[nasional_list] [ppiindia] SUARA PEMBARUAN :Jalankan Agama Teoretis, Korupsi Subur

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Thu, 17 Feb 2005 17:26:22 -0000

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **


SUARA PEMBARUAN DAILY
---------------------------------------------------------------------
-----------

Jalankan Agama Teoretis, Korupsi Subur 

Dok Pembaruan

MENUNTUT - Unjuk rasa mahasiswa saat pelantikan anggota DPRD DKI 
Jakarta, menuntut agar wakil rakyat yang baru tidak korupsi. 

BANGSA Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beragama (Berketuhanan 
Yang Maha Esa) dan berbudaya. Namun, di mata bangsa lain, bangsa 
Indonesia sungguh terpuruk. Bangsa Indonesia dikenal sebagai salah 
satu bangsa terkorup di dunia. Angka kebocoran keuangan negara 
karena korupsi sebesar 30 persen dari APBN yang dinyatakan pada 
1999, kini bertambah besar, mencapai angka 50 persen dari APBN tahun 
2003, yakni sebesar Rp 166,53 triliun (laporan BPK semester I 2004). 

Lalu di mana peran agama? Dosen Universitas Sanata Dharma, 
Yogyakarta, A Supratiknya, berpendapat, ada tiga bentuk orang 
Indonesia dalam menjalankan agamanya. 

Pertama, beragama secara teoretis. Artinya, mereka memahami Kitab 
Suci, sering beribadah sesuai ajaran agama. Sebagai orang Islam, 
mereka bersembahyang lima waktu. Umat Kristiani, setiap hari Minggu 
datang ke gereja untuk kebaktian atau misa.

Kedua, beragama dalam tindakan (praktik). Artinya, jarang membaca 
Kitab Suci, bahkan tidak pernah, juga tidak pernah sembahyang, namun 
dalam bertindak dan berbicara setiap hari tidak merugikan orang, 
sesuai dengan nilai, norma, dan hukum yang berlaku. 

Ketiga, beragama secara ideal. Artinya, tahu agama secara teori dan 
menjalankan teori agama dalam kehidupan nyata.

Salahuddin Wahid, acap dipanggil Gus Sholah, mengatakan, sebagian 
besar orang Indonesia menjalankan agama hanya secara teoretis atau 
secara ritual saja. Ia mencontohkan, pada malam hari di bulan 
Ramadhan, masjid tampak ramai, hampir semua pemeluk agama Islam 
menjalankan ibadah puasa. Setiap tahun sekitar 200.000 warga negara 
Indonesia menjalankan ibadah haji. Jumlah gereja cukup banyak, dan 
hampir semuanya ramai dikunjungi umat Kristiani. Kehidupan agama 
resmi lain juga tidak kurang semaraknya.

Tetapi, ternyata, kata Gus Sholah, semua itu terkesan munafik. 
Betapa tidak, korupsi telah menjadi bagian utama dari kehidupan 
orang Indonesia. Korupsi sudah menjadi budaya orang Indonesia. Siapa 
pun bisa melihat "budaya korupsi" atau "budaya penyalahgunaan 
wewenang" telah menjadi realitas kehidupan orang Indonesia. 

Hal seperti di atas, ia tambahkan, merupakan paradoks dalam 
kehidupan bangsa Indonesia. "Itulah satu dari sekian banyak paradoks 
di dalam kehidupan bangsa kita," kata mantan calon Wakil Presiden RI 
itu, dalam acara pekan ceramah dengan tema, "Membangun Budaya 
Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN" di Jakarta, Senin (7/2).

Ia mengatakan, kenyataan paradoks tersebut menunjukkan ibadah ritual 
tidak selalu mempunyai hubungan positif dengan ibadah sosial. 
Mungkin lebih tepat dikatakan, ibadah ritual yang tidak bermutu 
tidak akan berdampak positif pada perilaku. Sementara itu, banyak 
orang yang tidak menjalankan ibadah ritual atau bahkan mungkin yang 
ateis, tetapi perilaku sosialnya baik.

Jadi, yang menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan adalah 
tingkat religiusitas (keberagamaan) yang dimilikinya. "Religiusitas 
ialah penghayatan terhadap nilai-nilai yang disampaikan agama dan 
sekaligus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari," katanya.

Lebih lanjut, adik Gus Dur itu mengatakan, "Kita menjadi saksi, 
kehancuran bangsa kita saat ini diakibatkan oleh korupsi, sebagai 
akibat ulah banyak pemimpin kita yang cerdas, profesional, tetapi 
tidak dapat dipercaya dan tidak jujur," ia menambahkan. 


Faktor Budaya 

Mohtar Mas'oed, dalam bukunya Politik, Birokrasi dan Pembangunan 
(Pustaka Pelajar, 1999), menjelaskan, masyarakat Indonesia dan 
Thailand, mempunyai faktor budaya yang dapat mendorong timbulnya 
korupsi. Pertama, adanya tradisi pemberian hadiah, oleh-oleh, kepada 
pejabat pemerintah. Tindakan seperti itu, di Eropa atau Amerika 
Utara bisa dianggap korupsi. 

Kedua, orang Indonesia dan Thailand lebih mementingkan ikatan 
keluarga dan kesetiaan parokial lainnya. Dalam masyarakat Indonesia, 
kewajiban seseorang pertama-tama adalah memerhatikan saudara 
terdekatnya, kemudian trah atau sesama etnisnya. Sehingga, seorang 
saudara yang mendatangi seorang pejabat untuk meminta perlakuan 
khusus, sulit ditolak. 

Penolakan bisa diartikan sebagai pengingkaran terhadap kewajiban 
tradisional. Tetapi, menuruti permintaan berarti mengingkari norma-
norma hukum formal yang berlaku, yaitu hukum Barat (KUHP dan 
lainnya). Sehingga, terjadi konflik nilai, yaitu antara pertimbangan 
kepentingan keluarga atau kepentingan negara.

Sosiolog Ignas Kleden dalam bukunya, Menulis Politik: Indonesia 
sebagai Utopia (Kompas, 2001), secara implisit mengatakan, korupsi 
berkembang pesat di Indonesia karena budaya paternalistis dalam 
masyarakat Indonesia, di mana hubungan antara masyarakat masih 
didasarkan pada patron klien. Tingkah laku orang kecil akan banyak 
mengikuti apa yang dilakukan oleh mereka yang dianggap menjadi 
anutan, tanpa mempersoalkan apa yang dilakukan anutan, benar atau 
tidak. 

Budaya politik, Ignas mengatakan, ialah nilai dan kebiasaan yang 
berkembang di kalangan elite politik Indonesia. Yang menjadi 
permasalahannya, adalah nilai-nilai, pandangan, kebiasaan dan 
tingkah laku kelompok sosial itu dengan mudah menyebar, diikuti dan 
diterima masyarakat yang lebih luas. Hal itu terjadi karena para 
elite politik adalah "tokoh anutan" masyarakat.

Demikian pun dalam bidang ekonomi, gaya hidup kelas menengah kota, 
mudah menjalar dan ditiru strata sosial lain, walaupun pendapatan 
yang meniru itu tidak cukup mencukupi. Untuk itu, Ignas menegaskan, 
kelompok yang dianggap menjadi anutan, seperti elite politik, pemuka 
agama dan tokoh masyarakat, diharap bertingkah laku benar, sehingga 
tingkah laku pengikutnya akan benar. Kalau anutan, bertingkah laku 
sembarangan, hal yang sama akan ditiru dengan segera oleh para 
pengikutnya. 

Ia berpendapat, seharusnya memang tidak ada kelompok yang dianggap 
menjadi anutan karena baik elite maupun warga negara bisa harus 
bertingkah laku menurut moralitas politik yang ditentukan hukum dan 
sensibilitas politik. 


Pendidikan Antikorupsi

Langkah tepat untuk mencegah korupsi, ditegaskan Gus Sholah, ialah 
pendidikan antikorupsi, yang ditanamkan kepada anak-anak, baik di 
dalam keluarga maupun di sekolah. Pendidikan antikorupsi, intinya 
mendidik anak bangsa untuk menjadi jujur, terhadap diri sendiri, 
terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan. 

Anak-anak harus dididik untuk dapat menerima amanat, yaitu tidak 
mengambil sesuatu yang bukan haknya dan menjalankan sesuatu yang 
menjadi kewajiban atau tanggung jawabnya. Pendidikan akhlak itu 
harus diberikan selaras dengan pendidikan budi pekerti. Budi pekerti 
tidak terikat dengan suatu agama tertentu dan mencakup nilai-nilai 
luhur yang dapat diterima semua agama. 

Pendidikan budi pekerja juga sejalan dengan pembangunan karakter 
anak bangsa yang nantinya akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku. 
Dalam pendidikan karakter, tidak ada metode yang lebih baik daripada 
memberikan keteladanan.

Nilai-nilai luhur yang disampaikan dalam pembangunan karakter itu 
mempunyai lingkup luas. Di antaranya nilai-nilai kemanusiaan tanpa 
memandang suku, bangsa, dan agama, yang diharapkan bisa menghasilkan 
rasa saling mengasihi, saling mengerti, saling menghormati dan 
saling bantu. 

Selain itu, ditanamkan penghargaan terhadap kerja, sedangkan materi 
atau uang bukanlah tujuan utama. Dengan itu diharapkan bisa dicegah 
kecenderungan untuk menempuh jalan pintas atau "tujuan menghalalkan 
cara".

Pendidikan budi pekerti, pendidikan antikorupsi, dan pembangunan 
karakter, dilakukan untuk membentuk budaya antikorupsi yang bersifat 
preventif, yang baru akan diketahui hasilnya jauh di kemudian hari. 

Ia mengingatkan, pendidikan itu tidak akan memberikan hasil seperti 
yang diharapkan kalau tidak didukung langkah represif, yaitu 
pemberian sanksi hukum secara tegas terhadap pelaku tindak pidana 
korupsi tanpa pandang bulu.*






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] SUARA PEMBARUAN :Jalankan Agama Teoretis, Korupsi Subur