** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **SUARA PEMBARUAN DAILY --------------------------------------------------------------------- ----------- Mempersoalkan Ideologi Bangsa Andreas A Yewangoe enarik juga apabila kita menyimak berbagai polemik tentang perda- perda dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dengan petisi yang disampaikan 56 anggota DPR yang meminta pemerintah mencabut perda- perda yang ditengarai bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Belum lagi petisi ini ditanggapi, telah ada lagi kontra-petisi dari 134 anggota DPR lainnya yang justru meminta supaya tidak dengan mudah mencabut perda-perda seperti itu. Adanya perda-perda itu dilihat sebagai kebutuhan dari daerah yang menetapkannya. Dalam majalah Gatra 6 Mei 2006, persoalan perda-perda ini dijadikan fokus pembahasan. Digambarkan berbagai kegairahan yang terdapat di daerah-daerah yang mau atau bahkan sudah menerapkan syariat Islam, seperti Kabupaten Bulukumba, Gowa, dan Wajo di Sulawesi Selatan. Hal serupa juga ditemukan di Banten dan Riau. Demikian juga beberapa kota seperti Cianjur, Tasikmalaya, Pamekasan, Mataram, dan Dompu. Bagi sebagian orang, keberadaan perda ini disambut gembira. Tetapi bagi yang lainnya, mencemaskan. Setidaknya di daerah-daerah yang penduduknya tidak terlalu lazim dengan hal-hal bernuansa Islam, seperti NTT, Sulawesi Utara, Papua, dan seterusnya. Bahkan, menurut Gatra, ada yang mengancam untuk melepaskan diri dari NKRI. Sesungguhnya persoalan syariat Islam bukanlah sesuatu yang baru di dalam sejarah republik ini. Ia sudah dimulai ketika negara ini didirikan. Rasanya kita semua tahu bagaimana mendasarnya diskusi- diskusi, bahkan perdebatan-perdebatan di dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan ketika kemerdekaan negeri kita dicanangkan. Pertanyaan mendasar, di atas dasar manakah republik ini didirikan, telah dijawab dengan berbagai pandangan-pandangan. Tidak mudah memperoleh jawaban bagi sebuah negeri yang masyarakatnya sangat majemuk ditinjau dari berbagai segi: suku, agama, ras, etnis, dan golongan. Dua aliran besar pada waktu itu, untuk mudahnya sebut saja "Islam" dan "kebangsaan" masing- masing mempunyai cita-cita mendirikan negara ini di atas dasar yang menurut mereka sangat pas dengan kenyata- an bangsa kita pada waktu itu. Solusi Bung Karno Tetapi Bung Karno, melalui pidatonya yang terkenal, "Lahirnya Pancasila" memberikan solusi. Pandangan beliau diambil-alih oleh "Panitia Sembilan" dengan "modifikasi" seperlunya. Panitia merumuskan naskah yang terkenal sebagai "Piagam Djakarta". Piagam itulah, di mana dirumuskan secara jelas "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya" diharapkan menjadi Muka- dimah UUD dari negara yang bakal didirikan. Tetapi, justru anak kalimat itulah yang dicoret pada tanggal 18 Agustus 1945 setelah adanya keberatan dari wakil-wakil Indonesia Timur. Mereka mencium adanya perlakuan "diskriminatif" kepada sebagian bangsa Indonesia dengan menerapkan hukum secara khusus itu. Para pendiri negara pada waktu itu sungguh-sungguh berjiwa negarawan dan mempunyai visi jauh ke depan tentang persatuan dan kesatuan bangsa. Maka terwujudlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bhinneka tunggal ika, berbeda tetapi satu jua adanya. Rupanya dalam perjalanan sejarah bersama itu, pergumulan kita belum selesai dengan perumusan yang ada. Dinamika sejarah kita begitu bergeloranya, sehingga dasar negara tetap menjadi persoalan. Sidang Konstituante, yang merupakan hasil pilihan rakyat dalam Pemilu 1955 tidak berhasil merumuskan dasar negara. Hal itu membuka peluang bagi Bung Karno sebagai Kepala Negara mengeluarkan Dekrit Presiden yang terkenal itu. Sekali lagi, sifat negara kebangsaan di- tegaskan. Tetapi bersama dengan itu diperkenalkan pula sistem "Demokrasi Terpimpin" yang membuka jalan bagi kecenderungan kediktatoran Bung Karno. Orde Baru muncul sebagai "koreksi" terhadap Orde Lama. Trauma terhadap kemungkinan keterjebakan dalam diskusi tentang ideologi yang tidak habis-habisnya, maka Pancasila diproklamasikan sebagai asas tunggal. Penataran P4 digiatkan. Pancasila telah menjadi alat kekuasaan dari sebuah rezim, ketimbang sebuah Weltanschauung yang mengayomi. Ketika era reformasi tiba meruntuhkan Orde Baru, Pancasila pun ikut terdorong ke belakang. Pancasila dianggap tidak bisa lagi dipergunakan di dalam mengelola negara dan bangsa. Bahkan untuk menyebutkannya saja orang menjadi segan. Termasuk pejabat-pejabat pemerintah. Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda- perda yang dinilai tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi. Di beberapa daerah, perda-perda itu dinilai sebagai solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa. Kendati penyusunan perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab kepentingan- kepentingan tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal- hal yang bersifat ideologis. Persoalan Konkret Perkembangan-perkembangan ini membawa kita kepada pertanyaan lanjutan, apakah memang perlu kita mempertanyakan hal-hal yang bersifat ideologis pada saat ini? Atau, tidakkah lebih produktif apabila kita mengarahkan seluruh perhatian kita kepada penyelesaian persoalan-persoalan konkret bangsa seperti kemiskinan, ketidaksejahteraan dan ketidakadilan yang meluas di tengah-tengah masya- rakat kita? Berbagai ormas Islam, seperti NU misalnya telah menegaskan bahwa bagi mereka Pancasila telah definitif. Ini berarti, tidak perlu lagi kita mempersoalkannya. Tetapi kita didorong untuk mengisinya dengan berbagai kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Maka, kerja keras dari semua anak bangsa diminta sebagai wujud nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan sehari-hari. Nila- nilai agama pun sesungguhnya tercermin di dalam Pancasila. Beberapa waktu lalu kita merayakan Hari Lahir Pancasila. Dalam rangka perayaan itu istilah revitalisasi Pancasila dipakai secara luas. Pilihan kata ini secara implisit mengindikasikan bahwa selama ini memang Pancasila telah mati suri. Tetapi revitalisasi dengan hanya mengucapkannya saja tidak cukup. Kita mesti sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada waktu lalu Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Kalau kita benar-benar mau merevitalisasikannya, kita mesti konsisten melaksanakan prinsip ini. Hidayat Nur Wahid benar ketika ia mengatakan bahwa sebelum Indonesia menjadi republik, negeri-negeri ini terdiri dari kerajaan- kerajaan Islam. Tetapi kerajaan- kerajaan Islam itu bukan Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa maju terus ke depan. Kalau tidak, kita akan gagal menjadi bangsa. Penulis adalah Ketua Umum PGI *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **