** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA Sabtu, 04 Februari 2006 Playboy, Alhamdulillah, Astagfirullah Fahmi AP Pane Pengamat Masalah Politik Alhamdulillah, Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menolak peredaran majalah Playboy. Namun, astagfirullah, beliau juga merasa tidak mampu mencegah kemunculannya selama Undang-undang Anti-pornografi dan pornoaksi belum ada. Meski begitu, beliau akan mencoba melarang dengan undang-undang lain sebelum RUU Antipornografi dan Pornoaksi disetujui dan disahkan (Republika, 28 Januari 2006). Terobosan politik Andaikan Wapres serius, maka ada peluang melakukan terobosan politik dan hukum demi menyelamatkan kepribadian bangsa, terutama generasi muda, serta meningkatkan akhlak umat. Diakui peluangnya tidak terlalu besar. Namun, karena pemerintah terbukti lihai memanfaatkan lobi politik dan jaringan politik-bisnis, maka hambatan struktur dan prosedur formal, serta hukum positif, mestinya dapat diminimalisasi. Bahkan, pemerintah dapat menunda peluncuran majalah Playboy serta materi dan perbuatan porno lainnya hingga lahirnya hukum positif yang lebih kuat dan mengikat. Akan sangat berisiko bila penegasan Jusuf Kalla hanya sebatas wacana. Kepercayaan publik kian sulit diraih kembali. Soalnya, Wapres telah berkali-kali menyampaikan pernyataan yang keliru, baik secara normatif maupun realitas, seperti rencana pengambilan sidik jari santri, atau prediksi Wapres akan kecilnya dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi. Selain itu, beberapa pernyataan beliau tidak efektif, semisal wacana pembelian kembali Indosat. Padahal itu upaya pengembalian kedaulatan dan kemerdekaan sejati. Sebenarnya, kemampuan dan kekuasaan riil Wapres melampaui otoritas formalnya. Ini terlihat sekali dalam proses perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam, juga dalam proses kenaikan harga BBM dan impor beras. Tingkat kompleksitas masalah-masalah tadi jauh lebih tinggi daripada sekadar melarang Playboy serta materi dan perbuatan porno lainnya. Dalam masalah-masalah tadi, Wapres harus menghadapi konflik politik di tingkat internasional dan domestik yang tidak ringan, malah harus menyelesaikan ketidakseragaman sikap di partai yang dipimpinnya sendiri: Golkar. Wapres pasti didukung umat jika berupaya mencegah dan melarang materi serta perbuatan porno. Wapres juga akan disokong kekuatan-kekuatan politik di DPR, DPD, partai dan ormas Islam, dan sebagainya. Yakinlah, takkan ada yang berani menolak sikap pemerintah secara terbuka, meski mereka mungkin membuka materi-materi porno di komputer di ruang kerjanya. Terobosan politik dan hukum perlu dilakukan karena sistem dan prosedur politik tidak berpihak pada peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia di masyarakat. Kekuatan lain Seperti dinyatakan Joseph Schumpeter, demokrasi adalah suatu mekanisme pemilihan serta pemberian kekuasaan pada pemerintah, dan bukan merupakan seperangkat tujuan moral (Varma, 2003). Sekalipun partai dan organisasi Islam bisa saja meraih kemenangan dalam sistem demokrasi, seperti dialami Hamas di Palestina dan FIS di Aljazair, di mana kedua organisasi itu sangat baik dalam aktivitas sosial dan penentangan terhadap korupsi, namun hanya soal waktu kemenangan itu segera menjadi semu. Bagaimananapun, di luar mekanisme demokrasi, ada kekuatan-kekuatan politik lain yang juga signifikan, misal tentara, asosiasi pengusaha, birokrasi, lembaga peradilan, dan kekuatan internasional. Bekerjanya kekuatan lain itu terlihat dalam pembahasan RUU Antipornografi dan Pornoaksi. Ide awal muncul tahun 1999. Namun, baru tahun 2003 terwujud dalam bentuk naskah lengkap rancangan undang-undang, dan disetujui DPR untuk dibahas. Presiden (saat itu) Megawati lambat menerbitkan amanat presiden (ampres). Sementara panitia khusus (pansus) saat itu baru mencari-cari daftar inventarisasi masalah (DIM) serta penggantian anggota pansus. Kini, pada periode baru pansus RUU tersebut menargetkan Juni 2006 RUU akan diserahkan ke rapat paripurna DPR untuk dimintakan persetujuan. Namun, kalaupun itu mulus, efektivitas RUU itu masih dilemahkan oleh kebiasaan telat menerbitkan peraturan pemerintah dan perangkat teknis lainnya, seperti yang menimpa UU Sistem Pendidikan Nasional. Karenanya, pemerintah perlu melakukan terobosan politik membentuk pertemuan informal yang intensif, katakanlah semacam forum yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai Klab Dharmawangsa. Ketimbang membuat sebuah peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), forum percepatan pembahasan dan persetujuan RUU Antipornografi dan Pornoaksi jauh lebih baik. Toh, selisih waktu RUU dengan perpu hanya beberapa bulan. Forum ini berguna karena sebenarnya yang paling penting disepakati dalam RUU ini hanya tiga hal pokok, yakni definisi dan adanya klausul penegasan pelarangan, serta penegasan keharusan peninjauan ulang seluruh kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi materi serta perbuatan porno yang ada sebelum disahkannya UU Antipornografi dan Pornoaksi. Klausul ini penting untuk mencegah digugat karena bersifat berlaku surut. Mengenai sanksi-sanksi, fraksi-fraksi di DPR dapat melimpahkannya kepada ulama dan ahli hukum. Sebab, meski materi dan tindakan porno mengarah pada zina dan perusakan moral, namun bobotnya tidak menyamai zina, yang untuk bisa memasukkan klausul pelarangan dan sanksinya ke dalam sistem hukum Indonesia memerlukan persetujuan dan dukungan politik. Hukum-hukum positif memang tidak mampu membendung produksi, distribusi dan konsumsi materi serta perbuatan porno. Penulis telah menelusuri berbagai UU dan tampaknya tidak ada peluang dari yang sudah ada. Kecuali, bila disepakati hukum Islam adalah 'anak kandung' sistem hukum nasional, sehingga secara otomatis aparat negara bisa menerapkannya tanpa harus ada suatu produk legislasi tertentu. Namun, mengingat belum disetujuinya perubahan KUHP yang memasukkan pasal-pasal islami, maka kita memang tidak bisa berharap pada hukum-hukum positif untuk dapat melindungi kepribadian bangsa. Koreksi usaha porno Di samping itu, Presiden, Wapres, dan pejabat terkait perlu mengoreksi proses administratif usaha-usaha porno. Sekalipun pemerintah dilarang UU Pers membredel suatu usaha penerbitan pers, namun pemerintah dan birokrasi tetap bisa mengkritisi usaha-usaha penerbitan sejak permintaan izin tanda usaha, izin usaha perdagangan, izin gangguan, dan sebagainya. Selain itu, dalam kasus majalah Playboy, hampir pasti ada unsur asing. Aapakah dalam bentuk modal, kerja sama usaha, dan transfer hak cipta. Peluang Wapres membesar mengingat perizinan PMA sudah ditarik kembali ke pemerintah pusat, dan kini dipegang oleh orang yang memiliki relasi kuat dengannya. Jika semua proses perijinan dan investasi awal ditelusuri, pasti ada saja yang tidak beres, hingga pemerintah dan polisi dapat bertindak. Seperti, penerbitan materi porno yang dijual di pinggir jalan, jelas bermasalah dari segi ketentuan izin usaha, investasi, perpajakan, dan lain-lain. Bila Presiden, Wapres, dan pejabat pemerintah serta parlemen setuju melarang tegas materi dan perbuatan porno pada kesempatan pertama, maka ulama, pers, usahawan dan umat Islam harus bersatu membantunya. 'Kapitalis-kapitalis iblis' akan selalu menghadang siapa pun yang berjuang membela akidah, syariah dan akhlak mulia. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **