beragama 
hanya terjadi ketika orang belum masuk Islam. Menurut anggapan ini, 
orang bebas masuk Islam atau tidak, tetapi ketika sudah memeluknya, 
aturan-aturan dan pembatasan-pembatasan Islam wajib ditegakkan 
dengan cara paksaan dan kekerasan sekalipun. Pemahaman seperti ini 
bisa mengarah pada pembenaran tindak pengrusakan dan kekerasan. 
Padahal dalam ayat la ikraha fiddin, sama sekali tidak ada 
kalimat "masuk" agama. Artinya, tak ada paksaan dalam agama juga 
berarti tidak adanya pemaksaan dalam cara beragama dan berbakti 
kepada Tuhan, serta tidak adanya paksaan dalam memeluk agama dan 
aliran tertentu. Kebebasan beragama bersifat menyeluruh sekaligus 
terkait dengan hukum negara yang berlaku.

Anggapan lain menuduh paham kebebasan beragama merupakan konsep HAM 
sekuler Barat yang bertentangan dengan Islam. Padahal, kebebasan 
beragama tidak sekadar HAM Barat yang harus dilindungi, baik oleh 
Universal Declaration of Human Rights (1948), Pancasila dan 
Konstitusi kita, tapi juga merupakan kehendak Tuhan yang Ia sendiri 
enggan mengubahnya. Analisis pelbagai ayat Alqur'an dan teladan Nabi 
Muhammad membuktikan tidak perlunya pesan-pesan Tuhan disampaikan 
dengan tindak kekerasan dan pemaksaan. 

Karena mayoritas penduduk Indonesia muslim, muncul juga anggapan 
kalau kelompok-kelompok Islam berhak mewujudkan hukum yang ekslusif 
bagi orang Islam sendiri di luar hukum negara. Kesalahan persepsi 
tentang "hak mayoritas" ini diidap oleh banyak aktivis partai dan 
gerakan yang mengklaim diri memperjuangkan Islam. Namun sejarah 
membuktikan, risiko yang akan ditanggung umat Islam dan bangsa 
Indonesia, akan lebih besar daripada manfaat yang diimpikan dari 
anggapan itu. 

Karena itu, penting menyimak fakta bahwa bukan hanya Kitab Suci yang 
perlu dijadikan landasan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, 
tapi juga unsur Hikmah. Dalam banyak ayat, kata Kitab dan Hikmah 
sering digandengkan, karena Kitab saja tak akan memadai demi 
menjawab permasalahan manusia. Hikmah adalah wawasan, pengetahuan, 
kecerdasan, kemampuan menggunakan nalar, dan keterampilan mengelola 
perbedaan dan menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan dan 
kemasyarakatan, dengan bercermin pada sejarah. Hikmah bisa pula 
berarti falsafah atau kecenderungan untuk selalu menjemput kebenaran 
dan seni menikmati perbedaan. Karena itu, selain berpegang pada 
Kitab, umat Islam juga perlu kebijaksanaan yang ditampung dalam 
konsep Hikmah.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pluralisme bukan barang asing bagi 
Islam. Kebebasan beragama pun bukan sekadar doktrin Barat sekuler 
yang tidak punya preseden normatif dan historis di dalam Islam. 

Namun, perjuangan mewujudkan pluralisme dan prinsip kebebasan 
beragama di Indonesia, tampaknya tidak akan pernah mudah. Namun, 
agenda untuk menyokong tumbuh-kembangnya sikap terbuka, saling 
menghormati, dan sama-sama berjuang menegakkan keadilan dan 
kesejahteraan hidup bersama, tetap perlu kita jadikan agenda utama.

Muhamad Ali adalah dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, alumnus 
MSc Islam dan Politik di Edinburgh University, Inggris, dan kini 
kandidat Doktor Sejarah di University of Hawaii, Honolulu, Amerika 
Serikat. 









------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Tantangan Pluralisme dan Kebebasan Beragama