[nasional_list] [ppiindia] Rokok sebagai Second Religion

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 25 Feb 2005 00:38:32 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=158666

Jumat, 25 Feb 2005,

Rokok sebagai Second Religion
Oleh Tom Saptaatmaja *

DPRD DKI Jakarta pada 4/2/05 mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) 
Pengendalian Pencemaran Udara menjadi perda. Dalam pasal 13 perda tersebut 
terdapat larangan merokok di tempat umum serta kewajiban pemilik dan pengelola 
gedung menyediakan kawasan khusus bagi perokok.

Larangan merokok diberlakukan di berbagai tempat. Di antaranya, di pusat 
perbelanjaan, bandara dan terminal, tempat kerja, sarana pendidikan, 
perkantoran, rumah ibadah, serta kendaraan umum. Mereka yang melanggar perda 
tersebut diancam denda maksimal Rp 50 juta.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menetapkan SK No 11/2004 yang 
mengharuskan penetapan kawasan bebas rokok di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. 
Dan, kawasan khusus perokok wajib dilengkapi alat sirkulasi udara serta 
larangan promosi atau hadiah rokok di lingkungan kerja pemprov.

Larangan itu tentu menjadi berkah bagi mereka yang antirokok, khususnya di ibu 
kota. Tidak heran, kemudian LSM-LSM antirokok seperti Yayasan Lembaga Konsumen 
Indonesia (YLKI) juga mendukung.

Gebrakan Bang Yos dengan perda antirokok tersebut boleh jadi memang harus kita 
apresiasi. Setidaknya, dengan perda itu, para perokok di ibu kota dipaksa tidak 
merokok di sembarang tempat di Jakarta. Juga, dengan perda tersebut, larangan 
merokok tidak hanya berhenti pada tataran etik seperti yang ada di 
bungkus-bungkus rokok, tetapi sudah melangkah ke hukum positif yang memiliki 
sanksi hukum pasti.

Pertanyaannya, apakah perda di DKI itu atau hukum positif di mana pun yang 
melarang rokok akan efektif? Sudah lama dunia medis berkoar-koar, tiap satu 
batang rokok mengandung sekitar 4.000 elemen dan setidaknya 200 di antaranya 
dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Tapi, toh hal tersebut tetap tidak membuat 
jera kaum perokok. Bahkan, jumlah para perokok pendatang baru tidak bisa 
dibilang kecil. 

Menurut data WHO, saat ini terdapat 1,3 miliar perokok di dunia dan 84% di 
antara jumlah itu berasal dari dunia ketiga. Meski begitu, di negara besar 
sekaliber AS, kampanye antirokok hanya berhasil di dunia pendidikan. Pada bulan 
ini saja, saham-saham rokok di AS justru meningkat tajam setelah pengadilan 
menolak klaim pemerintah USD 280 miliar tentang dugaan kebohongan dalam bahaya 
rokok (BBC, 5/2/05). 

Bagaimana dengan negeri kita? Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah 
perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang dengan korban 
57 ribu perokok meninggal setiap tahun dan sekitar 500 ribu menderita berbagai 
penyakit. 

Diperkirakan, konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang 
rokok atau berada di urutan ke-4 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 
miliar), Jepang (230 miliar), serta Rusia (230 miliar). Hasil analisis Susenas 
2003 juga menampilkan ironi. Sebab, jumlah uang yang dibelanjakan penduduk kita 
untuk tembakau/rokok 2,5 kali lipat dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk 
pendidikan dan 3,2 kali lipat biaya kesehatan.

Perda antirokok di DKI tersebut juga menyimpan ironi jika kita kaitkan dengan 
kebijakan pemerintah, baik di pusat atau tingkat I yang masih terus mencoba 
menambah pundi-pundi dari cukai rokok. Kalau pada 2001 pemerintah menerima Rp 
17 triliun dari cukai rokok, pada 2003, jumlah penerimaan malah melonjak 
menjadi Rp 29,7 triliun. Tidak heran, jumlah sebesar itu membuat pemerintah 
tidak konsekuen dan konsisten dalam menegakkan PP No 38/2000 tentang Pengamanan 
Rokok bagi Kesehatan. 

Apalagi, jangan lupa, di negeri kita terdapat 100 produsen rokok besar yang 
mempekerjakan sekitar 6.437.451 orang dan merupakan sumber nafkah bagi 19,3 
juta anggota keluarga mereka. Karena itu, dalam waktu dekat, Organisasi Buruh 
Internasional (ILO) akan mengkaji industri rokok di Jatim dan Jateng untuk 
meneliti sejauh mana dampak ekonomi yang ditimbulkan seandainya pembatasan 
terhadap industri rokok diberlakukan.

Melihat fakta-fakta tersebut, larangan apa pun dalam bentuk perda atau PP tidak 
akan efektif mencegah orang untuk tidak merokok. Apalagi, banyak ahli 
kebudayaan yang sudah menyatakan bahwa rokok merupakan bagian dari peradaban 
lama. Bahkan, ada yang menyimpulkan rokok sudah menjadi semacam "second 
religion" atau agama kedua bagi banyak orang. 

Tampaknya, itulah yang menjadi akar masalah sesungguhnya mengapa rokok atau 
tembakau susah diberantas. Menurut Erich Fromm dalam Psychoanalysis and 
Religion (Yale University Press, 1950), batasan agama bukan hanya tradisional, 
yakni selalu dikaitkan dengan Tuhan, berhala, kitab suci, atau nabi. Tapi, 
agama adalah "any system of thought and action shared by a group which gives 
the individual a frame of orientation and object of devotions (suatu sistem 
pemikiran sekaligus tindakan sekelompok orang yang memberikan pada 
masing-masing anggotanya kerangka orientasi dan objek devosi). 

Konsekuensinya, jika misalnya orientasi atau yang menjadi objek devosi adalah 
rokok, agama sesungguhnya dari orang itu adalah agama rokok atau tembakau.

Terlebih, dari data sejarah, kita melihat tembakau atau rokok yang aslinya 
ditanam warga Indian itu sejak semula memang dikaitkan dengan agama atau 
hal-hal sakral. Dalam Use of Tobacco Among North American Indian (1924), 
sejarawan Ralp Linton, antara lain, melukiskan, bagi orang Indian di timur 
Rocky Mountains, tembakau merupakan sesajen favorit karena dianggap memiliki 
kekuatan mistis. Bahkan, pastor sekaligus ahli botani Italia Pierandrea 
Mattioli (1500-1577) menyebut tembakau dengan sebutan herba santa croce (Rumput 
Salib Suci). 

Dalam perkembangannya, orang-orang Italia pernah bersikap kurang ajar karena 
berani merokok dalam gereja. Sampai akhirnya Paus Urbanus VIII mengeluarkan 
maklumat, "Siapa masih berani memakai tembakau dalam bentuk apa pun, baik di 
serambi muka maupun di dalam gereja, akan dipecat dari keanggotaan gereja."

* Tom Saptaatmaja, teolog, pernah menjadi humas salah satu pabrik rokok






[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Rokok sebagai Second Religion