[nasional_list] [ppiindia] Playboy, Alhamdulillah, Astagfirullah

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 5 Feb 2006 00:20:47 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA
Sabtu, 04 Februari 2006

Playboy, Alhamdulillah, Astagfirullah 
Fahmi AP Pane
Pengamat Masalah Politik


Alhamdulillah, Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menolak peredaran majalah 
Playboy. Namun, astagfirullah, beliau juga merasa tidak mampu mencegah 
kemunculannya selama Undang-undang Anti-pornografi dan pornoaksi belum ada. 
Meski begitu, beliau akan mencoba melarang dengan undang-undang lain sebelum 
RUU Antipornografi dan Pornoaksi disetujui dan disahkan (Republika, 28 Januari 
2006). 

Terobosan politik
Andaikan Wapres serius, maka ada peluang melakukan terobosan politik dan hukum 
demi menyelamatkan kepribadian bangsa, terutama generasi muda, serta 
meningkatkan akhlak umat. Diakui peluangnya tidak terlalu besar. Namun, karena 
pemerintah terbukti lihai memanfaatkan lobi politik dan jaringan 
politik-bisnis, maka hambatan struktur dan prosedur formal, serta hukum 
positif, mestinya dapat diminimalisasi. Bahkan, pemerintah dapat menunda 
peluncuran majalah Playboy serta materi dan perbuatan porno lainnya hingga 
lahirnya hukum positif yang lebih kuat dan mengikat.

Akan sangat berisiko bila penegasan Jusuf Kalla hanya sebatas wacana. 
Kepercayaan publik kian sulit diraih kembali. Soalnya, Wapres telah 
berkali-kali menyampaikan pernyataan yang keliru, baik secara normatif maupun 
realitas, seperti rencana pengambilan sidik jari santri, atau prediksi Wapres 
akan kecilnya dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi. Selain itu, beberapa 
pernyataan beliau tidak efektif, semisal wacana pembelian kembali Indosat. 
Padahal itu upaya pengembalian kedaulatan dan kemerdekaan sejati. 

Sebenarnya, kemampuan dan kekuasaan riil Wapres melampaui otoritas formalnya. 
Ini terlihat sekali dalam proses perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam, juga 
dalam proses kenaikan harga BBM dan impor beras. Tingkat kompleksitas 
masalah-masalah tadi jauh lebih tinggi daripada sekadar melarang Playboy serta 
materi dan perbuatan porno lainnya. Dalam masalah-masalah tadi, Wapres harus 
menghadapi konflik politik di tingkat internasional dan domestik yang tidak 
ringan, malah harus menyelesaikan ketidakseragaman sikap di partai yang 
dipimpinnya sendiri: Golkar. 

Wapres pasti didukung umat jika berupaya mencegah dan melarang materi serta 
perbuatan porno. Wapres juga akan disokong kekuatan-kekuatan politik di DPR, 
DPD, partai dan ormas Islam, dan sebagainya. Yakinlah, takkan ada yang berani 
menolak sikap pemerintah secara terbuka, meski mereka mungkin membuka 
materi-materi porno di komputer di ruang kerjanya. Terobosan politik dan hukum 
perlu dilakukan karena sistem dan prosedur politik tidak berpihak pada 
peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia di masyarakat. 

Kekuatan lain
Seperti dinyatakan Joseph Schumpeter, demokrasi adalah suatu mekanisme 
pemilihan serta pemberian kekuasaan pada pemerintah, dan bukan merupakan 
seperangkat tujuan moral (Varma, 2003). Sekalipun partai dan organisasi Islam 
bisa saja meraih kemenangan dalam sistem demokrasi, seperti dialami Hamas di 
Palestina dan FIS di Aljazair, di mana kedua organisasi itu sangat baik dalam 
aktivitas sosial dan penentangan terhadap korupsi, namun hanya soal waktu 
kemenangan itu segera menjadi semu. 

Bagaimananapun, di luar mekanisme demokrasi, ada kekuatan-kekuatan politik lain 
yang juga signifikan, misal tentara, asosiasi pengusaha, birokrasi, lembaga 
peradilan, dan kekuatan internasional. Bekerjanya kekuatan lain itu terlihat 
dalam pembahasan RUU Antipornografi dan Pornoaksi. Ide awal muncul tahun 1999. 
Namun, baru tahun 2003 terwujud dalam bentuk naskah lengkap rancangan 
undang-undang, dan disetujui DPR untuk dibahas. Presiden (saat itu) Megawati 
lambat menerbitkan amanat presiden (ampres). Sementara panitia khusus (pansus) 
saat itu baru mencari-cari daftar inventarisasi masalah (DIM) serta penggantian 
anggota pansus. 

Kini, pada periode baru pansus RUU tersebut menargetkan Juni 2006 RUU akan 
diserahkan ke rapat paripurna DPR untuk dimintakan persetujuan. Namun, kalaupun 
itu mulus, efektivitas RUU itu masih dilemahkan oleh kebiasaan telat 
menerbitkan peraturan pemerintah dan perangkat teknis lainnya, seperti yang 
menimpa UU Sistem Pendidikan Nasional. 

Karenanya, pemerintah perlu melakukan terobosan politik membentuk pertemuan 
informal yang intensif, katakanlah semacam forum yang oleh beberapa kalangan 
disebut sebagai Klab Dharmawangsa. Ketimbang membuat sebuah peraturan 
pemerintah pengganti undang-undang (perppu), forum percepatan pembahasan dan 
persetujuan RUU Antipornografi dan Pornoaksi jauh lebih baik. Toh, selisih 
waktu RUU dengan perpu hanya beberapa bulan.

Forum ini berguna karena sebenarnya yang paling penting disepakati dalam RUU 
ini hanya tiga hal pokok, yakni definisi dan adanya klausul penegasan 
pelarangan, serta penegasan keharusan peninjauan ulang seluruh kegiatan 
produksi, distribusi, dan konsumsi materi serta perbuatan porno yang ada 
sebelum disahkannya UU Antipornografi dan Pornoaksi. Klausul ini penting untuk 
mencegah digugat karena bersifat berlaku surut. 

Mengenai sanksi-sanksi, fraksi-fraksi di DPR dapat melimpahkannya kepada ulama 
dan ahli hukum. Sebab, meski materi dan tindakan porno mengarah pada zina dan 
perusakan moral, namun bobotnya tidak menyamai zina, yang untuk bisa memasukkan 
klausul pelarangan dan sanksinya ke dalam sistem hukum Indonesia memerlukan 
persetujuan dan dukungan politik. Hukum-hukum positif memang tidak mampu 
membendung produksi, distribusi dan konsumsi materi serta perbuatan porno. 

Penulis telah menelusuri berbagai UU dan tampaknya tidak ada peluang dari yang 
sudah ada. Kecuali, bila disepakati hukum Islam adalah 'anak kandung' sistem 
hukum nasional, sehingga secara otomatis aparat negara bisa menerapkannya tanpa 
harus ada suatu produk legislasi tertentu. Namun, mengingat belum disetujuinya 
perubahan KUHP yang memasukkan pasal-pasal islami, maka kita memang tidak bisa 
berharap pada hukum-hukum positif untuk dapat melindungi kepribadian bangsa.

Koreksi usaha porno
Di samping itu, Presiden, Wapres, dan pejabat terkait perlu mengoreksi proses 
administratif usaha-usaha porno. Sekalipun pemerintah dilarang UU Pers 
membredel suatu usaha penerbitan pers, namun pemerintah dan birokrasi tetap 
bisa mengkritisi usaha-usaha penerbitan sejak permintaan izin tanda usaha, izin 
usaha perdagangan, izin gangguan, dan sebagainya. Selain itu, dalam kasus 
majalah Playboy, hampir pasti ada unsur asing. Aapakah dalam bentuk modal, 
kerja sama usaha, dan transfer hak cipta.

Peluang Wapres membesar mengingat perizinan PMA sudah ditarik kembali ke 
pemerintah pusat, dan kini dipegang oleh orang yang memiliki relasi kuat 
dengannya. Jika semua proses perijinan dan investasi awal ditelusuri, pasti ada 
saja yang tidak beres, hingga pemerintah dan polisi dapat bertindak. Seperti, 
penerbitan materi porno yang dijual di pinggir jalan, jelas bermasalah dari 
segi ketentuan izin usaha, investasi, perpajakan, dan lain-lain. 

Bila Presiden, Wapres, dan pejabat pemerintah serta parlemen setuju melarang 
tegas materi dan perbuatan porno pada kesempatan pertama, maka ulama, pers, 
usahawan dan umat Islam harus bersatu membantunya. 'Kapitalis-kapitalis iblis' 
akan selalu menghadang siapa pun yang berjuang membela akidah, syariah dan 
akhlak mulia.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Playboy, Alhamdulillah, Astagfirullah