[nasional_list] [ppiindia] Stepford Wives ? Masih Dambaaan Kita?

  • From: Eko Bambang Subiyantoro <eko@xxxxxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: staff@xxxxxxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Wed, 16 Feb 2005 18:25:22 +0700

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=artikel%7C0%7CX
Rabu, 16 Februari 2005
Stepford Wives ? Masih Dambaaan Kita? 


Oleh Soe Tjen Marching


Ketika film The Stepford Wives beredar di Amerika, beberapa kritik memuji film 
ini sebagai kritik tajam terhadap penjajahan perempuan dan masyarakat 
patriarki. Namun, beberapa kritik lain sempat melontarkan komentar tajam. Film 
ini adalah film ?kuno? yang diedarkan pertama kali pada tahun 1970-an, 
menceritakan tentang perempuan-perempuan tersenyum manis dan begitu manut 
suami: memasak kalau disuruh memasak, duduk kalau disuruh duduk dan kalau 
perlu, menggonggong kalau diperintah menggonggong. Para kritik mempertanyakan: 
bukankah di Amerika, telah banyak perempuan yang mempunyai karier dan mandiri. 
Bukankah perempuan di Amerika tidaklah lagi ?sedungu? Stepford Wives? 

Kritik tersebut memang beralasan. The Stepford Wives tidak memberi banyak 
masukan baru. Selain isu yang disajikan sudah basi, akting Nicole Kidman juga 
amat buruk. Namun, ketika saya menyaksikan pelantikan George W. Bush pada 
tanggal 20 Januari yang lalu, tiba-tiba saja film The Stepford Wives jadi tidak 
begitu basi. Laura Bush berdiri di samping suaminya, tersenyum amatlah manis 
dan menunjukkan wajah penuh dedikasi terhadap George. Memang, sebagai istri 
Presiden George Bush, Laura Bush harus mengorbankan kariernya sebagai pekerja 
perpustakaan. Citra keibuannya adalah salah satu poin yang membuat suaminya 
terpilih kembali. 

Hal inipun amat disadari oleh George Bush. Dalam kampanyenya, George Bush 
sering sekali menyertakan Laura Bush. George Bush bahkan beberapa kali 
menggunakan keibuan istrinya sebagai senjata: ?Pilihlah saya, sehingga Laura 
Bush dapat kembali menjadi Ibu Negara Amerika?. Sedangkan Theresa Kerry hanya 
muncul pada permulaan kampanye John Kerry (saingan terkuat George Bush) karena 
Theresa Heinz-Kerry terkenal dengan lontaran pendapatnya yang antara lain 
menjanjikan dukungan pada masyarakat homoseksual di Amerika. Tidak lama setelah 
itu, popularitasnya menurun dan Theresa-pun tidak muncul pada kebanyakan 
kampanye John Kerry. Theresa dinilai terlalu agresif untuk menjadi Ibu Negara 
Amerika. 

Rupanya, figur Laura Bush sebagai ibu rumah tangga dan perempuan manut suamilah 
yang masih didambakan kebanyakan warga Amerika. Survey di Amerika baru-baru ini 
menyatakan Laura mendapat 71% dukungan rakyat Amerika, jauh lebih tinggi 
daripada suaminya sendiri yang hanya mendapat 57%. Dalam arti lain, tidak saja 
pemilih partai Republik, pendukung partai Demokrat-pun menggemari wanita ini. 

Citra ini tak begitu jauh dari ibu mertuanya, Barbara Bush, yang dikenal 
sebagai ?nenek? Amerika yang begitu bahagia menjalankan tugas sebagai ibu rumah 
tangga pengurus suami dan anak-anaknya. Seperti Barbara, dalam kebanyakan 
wawancara, Laura Bush selalu menyatakan bahwa pendapatnya sendiri tidak begitu 
penting (walaupun beberapa hari setelah suaminya turun jabatan, Barbara Bush 
menyatakan bahwa dia sebenarnya tidak anti aborsi). Wawancara mendalam dengan 
istri Bush senior and junior amatlah sukar. Mereka selalu tampil dengan nada 
yang sama: pendapat suami merekalah yang nomor satu dan harus ditaati. 

Laura mengakui, bahwa dirinya banyak belajar dari Barbara Bush. Memang, Laura 
tidak lebih dari ?Barbara Bush edisi yang direvisi? (karena Laura jauh lebih 
menarik dan feminin dibanding si nenek Amerika, walau saya sering membayangkan 
bagaimana rupa si Laura kalau sedang upil-upil). 

Hal sebaliknya terjadi pada Hilary Clinton, istri seorang Presiden dari partai 
Demokrat, Bill Clinton. Jauh dari citra perempuan manut suami, Hilary amat 
aktif dalam beberapa kegiatan suaminya. Bahkan Bill Clinton menyebut istrinya 
sebagai co-Presiden dan Hilary-lah yang seringkali tampil dengan ide-ide yang 
luar biasa. Seperti idenya untuk merevisi sistem kesehatan di Amerika yang 
didominasi oleh budaya ?ada uang, ada barang?. Ide ini gagal, karena warga 
Amerika tidak saja terlalu kapitalis, namun juga tidak dapat menerima gagasan 
cemerlang seorang perempuan. Bahkan Hilary sempat terkenal dengan sebutan Lady 
Macbeth, istri culas dari drama Shakespeare, yang hobinya mencuci otak suami. 

Walaupun bila Hilary diberi kesempatan, saya yakin bahwa dia mempunyai 
kemampuan untuk menjadi Presiden Amerika yang jauh lebih andal daripada kedua 
George Bush yang amburadul, ataupun Bill Clinton (suaminya sendiri). Namun hal 
ini tidaklah mungkin terjadi karena Hilary ?masih? seorang perempuan. 

Di Indonesia, hal ini tidak begitu jauh berbeda. Politik Indonesia masih sepi 
perempuan. Kalaupun perempuan diberi bagian, biasanya adalah menteri urusan 
wanita dan urusan sosial. Artinya mungkin para menteri perempuan ini harus 
menjadi pendukung Stepford wives, yaitu mengurus diri sendiri supaya cantik 
(menteri perempuan) atau mengurus pembagian permen dan odol gigi (menteri 
sosial). 

Menjadikan perempuan sebagai presiden juga amat alot. Walau akhirnya Indonesia 
harus bangga bahwa paling tidak kita pernah mempunyai Presiden perempun. Namun, 
figur Megawati selalu tidak jauh dari gambaran Soekarno. Seakan hal ini menjadi 
pengalih perhatian bahwa Megawati seorang perempuan. Seakan individu Megawati 
sendiri tidak begitu penting. Figur ayahnya-lah yang menjadi jaminan. Bukan 
Megawati dan gagasan-gagasannya sendiri. Karena Megawati dalam hal ini tidak 
begitu penting lagi. Soekarno-lah yang lebih penting. Soekarno-lah yang menjadi 
senjata. 

Pada Pemilu yang lalu, beberapa perempuan Indonesia juga sempat mencalonkan 
diri sebagai Presiden. Kita mempunyai Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), 
Megawati, Sukmawati dan Rachmawati Soekarnoputri. Namun, nama-nama mereka tidak 
lepas dari lelaki di belakang mereka, ideologi bapak-bapak merekalah yang 
menempel. Bagi perempuan, masih amatlah sulit untuk tampil dengan ide mereka 
sendiri, untuk mengutarakan pendapat mereka sendiri. Bayangan The Stepford 
Wives masihlah membuntuti. 

Memang The Stepford Wives seharusnya tidak lagi memberi masukan baru, selain 
mengingatkan film kuno yang dibuat pada tahun 1970-an. Memang, seharusnya film 
ini sudah basi. Memang, film itu seharusnya sudah tidak lagi menjadi kritik 
sosial, melainkan penghinaan sosial: Bukankah perjuangan perempuan sudah jauh 
lebih maju daripada yang digambarkan pada film itu? Bukankah manusia sudah 
berevolusi dan menjadi lebih sadar bahwa fungsi perempuan tidak hanya tersenyum 
dan mematuhi suami? (Sayangnya, teori evolusi sudah dilarang di beberapa 
sekolah Amerika, sehingga mereka mungkin tidak tahu lagi cara berevolusi). 

Namun, pada abad ke-21, bila film ini masih menjadi kritik sosial dan laris 
karena masih mengingatkan kita pada model perempuan abad ini, hal inilah yang 
patut kita pertanyakan: Berapa lamanya perempuan harus bertahan dalam citra 
yang seperti ini? Berapa lama lagi film ini akan menjadi sungguh-sungguh basi? 


Soe Tjen Marching adalah Ph.D Asian & Women?s Studies 





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Stepford Wives ? Masih Dambaaan Kita?