[nasional_list] [ppiindia] Mengakhiri Ricuh di 'Kampung Maling'

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 21 Feb 2005 00:12:59 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

      Media Indonesia
      Senin, 21 Februari 2005

      OPINI

      Mengakhiri Ricuh di 'Kampung Maling'

      Saldi Isra; Pengajar Universitas Andalas, Padang
     
      RAPAT kerja gabungan Komisi II dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat 
(DPR) dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh (17/02) berlangsung ricuh. 
Akibatnya, rapat tersebut ditutup lebih cepat dari jadwal seharusnya. 
Berdasarkan beberapa pemberitaan, kericuhan yang terjadi dalam sidang gabungan 
itu dipicu oleh pernyataan Anhar salah seorang anggota DPR peserta rapat 
gabungan yang mengatakan, 'Masih adakah kemampuan Bapak untuk menegakkan benang 
basah, sehingga tidak seperti ustaz di kampung maling' (Media Indonesia, 18/02).

      Tampaknya, sekalipun Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh sempat berjabat 
tangan dengan Ketua Komisi III DPR Teras Narang setelah acara ditutup, 
kericuhan yang terjadi akan berbuntut panjang. Misalnya, Komisi III DPR 
memutuskan untuk tidak melanjutkan tugas konstitusi dengan Jaksa Agung di 
bidang pengawasan dan anggaran, sepanjang masalah yang terjadi belum 
diselesaikan. Sikap tersebut termuat dalam surat mengenai laporan kronologi 
raker gabungan yang ditujukan kepada Ketua DPR. Surat tertanggal 17 Februari 
2005 tersebut ditandatangani Ketua Komisi III A Teras Narang dan Ketua Komisi 
II Ferry Mursyidan Baldan.

      Bagaimana kita menjelaskan insiden 'ustaz di kampung maling' yang terjadi 
beberapa hari yang lalu itu? Adakah ini gambaran dari ketidaksiapan kedua belah 
pihak (DPR dan pemerintah) menghadapi fungsi pengawasan DPR? Lalu, apakah 
kejadian tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan kejaksaan dengan 
(terutama) Komisi III DPR ke depan? Semua pertanyaan itu menarik untuk dibahas 
terutama kalau dikaitkan dengan hubungan pemerintah dan DPR ke depan.

      ***

      Kalau ditilik sedikit ke belakang, suasana tidak kondusif sudah mulai 
terlihat ketika rapat kerja gabungan yang sempat dilaksanakan pada 7 Februari 
2005. Ketika itu, rapat gagal dilanjutkan karena belum ada kesepakatan agenda 
yang akan dibahas dengan Jaksa Agung. Apalagi, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh 
tidak ingin melanjutkan pertemuan karena harus mengikuti rapat kabinet yang 
dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sekalipun agenda yang 
akan dibicarakan belum mendapatkan titik temu, keinginan Jaksa Agung untuk 
lebih mengutamakan rapat kabinet tetap dipersoalkan oleh sebagian anggota DPR.

      Dari kejadian 7 Februari di atas, poin penting pertama yang mesti 
dikemukakan yaitu menyangkut agenda rapat. Sebetulnya, kalau DPR konsisten 
dengan peraturan tata tertib DPR (tatib), masalah agenda tidak seharusnya 
menjadi perdebatan ketika rapat dimulai. Dalam Pasal 101 Ayat (1) Tatib 
ditentukan bahwa fraksi, alat kelengkapan DPR, atau pemerintah dapat mengajukan 
usul perubahan kepada pimpinan DPR mengenai acara yang telah ditetapkan oleh 
badan musyawarah, baik mengenai perubahan waktu maupun mengenai masalah baru, 
yang akan diagendakan untuk segera dibicarakan dalam rapat badan musyawarah.

      Berdasarkan ketentuan itu, karena rapat gabungan komisi, semestinya 
agenda yang dibicarakan sudah disepakati oleh lintas komisi. Kesepakatan itu 
diperlukan agar perbedaan kepentingan lintas komisi bisa dijembatani. Apalagi, 
kalau pokok bahasan terkait isu-isu sensitif yang menyangkut kepentingan 
masyarakat yang lebih luas. Semestinya, pada pertemuan 7 Februari tidak perlu 
terjadi perdebatan yang tidak produktif karena masalah yang akan dibahas 
terkait dengan isu-isu korupsi.

      Masalah berikutnya terkait dengan pilihan Jaksa Agung yang lebih 
mengutamakan rapat kabinet dibandingkan melanjutkan rapat dengan DPR. 
Sebetulnya, hal seperti itu tidak perlu terjadi kalau keperluan itu sudah 
dikomunikasikan dengan DPR. Apalagi, Pasal 101 Ayat (2) Tatib membuka 
kemungkinan adanya perubahan waktu sepanjang diberitahukan dua hari sebelum 
rapat dilaksanakan. Bahkan, kalau keadaan memaksa, rapat paripurna sekalipun 
dapat diajukan perubahan ketika sedang berlangsung (vide Pasal 102 Tatib). 
Lalu, di mana salahnya? Adakah ini bukti bahwa komunikasi tidak berjalan baik 
antara DPR dan pemerintah?

      Berbeda dengan peristiwa 7 Februari, insiden 'ustaz di kampung maling' 
punya dimensi yang agak lebih komplet terutama menyangkut pernyataan yang 
dianggap 'tidak layak' dari anggota DPR dan reaksi yang dianggap 'berlebihan' 
dari pihak kejaksaan.

      Sadar kemungkinan terjadinya penyampaian pendapat yang di luar kendali, 
Pasal 109 Tatib menentukan, yaitu (1) ketua rapat memperingatkan pembicara yang 
menggunakan kata-kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu 
ketertiban rapat, atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan 
dengan hukum, (2) ketua rapat meminta agar yang bersangkutan menghentikan 
perbuatan pembicara sebagaimana dimaksud dan/atau memberikan kesempatan 
kepadanya untuk menarik kembali kata-katanya dan menghentikan perbuatannya dan 
(3) apabila pembicara memenuhi permintaan ketua rapat, kata-kata pembicara 
sebagaimana dimaksud pada poin 1 dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak 
dimuat dalam risalah atau catatan rapat.

      Kemudian, dalam Pasal 110 Tatib ditegaskan bahwa (1) apabila seorang 
pembicara tidak memenuhi peringatan ketua rapat melarang pembicara tersebut 
meneruskan pembicaraan dan perbuatannya, (2) apabila larangan, masih juga tidak 
diindahkan oleh yang bersangkutan, ketua rapat meminta kepada yang bersangkutan 
meninggalkan rapat,(3) apabila pembicara tidak mengindahkan permintaan itu, 
pembicara bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang rapat atas perintah 
ketua rapat.

      Sebetulnya, membaca aturan yang terdapat dalam Tatib DPR, pertemuan 
gabungan itu tidak perlu berakhir ricuh. Untuk itu, pimpinan rapat sudah harus 
mengingatkan dari awal. Apalagi, menurut Jaksa Agung, kalimat 'ustaz di kampung 
maling' bukan yang pertama disampaikan oleh anggota DPR bersangkutan. Kalau 
tidak ada peringatan, semestinya Jaksa Agung mengingatkan ketua rapat agar 
pembicara yang menggunakan kata-kata yang tidak layak untuk tidak mengulanginya 
lagi.

      Lalu, apakah anggota DPR yang mengeluarkan pernyataan 'ustaz di kampung 
maling' dapat dikenai delik penghinaan? Berdasarkan ketentuan Pasal 28 huruf f 
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Anggota 
Legislatif (UU Susduk) ditegaskan bahwa anggota DPR mempunyai hak imunitas. 
Penjelasan Pasal 28 huruf f menyebutkan hak imunitas atau hak kekebalan hukum 
anggota DPR adalah hak untuk tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena 
pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat-rapat DPR dengan 
pemerintah dan rapat-rapat DPR lainnya sesuai dengan peraturan 
perundang-undangan.

      Mencermati ketentuan di atas, tidak cukup alasan untuk meletakkan 
pernyataan di atas ke dalam delik penghinaan. Barangkali, pernyataan itu dapat 
dinilai tidak sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 29 huruf j UU 
Susduk bahwa anggota DPR mempunyai kewajiban menjaga etika dan norma dalam 
hubungan kerja dengan lembaga terkait. Jadi, pernyataan "ustaz di kampung 
maling" lebih merupakan etika. Apalagi, Pasal 7 Kode Etik DPR menentukan bahwa 
selama rapat berlangsung setiap anggota DPR bersikap sopan santun, 
bersungguh-sungguh menjaga ketertiban, dan memenuhi segala tata cara yang 
diatur dalam Tatib.

      Saya tidak hendak mengatakan bahwa insiden 'ustaz di kampung maling' 
dapat dikembangkan menjadi pelanggaran kode etik. Kalau itu yang terjadi, 
dengan berbagai dalih, sikap beberapa orang dari pihak kejaksaan yang 
memberikan reaksi berlebihan dapat dikatakan sebagai contemp of parliament. 
Sekiranya, persoalan itu dibesar-besarkan, hubungan antara DPR dan kejaksaan 
terancam tidak baik. Akibatnya, fungsi pengawasan DPR terhadap kinerja 
kejaksaan tidak mungkin dapat dioptimalkan.

      ***

      Apa yang bisa dijelaskan dengan insiden 'ustaz di kampung maling' di 
atas? Dalam koteks penggunaan fungsi pengawasan, anggota DPR tidak perlu 
menggunakan kalimat-kalimat bombastis dan emosional. Yang diperlukan, 
mengumpulkan data sebanyak mungkin untuk diklarifikasi dalam rapat dengan 
pemerintah. Misalnya, kalau menemukan adanya indikasi pemerasan dalam 
pengungkapan kasus korupsi, anggota DPR harus mampu mengemukakan data yang kuat 
dan akurat, sehingga tidak ada celah lagi untuk dipersoalkan. Rasanya, sekarang 
bukan waktunya lagi menggunakan fungsi pengawasan tanpa dukungan bukti yang 
memadai.

      Oleh karena itu, harus ada kemauan bersama (jaksa agung dan Komisi III 
termasuk Komisi II) untuk melanjutkan pertemuan yang terbengkalai. Bagi 
masyarakat, pertemuan itu amat penting untuk mengetahui bagaimana perkembangan 
kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan. Tidak ada yang berharap, 
insiden 'ustaz di kampung maling' akan mengganggu DPR dalam menggunakan fungsi 
kontrol terhadap kejaksaan.

      Yang tidak kalah pentingnya, hubungan pemerintah secara keseluruhan tidak 
boleh terganggu oleh insiden 'ustaz di kampung maling'. Segala ketersinggungan 
mesti diakhiri agar maling yang sesungguhnya (baca: koruptor) dapat segera 
dienyahkan.***
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Mengakhiri Ricuh di 'Kampung Maling'