[nasional_list] [ppiindia] Re: [ekonomi-nasional] 'Kabinet IMF Bersatu'

  • From: A Nizami <nizaminz@xxxxxxxxx>
  • To: ekonomi-nasional@xxxxxxxxxxxxxxx, ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, lisi <lisi@xxxxxxxxxxxxxxx>, sabili <sabili@xxxxxxxxxxxxxxx>, Indonesia Raya <indonesiaraya@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Tue, 6 Dec 2005 17:33:19 -0800 (PST)

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Dari tulisan Revrisond Baswir 
dinyatakan bahwa
Boediono berhasil memperpanjang kontrak IMF dari 2002
menjadi 2003. Kemudian di era Megawati juga terjadi
penjualan BUMN2 ke asing. Harga BBM otomatis mengikuti
harga MOPS di Singapura.

Mungkin ini terlalu cepat menilai. Tapi melihat track
record Boediono yang ada, adakah ini hanya sekedar
ganti orang tapi kebijakan sama: Ekonomi
Neoliberalisme? Kebijakan ekonomi hanya berorientasi
pada kebijakan Kay Pang atau Beggar Clan: mengemis
pada investor asing? Jika tidak ada investor asing
yang masuk, ya tetap kere terus. Sebaliknya agar
investor asing mau masuk, kita harus menyerahkan
kekayaan alam kita pada mereka?

Berikut kutipan dari tulisan Revrisond Baswir:

Pertanyaannya, di manakah letak perbaikan nasib rakyat
di tengah-
tengah wacana dan rencana perombakan tim ekuin KIB
tersebut?
Jawabannya, seperti dikemukakan SBY ketika memunculkan
nama
Boediono, terletak pada kerangka berpikir ekonom
neoliberal.
Artinya, sesuai dengan kerangka berpikir IMF itu,
perbaikan nasib
rakyat terletak pada tinggi rendahnya investasi.
Tinggi rendahnya
investasi terletak pada tinggi rendahnya kepercayaan
para investor
asing. Sedangkan tinggi rendahnya kepercayaan para
investor asing
tergantung pada sejauh mana pemerintah berhasil
menciptakan
lingkungan makro-ekonomi yang stabil dan kondusif bagi
kehadiran
mereka.

Dalam kerangka berpikir ekonomi neoliberal, perbaikan
nasib rakyat
memang tidak secara langsung merupakan tanggung jawab
pemerintah.
Tanggung jawab langsung pemerintah adalah menciptakan
lingkungan
makro-ekonomi yang stabil dan kondusif bagi
mengalirnya investasi
asing. Perbaikan nasib rakyat, dengan demikian, sangat
tergantung
pada kemurahan hati para investor asing tersebut.

Demikianlah, dalam kerangka berpikir ekonomi
neoliberal, perbedaan
antara ekonomi merdeka dan ekonomi terjajah memang
tidak jelas dan
dipandang tidak perlu dijelaskan. Padahal, perbaikan
nasib rakyat
hanya dimungkinkan dalam sebuah perekonomian merdeka.
Dalam sebuah
perekonomian terjajah, jangankan nasib rakyat, masa
depan bangsa pun
dapat dipastikan akan sulit dipertahankan. Wallahu
a'lam bissawa


--- Ambon <sea@xxxxxxxxxx> wrote:

> MEDIA INDONESIA
> Rabu, 07 Desember 2005
> 
> 
> 'Kabinet IMF Bersatu'
> Dradjad Wibowo, ekonom, anggota Komisi XI DPR RI
> dari F-PAN
> 
> 
> DALAM dialog di sebuah TV swasta tadi malam (Senin
> malam) sekitar pukul 
> 19.15 WIB, saya melontarkan guyonan. Intinya, kalau
> memang betul posisi 
> kunci dalam tim ekonomi kabinet akan diisi oleh
> ekonom seperti Boediono dan 
> Sri Mulyani, secara guyonan saya mengkritisi ini
> seperti 'Kabinet IMF 
> Bersatu'.
> 
> Terus terang saya terkejut, tersanjung, dan juga
> berterima kasih karena 
> Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Yudhoyono)
> langsung merespons guyonan 
> tersebut dalam pidato beliau saat pengumuman
> reshuffle kabinet di 
> Yogyakarta.
> 
> Saya terkejut dan tersanjung karena tidak menyangka
> Presiden akan merespons 
> langsung dalam sebuah pidato penting. Saya juga
> berterima kasih karena 
> Presiden peka dan tanggap terhadap kritik yang
> muncul di masyarakat, 
> termasuk yang saya lontarkan.
> 
> Guyonan tersebut muncul karena saya mengantisipasi
> kembalinya kebijakan 
> ekonomi yang konservatif, yang ketat dilaksanakan
> pada masa Presiden 
> Megawati Soekarnoputri. Kebijakan konservatif ini
> didominasi oleh 
> stabilisasi makro (utamanya stabilisasi fiskal),
> liberalisasi investasi dan 
> perdagangan, dan privatisasi. Ketiganya merupakan
> pilar dari Konsensus 
> Washington yang sangat dianut IMF dan Bank Dunia.
> 
> Ada dua faktor yang membuat saya menangkap sinyal
> bahwa Konsensus Washington 
> akan kembali mendominasi kebijakan ekonomi
> Indonesia. Pertama, keseimbangan 
> dalam kabinet ekonomi. Kedua, kondisi makroekonomi
> tahun 2006 yang masih 
> akan menghadapi berbagai tekanan.
> 
> Dari sisi keseimbangan, susunan tim ekonomi hasil
> reshuffle boleh dikatakan 
> lebih 'pro-IMF' dibandingkan dengan masa
> pemerintahan Presiden Megawati. 
> Karena, pada masa tersebut masih ada keseimbangan
> antara mereka yang 
> dicitrakan 'pro-IMF' versus 'anti-IMF'.
> 
> Penting saya tekankan, bahwa citra 'pro- atau
> anti-IMF' tidak sepenuhnya 
> benar untuk kedua kubu. Tapi untuk memudahkan, saya
> memakai istilah tersebut 
> dalam kutipan. Sama seperti istilah 'Kabinet IMF
> Bersatu' yang dalam 
> kutipan.
> 
> Keseimbangan muncul, karena dalam kubu 'pro-IMF' ada
> Menko Perekonomian 
> Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dan Menteri Keuangan
> (Menkeu) Boediono. Sedangkan 
> dalam kubu 'anti-IMF' ada Kepala Bappenas Kwik Kian
> Gie (Kwik). Menko Kesra 
> Jusuf Kalla (Kalla) pun cenderung kondusif terhadap
> kubu 'anti-IMF'.
> 
> Sejarah mencatat, meskipun ada keseimbangan dalam
> susunan kabinet, kebijakan 
> ekonomi tetap mengikuti garis Konsensus Washington.
> Konsep kebijakan ekonomi 
> alternatif kembali masuk kotak. Bahkan, seandainya
> tidak ada tekanan publik 
> dan tekanan politik dari Senayan, bukan tidak
> mungkin Indonesia masih tetap 
> dalam program IMF.
> 
> Saat ini, keseimbangan di atas tidak ada. Paskah
> Suzetta tampaknya tidak 
> akan mengambil garis Kwik dalam memimpin Bappenas.
> Dengan keseimbangan saja, 
> kebijakan ekonomi sudah sangat 'pro-IMF'. Apalagi
> tanpa keseimbangan. Karena 
> itu, diharapkan Wapres Jusuf Kalla yang akan menjadi
> kekuatan korektif. 
> Namun disadari, dalam konstitusi kita, menteri
> bertanggung jawab kepada 
> presiden, bukan wakil presiden.
> 
> Faktor kedua adalah kondisi makroekonomi 2006. Ada
> beberapa indikator kunci 
> yang perlu diperhatikan, yaitu inflasi, suku bunga,
> nilai tukar, dan neraca 
> pembayaran. Dari sisi inflasi, saat ini kita masih
> belum sepenuhnya 
> merasakan efek lanjutan (second round effect) dari
> kenaikan harga BBM. Ini 
> karena, tarif dan harga yang sifatnya administered
> price seperti tarif dasar 
> listrik, tarif telepon, dan air minum masih belum
> dinaikkan. Kesemuanya akan 
> memberikan tekanan cost-push inflation.
> 
> Tekanan lain muncul berupa kenaikan upah minimum
> regional. Dalam kondisi 
> inflatoir dan merosotnya daya beli, selain tidak
> adil, sulit dibayangkan apa 
> yang akan terjadi kalau upah buruh tidak dinaikkan.
> Ini akan menambah 
> inflasi.
> 
> Prospek suku bunga juga cenderung merosot. Inflasi
> tahun 2005 tampaknya 
> berkisar 19-20%. Ini adalah headline inflation yang
> dihitung berdasarkan 
> indeks harga konsumen (IHK). Dengan inflasi setinggi
> itu, sulit membayangkan 
> tingkat suku bunga referensi dari BI, yaitu BI rate
> dan bunga SBI tidak akan 
> naik.
> 
> Memang ada argumen bahwa inflasi inti masih relatif
> rendah, sekitar 8-9% 
> hingga akhir tahun. Inflasi inti merupakan sebuah
> ukuran internal BI, yang 
> mengeluarkan kenaikan harga dari barang-barang yang
> tergolong administered 
> price, fluktuasi harga musiman, dan memangkas
> pengaruh harga komoditas yang 
> berfluktuasi secara cross-section.
> 
> Gampangnya, inflasi inti mencerminkan berapa porsi
> inflasi yang bisa 
> dikendalikan BI melalui instrumen suku bunga. Ini
> karena BI saat ini sudah 
> memakai rezim inflation targetting. Dengan inflasi
> inti yang masih satu 
> digit, ada anggapan BI tidak perlu menaikkan suku
> bunga secara signifikan.
> 
> Masalahnya, inflasi inti tidak mencerminkan
> penurunan suku bunga riil yang 
> dirasakan deposan dan penabung sebagai akibat dari
> kenaikan inflasi. Mereka 
> jelas rugi jika bunga deposito dan simpanannya di
> bawah tingkat inflasi IHK. 
> Akibatnya, untuk mencegah mereka lari, bank-bank
> mulai menawarkan suku bunga 
> spesial. Malah ada yang melebihi suku bunga
> penjaminan. Kondisi 'pasar 
> gelap' bunga bank ini jelas tidak sehat bagi sektor
> perbankan.
> 
> Jadi, ke depan tekanan kenaikan suku bunga akan
> sangat kuat. Jika tidak, 
> risiko pelarian modal bisa meningkat. Hemat saya, BI
> rate seharusnya 
> bergerak pada kisaran 15% hingga inflasi
> year-on-year turun pada awal 
> kuartal 3/2006.
> 
> Nilai tukar rupiah juga cenderung mengalami tekanan
> dalam tahun 2006. Ini 
> karena, analis pasar global banyak yang
> memperkirakan dolar Amerika akan 
> menguat terhadap mata uang kuat lainnya. Meski, tren
> turunnya harga minyak 
> dunia diharapkan dapat mengurangi tekanan depresiasi
> rupiah.
> 
> Dari sisi neraca pembayaran, BI memperkirakan
> defisit US$1,7 miliar. Ini 
> karena, neraca modal yang sebelumnya surplus,
> diperkirakan akan sedikit 
> defisit. Alasannya, pembayaran utang luar negeri
> pemerintah melonjak drastis 
> dari US$3,5 miliar menjadi US$7,5 miliar.
> 
> Merosotnya neraca pembayaran menambah tekanan
> depresiasi rupiah. Ini juga 
> dapat menambah inflasi. Oleh sebab itu, walaupun
> pemerintah bisa menurunkan 
> inflasi, tampaknya tetap akan pada level 10%-an.
> 
> Dengan kondisi makroekonomi di atas, besar
> kemungkinan Boediono dan Sri 
> Mulyani tidak akan berani mengambil langkah di luar
> pakem Konsensus 
> Washington. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka
> semakin konservatif. Resep 
> khas Boediono akan kembali dilakukan.
> 
> Sebagai misal, disiplin anggaran diperketat dengan
> mengalihkan beban belanja 
> ke generasi mendatang. Antara lain melalui
> reprofiling, debt switching atau 
> istilah lainnya. Tabungan pemerintah yang semakin
> merosot juga akan dipakai. 
> Lalu, aset-aset negara didorong untuk dijual,
> termasuk melalui privatisasi. 
> Sama seperti pemerintahan Megawati ketika menjual
> Indosat dan aset-aset 
> BPPN.
> 
> Padahal, dengan kondisi pengangguran yang sedemikian
> tinggi, kita semakin 
> memerlukan revitalisasi sektor industri, pertanian,
> dan pedesaan. 
> Revitalisasi ini bukan tidak mungkin bertentangan
> dengan agenda stabilisasi 
> makro, khususnya disiplin anggaran.
> 
> Misalnya, apakah pemerintah akan menyediakan dana
> restrukturisasi BUMN bagi 
> BUMN yang rugi akibat utang masa lalu seperti
> Merpati dan Garuda? Atau lebih 
> baik menjualnya saja agar ada tambahan penerimaan?
> Apakah pemerintah akan 
> mengurangi inflasi nonmakanan, atau malah cenderung
> menurunkan harga beras 
> dan gabah agar inflasi lebih terkendali? Padahal,
> harga gabah yang cukup 
> tinggi merupakan faktor krusial untuk merevitalisasi
> sektor pedesaan.
> 
> Melihat jajak rekam mereka, saya masih sangsi apakah
> duet Boediono dan Sri 
> Mulyani akan berani mengambil kebijakan terobosan
> untuk revitalisasi 
> tersebut. 
> 
> 


Tertarik masalah Ekonomi? Mari bergabung ke milis Ekonomi Nasional
Kirim email ke: ekonomi-nasional-subscribe@xxxxxxxxxxxxxxx


                
__________________________________________ 
Yahoo! DSL ? Something to write home about. 
Just $16.99/mo. or less. 
dsl.yahoo.com 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today!
http://us.click.yahoo.com/LeSULA/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Re: [ekonomi-nasional] 'Kabinet IMF Bersatu'