[nasional_list] [ppiindia] Menimbang Hak Pilih TNI

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 20 Feb 2006 13:39:41 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA
      Senin, 20 Februari 2006


      Menimbang Hak Pilih TNI 
      Munafrizal Manan
      Dosen FISIP Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta




      Tema militer dan politik sepertinya tidak akan pernah selesai 
diperdebatkan di Indonesia. Tema tersebut selalu menarik dibahas dan mudah 
memicu kontroversi. Setiap kali ada isu atau peristiwa baru yang berhubungan 
dengan tema itu, perdebatan pun menjadi ramai. Pendapat pro dan kontra muncul.

      Begitulah yang terjadi ketika baru-baru ini mantan panglima TNI, Jenderal 
Endriartono Sutarto, mengusulkan agar anggota TNI diberi hak memilih mulai 
Pemilu 2009. Menurut Endriartono, hak memilih anggota TNI merupakan bagian dari 
demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). 

      Endriartono mengakui, ketika ia melarang anggota TNI menggunakan hak 
memilih pada Pemilu 2004 lalu, sebenarnya ia melanggar HAM dan mencederai 
demokrasi. ''Hak pilih pada dasarnya bukan hak institusi. Itu hak individu 
setiap warga negara tanpa memandang profesi,'' demikian Endriartono. 

      Harus diakui, jika dilihat dari ukuran norma demokrasi dan HAM, anggota 
TNI memang memiliki hak politik untuk memilih dalam pemilu, yang sama dengan 
kaum sipil. Norma demokrasi dan HAM tidak mengenal diskriminasi politik 
berdasarkan latar belakang profesi. Ini telah berlaku di banyak negara yang 
memberikan hak memilih bagi anggota militernya.

      Karena itu, diskriminasi politik atas anggota TNI dapat dianggap sebagai 
pelanggaran terhadap norma demokrasi dan HAM. Dengan demikian, argumen Jenderal 
Endriartono memang memiliki pijakan yang kuat.

      Namun, gagasan untuk memberikan hak memilih kepada anggota TNI sebaiknya 
tidak melupakan konteks historis TNI dan dinamika internal kontemporer TNI. 
Dengan menyoroti dua perspektif ini, dapat diketahui perlu atau tidak 
memberikan hak memilih itu. Artinya, untuk menimbang memberi hak memilih kepada 
anggota TNI, tidak dapat hanya bersandar pada pertimbangan norma demokrasi dan 
HAM an sich.

      Maslahat-mudharat Pada aspek historis, keterlibatan militer Indonesia 
dalam bidang politik telah dimulai sejak Indonesia merdeka. Pada masa Orde 
Baru, yang berlangsung selama kurang-lebih 30 tahun, militer Indonesia pernah 
memiliki track record terlibat dalam arena politik secara dominatif dan 
eksesif. Sudah cukup banyak studi yang mengupas peran militer Indonesia dalam 
kegiatan politik yang dipublikasikan.

      Studi-studi tersebut umumnya sepakat bahwa keterlibatan militer Indonesia 
dalam aktivitas politik tidak hanya mengakibatkan tercipta hubungan 
konfrontatif antara militer dengan rakyat, tetapi juga berdampak pada buruknya 
profesionalitas militer Indonesia sebagai alat pertahanan negara. Singkatnya, 
keterlibatan militer Indonesia dalam aktivitas politik lebih banyak mudharatnya 
daripada maslahatnya, baik bagi militer sendiri maupun bagi masyarakat/negara.

      Sementara pada aspek dinamika internal kontemporer TNI, kita tahu bahwa 
sejak era transisi politik bergulir di Indonesia --pasca-jatuhnya Presiden 
Soeharto pada 21 Mei 1998-- TNI dituntut melakukan reformasi internal. Proses 
reformasi internal TNI itu sendiri telah mulai dilakukan dan hingga saat ini 
belum tuntas. 

      Reformasi internal TNI merupakan 'proyek raksasa' yang tentu memerlukan 
waktu panjang. Sebab, reformasi internal TNI itu tidak hanya bertujuan menyapih 
TNI dari 'limbah' aktivitas politik, tetapi juga meliputi aspek yang 
komprehensif --mulai dari redesain bisnis-bisnis TNI, reformulasi struktur 
teritorial, hingga membangun kultur dan institusi TNI yang kuat dan profesional 
sebagai alat pertahanan negara. Artinya, masih banyak pekerjaan yang harus 
dilakukan untuk menyempurnakan reformasi internal TNI.

      Sejak reformasi internal TNI digulirkan, sebetulnya TNI telah relatif 
berhasil mereparasi carut-marut citranya selama ini yang tercebur dalam 
'limbah' aktivitas politik. TNI tidak lagi menjadi objek hujatan masyarakat. 
Tekad TNI melalui doktrin redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi --yang 
dirumuskannya untuk tidak ingin terjerembab lagi dalam arena politik serta 
keikhlasan TNI menghapus kursinya di legislatif dan meniadakan sistem 
kekaryaan-- disambut positif dan diapresiasi oleh kaum sipil. Namun, jika 
hasrat untuk terlibat kembali dalam gelanggang politik itu --baik secara 
terang-terangan atau terselubung-- kembali menonjol, maka citra positif yang 
telah dicapai akan ternoda lagi. Memberikan hak memilih di tengah kondisi 
reformasi internal TNI yang belum tuntas, berpotensi membelokkan konsentrasi 
TNI dari proses reformasi internalnya.

      Terlalu sederhana memaknai pemberian hak memilih anggota TNI sekadar 
urusan memberikan hak suara sebagai warga negara dalam bilik-bilik tempat 
pemungutan suara. Sebab sekali TNI dilibatkan atau melibatkan diri dalam 
aktivitas politik, sulit memastikan itu tidak akan menyuburkan impuls naluri 
intrinsik TNI yang ingin berperan jauh dalam arena politik.

      Naluri intrinsik ini bahkan diakui sendiri oleh Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono dalam amanatnya ketika melantik panglima TNI yang baru. Menurut 
Presiden, dalam masa transisi demokrasi ini, masih banyak godaan atas para 
jenderal, marsekal, dan laksamana untuk memasuki wilayah politik. Sebab itu, 
memberikan hak memilih kepada anggota TNI berpotensi akan memicu konsekuensi 
lanjutan. Sedikitnya ada dua implikasi yang akan terjadi jika TNI memiliki hak 
pilih politik dalam pemilu. Pertama, terjadi fragmentasi di kalangan TNI 
disebabkan orientasi dan preferensi politik yang berbeda. 

      Politik pada dasarnya adalah medan kompetisi dan konflik. Jika anggota 
TNI memiliki hak memilih, kompetisi dan konflik politik akan mudah tersulut. 
Kita tahu bahwa kasus konflik fisik di kalangan aparatus militer dan juga 
polisi, kadang terjadi bukan disebabkan faktor politik. Bisa dibayangkan betapa 
lebih mudahnya konflik tersebut tersulut jika disebabkan oleh faktor perbedaan 
orientasi dan preferensi politik.

      Kedua, hak memilih anggota TNI rentan menjadi daya-pikat oleh politisi 
sipil untuk menyeret TNI terlibat lebih jauh dalam aktivitas politik. Jika 
terbangun simbiosis-mutualisme antara keduanya karena terfasilitasi oleh adanya 
hak memilih anggota TNI, maka hal itu akan mengulangi potret buram yang pernah 
terjadi pada masa Orde Baru. Skalanya mungkin tidak persis sama, tapi 
substansinya akan sangat mirip.

      Secara kuantitatif, jumlah konstituen di kalangan TNI memang tidak begitu 
signifikan. Tetapi, secara kualitatif posisi dan kekuatan TNI sangat strategis 
dan berpengaruh. Karena itu, dukungan politik dari TNI akan direbutkan oleh 
politisi sipil. Ini sangat mungkin membuka negosiasi politik antara politisi 
sipil dan TNI. Jika ini terjadi, maka TNI kembali bermetamorfosis menjadi 
kekuatan politik yang disibukkan oleh aktivitas politik dan mencapai tujuan 
politik. Mengutip Claude E Welch dan Arthur K Smith (1974), metamorfosis itu 
akan berlangsung secara bertahap, mulai dari tahap influence, lalu berlanjut ke 
intervention, dan akhirnya control.

      Politik kenegaraan
      Menurut hemat saya, memberikan hak memilih kepada anggota TNI sebetulnya 
justru men-down grading ''posisi agung'' TNI sebagai alat pertahanan negara 
yang netral dan berdiri di atas semua perbedaan politik. Memang betul bahwa hak 
pilih politik TNI dijamin oleh demokrasi dan HAM. Namun, jika TNI memosisikan 
dirinya sama dengan warga negara sipil umumnya dalam hal hak politik, artinya 
TNI tidak dapat lagi mengklaim dirinya menjunjung politik kenegaraan, yang 
membedakannya dengan politik praktis (day to day politics) kaum politisi sipil.

      Sebab, manakala TNI menceburkan diri dalam wilayah politik, maka TNI akan 
menjadi elemen yang juga masuk dalam rivalitas politik. Arena politik dan 
demokrasi menjadi tidak sehat jika yang terlibat dalam rivalitas politik itu 
ada unsur yang memiliki kekuatan senjata dan terampil melakukan management of 
violence.

      Sebaiknya TNI tetap fokus pada proses reformasi internalnya, sehingga 
menjadi institusi militer yang kuat dan profesional sebagai alat pertahanan 
negara. Upaya menjadikan TNI sebagai institusi militer yang kuat dan 
profesional bukan usaha sepele. Karena itu, tidak perlu ditambahi lagi oleh 
kesibukan dalam aktivitas politik. Lagipula, tugas TNI menjaga dan melindungi 
pertahanan dan teritorial negara menghadapi tantangan dan ancaman yang berat 
pada saat ini dan masa datang. Kita tidak ingin punya TNI yang kedodoran 
mengemban tugas utamanya karena disibukkan oleh aktivitas dan ambisi politik. 
Kita rindu dan butuh TNI yang kuat, profesional, berwibawa, dan dicintai rakyat.

      "Kita tidak ingin punya TNI yang kedodoran mengemban tugas utamanya 
karena disibukkan oleh aktivitas dan ambisi politik. Kita rindu dan butuh TNI 
yang kuat, profesional, berwibawa, dan dicintai rakyat."
     


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Menimbang Hak Pilih TNI