[nasional_list] [ppiindia] Mempersoalkan Ideologi Bangsa

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Sun, 16 Jul 2006 18:01:24 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **SUARA PEMBARUAN DAILY
---------------------------------------------------------------------
-----------

Mempersoalkan Ideologi Bangsa

Andreas A Yewangoe

enarik juga apabila kita menyimak berbagai polemik tentang perda-
perda dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dengan petisi yang 
disampaikan 56 anggota DPR yang meminta pemerintah mencabut perda-
perda yang ditengarai bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. 

Belum lagi petisi ini ditanggapi, telah ada lagi kontra-petisi dari 
134 anggota DPR lainnya yang justru meminta supaya tidak dengan 
mudah mencabut perda-perda seperti itu. Adanya perda-perda itu 
dilihat sebagai kebutuhan dari daerah yang menetapkannya. 

Dalam majalah Gatra 6 Mei 2006, persoalan perda-perda ini dijadikan 
fokus pembahasan. Digambarkan berbagai kegairahan yang terdapat di 
daerah-daerah yang mau atau bahkan sudah menerapkan syariat Islam, 
seperti Kabupaten Bulukumba, Gowa, dan Wajo di Sulawesi Selatan. Hal 
serupa juga ditemukan di Banten dan Riau. Demikian juga beberapa 
kota seperti Cianjur, Tasikmalaya, Pamekasan, Mataram, dan Dompu.

Bagi sebagian orang, keberadaan perda ini disambut gembira. Tetapi 
bagi yang lainnya, mencemaskan. Setidaknya di daerah-daerah yang 
penduduknya tidak terlalu lazim dengan hal-hal bernuansa Islam, 
seperti NTT, Sulawesi Utara, Papua, dan seterusnya. Bahkan, menurut 
Gatra, ada yang mengancam untuk melepaskan diri dari NKRI. 

Sesungguhnya persoalan syariat Islam bukanlah sesuatu yang baru di 
dalam sejarah republik ini. Ia sudah dimulai ketika negara ini 
didirikan. Rasanya kita semua tahu bagaimana mendasarnya diskusi- 
diskusi, bahkan perdebatan-perdebatan di dalam Panitia Persiapan 
Kemerdekaan ketika kemerdekaan negeri kita dicanangkan. 

Pertanyaan mendasar, di atas dasar manakah republik ini didirikan, 
telah dijawab dengan berbagai pandangan-pandangan. Tidak mudah 
memperoleh jawaban bagi sebuah negeri yang masyarakatnya sangat 
majemuk ditinjau dari berbagai segi: suku, agama, ras, etnis, dan 
golongan. Dua aliran besar pada waktu itu, untuk mudahnya sebut 
saja "Islam" dan "kebangsaan" masing- masing mempunyai cita-cita 
mendirikan negara ini di atas dasar yang menurut mereka sangat pas 
dengan kenyata- an bangsa kita pada waktu itu. 


Solusi Bung Karno 

Tetapi Bung Karno, melalui pidatonya yang terkenal, "Lahirnya 
Pancasila" memberikan solusi. Pandangan beliau diambil-alih 
oleh "Panitia Sembilan" dengan "modifikasi" seperlunya. Panitia 
merumuskan naskah yang terkenal sebagai "Piagam Djakarta". Piagam 
itulah, di mana dirumuskan secara jelas "dengan kewajiban 
menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya" diharapkan menjadi 
Muka- dimah UUD dari negara yang bakal didirikan. 

Tetapi, justru anak kalimat itulah yang dicoret pada tanggal 18 
Agustus 1945 setelah adanya keberatan dari wakil-wakil Indonesia 
Timur. Mereka mencium adanya perlakuan "diskriminatif" kepada 
sebagian bangsa Indonesia dengan menerapkan hukum secara khusus itu. 
Para pendiri negara pada waktu itu sungguh-sungguh berjiwa negarawan 
dan mempunyai visi jauh ke depan tentang persatuan dan kesatuan 
bangsa. Maka terwujudlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang 
bhinneka tunggal ika, berbeda tetapi satu jua adanya.

Rupanya dalam perjalanan sejarah bersama itu, pergumulan kita belum 
selesai dengan perumusan yang ada. Dinamika sejarah kita begitu 
bergeloranya, sehingga dasar negara tetap menjadi persoalan. Sidang 
Konstituante, yang merupakan hasil pilihan rakyat dalam Pemilu 1955 
tidak berhasil merumuskan dasar negara. 

Hal itu membuka peluang bagi Bung Karno sebagai Kepala Negara 
mengeluarkan Dekrit Presiden yang terkenal itu. Sekali lagi, sifat 
negara kebangsaan di- tegaskan. Tetapi bersama dengan itu 
diperkenalkan pula sistem "Demokrasi Terpimpin" yang membuka jalan 
bagi kecenderungan kediktatoran Bung Karno. 

Orde Baru muncul sebagai "koreksi" terhadap Orde Lama. Trauma 
terhadap kemungkinan keterjebakan dalam diskusi tentang ideologi 
yang tidak habis-habisnya, maka Pancasila diproklamasikan sebagai 
asas tunggal. Penataran P4 digiatkan. Pancasila telah menjadi alat 
kekuasaan dari sebuah rezim, ketimbang sebuah Weltanschauung yang 
mengayomi.

Ketika era reformasi tiba meruntuhkan Orde Baru, Pancasila pun ikut 
terdorong ke belakang. Pancasila dianggap tidak bisa lagi 
dipergunakan di dalam mengelola negara dan bangsa. Bahkan untuk 
menyebutkannya saja orang menjadi segan. Termasuk pejabat-pejabat 
pemerintah. 

Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda-
perda yang dinilai tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan 
Konstitusi. Di beberapa daerah, perda-perda itu dinilai sebagai 
solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa. Kendati penyusunan 
perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab kepentingan-
kepentingan tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal-
hal yang bersifat ideologis.


Persoalan Konkret

Perkembangan-perkembangan ini membawa kita kepada pertanyaan 
lanjutan, apakah memang perlu kita mempertanyakan hal-hal yang 
bersifat ideologis pada saat ini? Atau, tidakkah lebih produktif 
apabila kita mengarahkan seluruh perhatian kita kepada penyelesaian 
persoalan-persoalan konkret bangsa seperti kemiskinan, 
ketidaksejahteraan dan ketidakadilan yang meluas di tengah-tengah 
masya- rakat kita? 

Berbagai ormas Islam, seperti NU misalnya telah menegaskan bahwa 
bagi mereka Pancasila telah definitif. Ini berarti, tidak perlu lagi 
kita mempersoalkannya. Tetapi kita didorong untuk mengisinya dengan 
berbagai kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai yang terdapat di 
dalamnya. Maka, kerja keras dari semua anak bangsa diminta sebagai 
wujud nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan sehari-hari. Nila-
nilai agama pun sesungguhnya tercermin di dalam Pancasila.

Beberapa waktu lalu kita merayakan Hari Lahir Pancasila. Dalam 
rangka perayaan itu istilah revitalisasi Pancasila dipakai secara 
luas. Pilihan kata ini secara implisit mengindikasikan bahwa selama 
ini memang Pancasila telah mati suri. Tetapi revitalisasi dengan 
hanya mengucapkannya saja tidak cukup. 

Kita mesti sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan 
sehari-hari. Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk 
hukum. Pada waktu lalu Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber 
dari segala sumber hukum. Kalau kita benar-benar mau 
merevitalisasikannya, kita mesti konsisten melaksanakan prinsip ini. 
Hidayat Nur Wahid benar ketika ia mengatakan bahwa sebelum Indonesia 
menjadi republik, negeri-negeri ini terdiri dari kerajaan- kerajaan 
Islam. Tetapi kerajaan- kerajaan Islam itu bukan Indonesia 
sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri bangsa. 

Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari 
sekumpulan orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin 
bersatu menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah 
keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina. 
Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak 
bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan 
demikianlah kita bisa maju terus ke depan. Kalau tidak, kita akan 
gagal menjadi bangsa. 


Penulis adalah Ketua Umum PGI







***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Mempersoalkan Ideologi Bangsa