[nasional_list] [ppiindia] SURAT KEPADA ORANG SEKAMPUNG:PROSES DESIVILISASI?! [2]

  • From: "Budhisatwati KUSNI" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Tue, 1 Feb 2005 14:10:23 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

SURAT KEPADA ORANG SEKAMPUNG


PROSES DESIVILISASI?! [2]


Muncul berkembangnya separatisme, "Nasib Budaya Dayak Ngaju Mencemaskan" yang 
mencemaskan, saya kira, tidak terlepas dari perkembangan dunia dan yang 
diteoritisasikan oleh para ilmuwan sosial -- karena kepentingan memerlukan 
pengesahan "ilmiah" dan pengesahan-pengesahan lainnya. Jika teori dan dasar 
pembenaran lainnya tidak berfungsi efektif, maka tindak kekerasan paling brutal 
sekalipun harus melikwidasi jutaan nyawa pun jadi dipandang "sah". Agresi dan 
intervensi atas nama "demokratisasi" dan "Hak Asasi Manusia" [HAM], atas nama 
sivilisasi, "misi suci" dilancarkan.  Kekuasaan politik lokal hanyalah alat 
pelaksana pencapaian kepentingan. Hal ini bisa dilihat dari sejarah komunitas 
Dayak Kalteng sendiri sebagai salah satu misal.


Apa yang diperlihatkan oleh sejarah komunitas Dayak Kalteng?


Secara garis besar saya membagi perkembangan yang dihadapi oleh komunitas Dayak 
Kalteng dalam beberapa periode.

Periode pertama: Penghancuran budaya betang: 


Dalam rangka menduduki daerah yang sekarang disebut propinsi Kalteng, 
kolonialis Belanda pertama-tama melakukan agresi dari kebudayaan dalam berbagai 
bentuk. Melalui agresi kebudayaan ini Belanda ingin menaklukkan manusia, 
menguasai jiwa penduduk daerah yang disasar. Untuk keperluan ini maka 
ditetapkan dan dilaksanakan politik "ragi usang", yang memandang bahwa 
kebudayaan Dayak tidak lain dari "ragi usang" yang harus dibuang dan 
ditinggalkan. Budaya betang di mana hubungan antara individu dan kolektivitas 
berpadu serasi dipandang sebagai primitif, Dayak dipandang sebagai lambang 
segala keburukan dan kejahatan. Komunitas Dayak karena itu perlu diperadabkan 
dan Belanda beserta kakitangannya memandang pekerjaan ini sebagai misi suci 
mereka. Agar misi suci [la mission sacrée] ini bisa berhasil maka dilakukan 
kegiatan-kegiatan penelitian ilmiah dengan rupa-rupa selubung. Penelitian 
ilmiah ini dilakukan setelah tujuh pelaksana misi suci dipenggal kepalanya oleh 
orang Dayak yang merasa harga diri mereka disinggung, setelah beberapa kali 
misi Belanda melintasi pulau dari barat ke timur gagal oleh tentangan komunitas 
Dayak.


Menghadapi agresi kebudayaan Belanda, komunitas Dayak berhimpun di sekitar 
budaya Kaharingan dengan nilai-nilainya. 


Melihat agresi kebudayaannya kurang efektif, maka Belanda mulai mengirimkan 
serdadunya. Tanda pertempuran Belanda-Dayak tercatat misalnya pada cerita 
tenggelamnya kapal perang Onroest milik Belanda.Periode pertama ini dilakukan 
melalui pendidikan, lembaga-lembaga agama berpadu dengan kekuatan militer dan 
administrasi kekuasaan politik. Pada periode inilah bermula komunitas,manusia 
dan budaya Dayak, termasuk budaya Kaharingan dicitrakan secara sangat negatif 
yang bersisa dan berlanjut sampai sekarang. Agresi kebudayaan ini mencapai 
titik kulminasi pada Pertemuan Damai Tumbang Anoi, sebuah desa kecil di pinggir 
Sungai Kahayan, pada abad ke-18. Pertemuan Damai Tumbang Anoi menghancurkan 
usaha kerajinan tenun Dayak [diganti dengan keharusan mengimpor belacu dari 
Belanda], kemampuan mengolah sabun dan gula dari bahan lokal dihancurkan,  
betang [rumah panjang] digantikan dengan rumah individual, administrasi Belanda 
mengokohkan posisinya. Penggantian rumah betang dengan rumah individual dengan 
halaman pribadi dipandang sebagai peradaban tinggi. Secara tidak langsung 
semangat kolektif manusia betang digerowoti sedikit demi sedikit secara tidak 
sadar. Individualisme secara pelan menggantikan semangat betang.  Tapi Belanda 
mengakui hukum adat dan kelengahan ini menyebabkan budaya Kaharingan dan 
struktur organisasi masyarakat Dayak masih  bertahan serta relatif utuh. 
Melalui struktur organisasi dan budaya Kaharingan inilah komunitas Dayak 
melakukan perlawanan budaya dan mengorganisasi diri menghadapi segala keadaan. 
Pengakuan hukum adat dan struktur organisasi masyarakat Dayak diakui oleh 
Belanda bukan dengan maksud baik. Ia lebih bermaksud demi melancarkan 
penguasaannya atas daerah yang dikuasainya dengan menggunakan orang-orang 
lokal, ujud dari politik devidé et impera [memecahbelah dan menguasai]. Politik 
yang juga dijalankannya di Jawa di mana feodalisme Jawa dipertahankan [Berbeda 
dengan politik kolonialis Inggris]. Untuk menjalankan roda pemerintahan 
kolonialnya, Belanda terpaksa membangun sekolah-sekolah. Tapi melalui 
sekolah-sekolah ini pula justru mentalitas budak ditanam seiring dengan 
ditumbuhkannya mentalitas dan pola pikir mengutuk diri sendiri sebagai Dayak. 
Yang masuk sekolah-sekolah ini sangat selektif. Tentu bukan kebetulan jika 
dalam agresi fisik dan budaya, kelompok ini menjadi basis sandaran Belanda, dan 
mereka menganggap diri sebagai elite baru sejenis "bangsawan Dayak". Sejak ini 
masyarakat Dayak terbelah antara lapisan elite baru asuhan Belanda dan lapisan 
mayoritas yang berhimpun di sekitar Masyarakat Adat dan budaya Kaharingan. 
Teras perlawanan terhadap pendudukan dan penjajahan Belanda, justru adalah para 
mereka yang berhimpun di sekitar Masyarakat Adat dan  budaya Kaharingan. Contoh 
kasus adalah apa yang terjadi di Kasongan, sekarang ibukota kabupaten Katingan. 
Sedangkan lapisan elite baru yang menganggap diri sebagai "bangsawan Dayak" 
karena diasuh oleh Belanda melalui berbagai lembaga termasuk sekolah dan 
lembaga keagamaan, banyak yang jadi tukang tunjuk dan penyiksa para gerilyawan 
Republik Indonesia yang bergerak di Kalteng sekarang. Elite baru ini secara 
kebudayaan melecehkan budaya Kaharingan dan Masyarakat Adat. Zending dan 
administrasi kolonial dengan perangkat kekuasaan politiknya merupakan dua kaki 
bagi kolonialisme menancapkan kaki di komunitas Dayak. Sedangkan para peneliti 
melengkapi, terutama para antropolog dengan konsep primitif mereka, menjadi 
bagian tak terpisahkan dari agresi kolonial. Periode penghancuran budaya betang 
dan rumah betang merupakan sasaran utama.[Tentu saja di antara para "elite 
baru" Dayak ini dalam perkembangannya ada yang menentang Belanda dan menjadi 
republiken].


Dari tuturan di atas nampak bahwa agresi kebudayaan sering mendahului agresi 
fisik. Agresi kebudayaan menyiapkan lapangan bagi agresi fisik yang 
mengkonsolidasi hasil agresi kebudayaan untuk menaklukan jiwa penduduk disasar. 
Gejala pengingkaran diri, malu mengaku diri sebagai Dayak hanyalah ujud dari 
jiwa-jiwa yang sudah ditundukkan sehingga yang tertinggal hanyalah darah Dayak 
yang mengalir di tubuh mereka sedangkan secara jiwa mereka bukan lagi Dayak. 
Inilah hasil politik budaya "ragi usang" dan "pengosongan gelas" yang 
berhakekatkan politik desivilisasi  yang dilancarkan oleh Belanda para tahap 
pertama agresi budaya terhadap komunitas Dayak. Manusia Dayak yang menjadi 
"gelas yang sudah dikosongkan" di isi dengan yang disebut kebudayaan dan 
peradaban sesungguhnya oleh para pelaksana "mission sacrée" mempunyai rasa 
rendah diri, tidak lagi mempunyai kebanggaan menjadi Dayak sebagai anak 
manusia. Mengenal kebudayaan diri pun mereka tidak mau karena kebudayaan 
diri-sendiri mereka nilai sebagai "ragi usang". Sejak periode ini maka muncul 
manusia Dayak yang asing dari Dayak, asing secara budaya di kampung kelahiran 
sendiri. Menjadi Dayak oleh para "Dayak Asing" dan mengasingkan diri dari 
kampung kelahiran dipandang sebagai primitif, tidak berbudaya, barbar. 
Singkatnya mereka pun termakan oleh ide bahwa Dayak [dayakers] adalah lambang 
segala kejahatan dan keburukan.


Agresi kebudayaan yang merupakan sekaligus proses desivilisasi orang Dayak ini 
tidak berhenti di sini saja. 


Paris, Februari 2005.
--------------------
JJ.KUSNI


[Bersambung....]

 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] SURAT KEPADA ORANG SEKAMPUNG:PROSES DESIVILISASI?! [2]