** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** Sinar Harapan 16/2/2005 Peta Perbankan Indonesia, Mau ke Mana? (1) Oleh Marzuki Usman Sejarah membuktikan bahwa selama 60 tahun merdeka, peta perbankan Indonesia selalu berayun ke kiri dan ke kanan, mencari bentuknya yang prima untuk menopang pembangunan ekonomi Indonesia. Semula diniatkan oleh para pendiri Republik, Bank Negara Indonesia 1946, sebagai ganti dari Javase Bank, sebagai bank sentralnya Indonesia. Ternyata di dalam perjalanannya, BNI 1946 telah menjadi bank komersial biasa dan Javase Bank bermetamorfosa menjadi Bank Indonesia. Bank-bank komersial yang didirikan di zaman kolonial yang kemudian setelah nasionalisasi di tahun 1956, berubah menjadi Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Tabungan Negara. Pada periode berikutnya, untuk lebih mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia, didirikanlah Bank Koperasi, Tani, dan Nelayan, dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), serta digalakkan pertumbuhan bank swasta milik nasional. Sementara itu, bank-bank milik asing yang sudah ada pada zaman kolonial diperbolehkan untuk tetap beroperasi di Indonesia. Lebih jauh, pada suatu masa di zaman getol-getolnya semangat Berdiri di Atas Kaki Sendiri (Berdikari) yang dikumandangkan oleh pemerintahan Soekarno, bank-bank komersial dan bank sentral diintegrasikan menjadi BNI unit I untuk Bank Indonesia, BNI unit II, BNI unit III, dan sebagainya untuk bank-bank komersial lainnya milik pemerintah. Slogannya waktu itu, bank sebagai lembaga perjuangan untuk mengemban amanat penderitaan rakyat. Bank-bank milik asing dinasionalisasi dan pemiliknya disilahkan pergi meninggalkan wilayah Republik Indonesia. Di sini mulai kerancuan fungsi antara bank sentral dengan bank komersial. Hasil akhirnya adalah kekacauan (chaos) dan bahkan pada suatu masa bank sentral dilarang untuk mengumumkan jumlah uang yang beredar sehingga ekonomi berjalan tanpa ada lagi data-data ekonomi makro. Hasil akhirnya, tingkat inflasi meningkat bak roket yang ditembakkan ke luar angkasa, dan pada tahun 1965 tingkat inflasi mencapai puncaknya, yaitu sebesar 650 persen per tahun. Penulis sendiri mengalami pada masa itu, di mana harga beras per kg di Yogyakarta pada pagi hari Rp 1000 per kg, sore hari, yaitu sepuluh jam kemudian menjadi Rp. 2000 per kg. Sekadar untuk menghibur diri, di daratan Cina pernah terjadi pada suatu saat harga menaik secepat kecepatan sepeda. Perkembangan berikutnya, sebagai akibat keadaan ekonomi yang sudah lepas kendali, maka pada era pemerintahan Soeharto, ekonomi diluruskan kembali. Diteriakan slogan de-birokratisasi dan de-etatisme, peranan pemerintah dikurangkan, biarlah pasar berkembang secara alamiah. Perbankan ditata kembali, yaitu adanya bank sentral, bank komersial, dan bank-bank yang lain. Sementara itu, masih tetap dianut paham bahwa lembaga perbankan sebagai lembaga yang vital bagi kehidupan ekonomi Indonesia. Hasilnya dilahirkanlah Undang-Undang Pokok Perbankan tahun 1967, Undang-Undang Bank Sentral tahun 1968, Undang-Undang tentang masing-masing dari bank-bank milik pemerintah pusat seperti: Undang-Undang Bank Bumi Daya, Undang-Undang Bank Dagang Negara, Undang-Undang Bank Ekspor Impor Indonesia, Undang-Undang Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Undang-Undang Bank Rakyat Indonesia, Undang-Undang Bank Negara Indonesia 1946, dan Undang-Undang Bank Tabungan Negara. Untuk mengatur bank-bank/cabang bank milik asing, bank-bank milik pemerintah daerah dan bank-bank milik swasta direncanakan akan dibuat undang-undang tersendiri. Namun, hal ini tidak pernah terlaksana. Kelihatannya memang agak aneh, yakni semangatnya adalah biarlah perbankan berkembang secara alamiah menurut naluri pasar (let market derive), akan tetapi sebagai akibat kuatnya kepercayaan bahwa perbankan itu adalah lembaga vital bagi pembangunan ekonomi Indonesia, maka hasil akhirnya adalah pengaturan perbankan yang bersifat menurut selera pemerintah dan menghasilkan satu seri undang-undang yang mendiktekan spesialisasi kegiatan perbankan di Indonesia. Oleh undang-undang didikte, bank menjadi bank komersial/bank umum, bank pembangunan, dan bank tabungan. Jadi tidak lagi market derive tetapi menjadi mandatory. Keadaan yang rancu seperti ini, kemudian dicoba masih di zamannya pemerintahan Soeharto dan kemudian diteruskan di zamannya pemerintahan B.J. Habibie dikoreksi, yaitu dengan mengeluarkan Undang-Undang Perbankan, jadi bukan lagi Undang-Undang Pokok Perbankan, dan spesialisasi perbankan dilepaskan kepada selera daripada para pemilik alias diserahkan kepada naluri pasar secara alamiah. Kemudian, untuk memberikan tempat kepada ekonomi rakyat, didalam Undang-Undang Perbankan disediakan pasal-pasal yang mengatur tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sementara itu, timbul juga permintaan dari sebagian besar rakyat untuk adanya bank-bank yang berdasarkan prinsip syariah Islam. Undang-Undang Perbankan kemudian diamendir/disempurnakan sehingga memberi tempat bagi terlayani dan didirikannya bank-bank syariah di Indonesia. Lebih jauh, peranan Bank Sentral/Bank Indonesia sebagai lembaga moneter yang mengemban tugas menjamin stabilisi ekonomi/pengendalian tingkat inflasi, dan stabilisi kurs rupiah terhadap valuta asing, maka Bank Indonesia dibuat menjadi lebih mandiri/independent dari kegiatan pemerintah. Hal ini diwujudkan didalam Undang-Undang tentang Bank Sentral No. 23 tahun 1999. Disini mulailah terjadi masalah, baik di dalam pemahaman idea kemandirian/independensi dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, maupun di dalam praktiknya, terutama didalam pembinaan sistem perbankan yang sehat. Tulisan singkat ini (tulisan ini adalah bagian pertama dari tiga tulisan) ingin menfokuskan pembahasan tentang ide kemandirian/independensi beserta praktiknya dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Penulis melihat bahwa telah terjadi penyimpangan yang sangat jauh terhadap pemahaman idea kemandirian/independensi, sehingga menimbulkan risiko pewarisan masalah seperti beban hutang kepada generasi penerus dan masalah lain yang perlu dikoreksi. n Penulis adalah mantan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **