[nasional_list] [ppiindia] Mengapa Menjadi TKI Ilegal?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 1 Mar 2005 00:42:11 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **


http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=104084


            Mengapa Menjadi TKI Ilegal?
            Oleh Koirudin 



            Selasa, (01-03-'05)
            Persoalan TKI selalu membuat sibuk Pemerintah Indonesia terutama 
terkait dengan pemulangan TKI ilegal dari Malaysia yang jumlahnya mencapai 
700.000 orang. Dalam memandang masalah TKI ini, seringkali pemerintah dan 
oknum-oknum hanya menjadikannya sebagai komoditas. Para TKI diperas devisanya, 
tanpa memberikan perlindungan yang memadai dan menciptakan birokrasi yang tidak 
korup dan mudah diakses. 

            Setelah ditunda karena Pemerintah Malaysia ingin menghormati 
momentum Pilpres 2004 dan juga empati terhadap musibah tsunami, gelombang 
pemulangan (repatriasi) TKI ilegal dari Malaysia akan segera kembali dilakukan. 
Ini dilakukan setelah batas waktu masa amnesti, 31 Januari 2005 kemarin habis. 

            Pemerintah kini dihadapkan masalah yang cukup pelik, yakni untuk 
menempatkan kembali TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia. Bahkan menurut 
rencana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri akan berkunjung ke Malaysia 
pada 14 Februari 2005. Di situ Malaysia dan Indonesia diharapkan akan 
menandatangani nota kesepahamanan (Memorandum of Understanding - MoU) tentang 
hal tersebut. 

            Diketahui bahwa dalam pertemuan bilateral pertama, November 2004, 
dibicarakan soal status TKI ilegal dan majikan. Saat itu, Pemerintah Indonesia 
meminta Malaysia supaya tidak hanya memberi sanksi kepada TKI ilegal, tetapi 
juga majikan yang mempekerjakan TKI itu seharusnya bertanggung jawab. 

            Mengubah TKI ilegal menjadi legal bukanlah persoalan mudah. 
Birokrasi yang rumit sering terjadi justru di negara kita sendiri. Umumnya 
mereka menjadi ilegal karena untuk menjadi yang legal sangat mahal dan rumit. 
Dengan demikian agenda utama pemerintah seharusnya bertolak dari kenyataan 
seperti ini. 

            Mereka harus mampu menjawab, mengapa mereka menjadi ilegal? Kalau 
jawaban pertanyaan ini tidak melegakan, maka langkah diplomasi apa pun antara 
Malaysia dan Indonesia tidak akan bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal. Self 
correction bagi birokrasi Indonesia tampaknya merupakan hal yang mutlak. 

            Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri bahkan pernah menyatakan 
bahwa birokrasi di pemerintah daerah (Pemda) adalah biang keladi masalah TKI 
ilegal. Mantan Presiden Megawati dengan tegas menunjuk bahwa pemerintah daerah 
adalah biang kerok membanjirnya TKI ilegal ke Malaysia. Dalam sebuah pidato 
kenegaraan yang disampaikannya di depan DPR-RI, ia menilai sebenarnya sejak 
awal pemerintah daerahlah yang dapat mencegah munculnya TKI bermasalah, yaitu 
dengan melakukan pengetatan kelengkapan dokumen bagi calon TKI yang akan pergi 
bekerja ke luar negeri. 

            "Sebagian besar sifat ilegal mereka hanya terkait dengan masalah 
kelengkapan dokumen-dokumen keimigrasian, yang sesungguhnya bisa ditangani 
dengan lebih baik oleh pemerintah daerah," katanya. (MI, Agustus 2004). 

            Memang, persoalan TKI selalu membuat sibuk Pemerintah Indonesia 
terutama terkait dengan pemulangan TKI ilegal dari Malaysia yang jumlahnya 
mencapai 700.000 orang. Dalam memandang masalah TKI ini, sayangnya, seringkali 
pemerintah dan oknum-oknum hanya menjadikannya sebagai komoditas. Ia diperas 
devisanya, tanpa memberikan perlindungan yang memadai dan menciptakan birokrasi 
yang tidak korup dan mudah diakses. 

            Persoalan buruh migran menjadi salah satu agenda penting dalam WCAR 
(World Conference Against Racism, Racial Discrimination, Xenophobia dan Related 
Intolerance) yang berlangsung pada tanggal 31 Agustus - 7 September 2001 di 
Durban, Afrika Selatan. Oleh masyarakat internasional, buruh migran dianggap 
sebagai entitas sosial yang dalam sejarah kemanusiaan senantiasa menghadapi 
tantangan rasialisme, perbudakan, diskriminasi dan bentuk-bentuk tindakan 
intoleransi lainnya. 

            Tetapi saat itu cukup disayangkan sebagai negara yang menjadi 
daerah asal buruh migran, RI kurang proaktif dalam perbincangan dan perdebatan 
masalah buruh migran di pertemuan tingkat dunia tersebut. Misalnya, kesempatan 
berpidato Menteri Kehakiman dan HAM RI, Prof DR Yusril Ihza Mahendra SH saat 
itu, selaku Ketua Delegasi RI di hadapan peserta konferensi, sama sekali tidak 
menyinggung masalah buruh migran Indonesia. Seakan bukan persoalan krusial. 
Justru Ms Gabriela Rodriguez, United Nations Special Rapporteur on the Human 
Rights of Migrants (Pelapor Khusus PBB mengenai hak-hak buruh migran) memberi 
perhatian yang sangat khusus terhadap persoalan-persoalan buruh migran 
Indonesia. (Komnas HAM dan Tempo Interaktif, Kamis, 17/7/2004). 

            Data Depnakertrans bidang Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri 
(P2TKLN) tahun 1991-2001, misalnya, menunjukkan, jumlah rata-rata penempatan 
TKI ke luar negeri per tahunnya mencapai 387.304 orang, dengan negara tujuan 
kawasan ASEAN, Timur Tengah, Asia Pasifik, Eropa dan Amerika. Mayoritas TKI 
yang ke luar negeri adalah perempuan, dan bekerja di sektor informal dengan 
pendidikan yang sangat rendah, bahkan ada yang tidak lulus SD. (Lena, 2004). 

            Para TKI ilegal dipulangkan karena Malaysia ingin memiliki negara 
yang tertib hukum dan sosial. Mereka beralasan keberadaan para tenaga kerja 
asing tersebut telah memberikan kontribusi dalam peristiwa-peristiwa asosial di 
negara tersebut. Pemerintah Malaysia mengklaim bahwa para tenaga kerja asing 
tersebut selama ini turut andil dalam penciptaan instabilitas sosial politik di 
dalam negeri Malaysia, antara lain terlibat dalam beberapa kerusuhan sosial 
besar dan tindakan-tindakan kriminalitas lain di negara jiran tersebut. 

            Di sisi lain alasan itu sering kurang adil disampaikan karena 
negara yang dituju oleh para TKI kurang memperhitungkan bagaimana peran mereka 
dalam menggerakkan roda perekonomian mereka yang juga lebih banyak ditopang 
sektor informal. Bahkan muncul asumsi bahwa sebetulnya TKI ilegal itu sangat 
menguntungkan pihak Pemerintah Malaysia yang memperkerjakan mereka, karena 
mereka bisa dibayar murah tanpa pajak. Sementara para TKI ilegal juga merasa 
senang bisa bekerja di Malaysia tanpa keterikatan dengan pihak perantara 
(Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia - PJTKI) yang biasanya melakukan 
pemungutan biaya dari gaji yang diterima, oleh para TKI legal sesuai dengan 
perjanjian yang telah disepakati. 

            Pemerintah daerah di sini seharusnya mampu: (1) Mengkaji ragam dan 
pola penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan ketentuan pembiayaan 
penempatan TKI. (2) Mengkaji besar biaya penempatan yang layak, baik total 
maupun per komponen. (3) Mengkaji jenis komponen biaya yang layak dibebankan 
kepada calon TKI dan (4) Merumuskan rekomendasi kebijakan pembiayaan penempatan 
bagi pengembangan dan penyempurnaan ketentuan peraturan dalam rangka 
perlindungan TKI. 

            Di sisi lain pemerintah kabupaten/kota sendiri perlu mengatasi 
masalah ini dengan komprehensif. Misalnya, pertama, dengan menggalakkan program 
padat karya produktif yang bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan instansi 
vertikal/horisontal terkait. Kedua, usaha mandiri yang bisa bertahan dalam 
menghadapi krisis ekonomi beberapa waktu lalu. Ketiga, tenaga kerja pemuda 
mandiri profesional di mana saat ini ada sekitar 1 juta sarjana yang tidak 
memiliki pekerjaan. 

            Oleh karena itu akan lebih bermanfaat jika para sarjana ini kembali 
dan membangun desanya. Keempat, memanfaatkan kesempatan kerja, baik di luar 
maupun dalam negeri dengan kualitas SDM (sumber daya manusia) yang memadai. 
Bekal bekerja bukan hanya dengan fisik, karena di luar negeri job mereka hanya 
kuli dan pembantu, melainkan seharusnya berbekal skill yang memadai sehingga 
mereka bisa berkompetisi dengan tenaga kerja dari negara lain. *** 

            (Khoirudin MSi adalah mahasiswa Pascasarjana Program Doktor - S-3
            Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang).  
     
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Mengapa Menjadi TKI Ilegal?