[nasional_list] [ppiindia] Manajemen Inflasi ala 'Yoyo'

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 9 Feb 2006 05:01:05 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA
      Senin, 06 Februari 2006


      Manajemen Inflasi ala 'Yoyo' 

      Iman Sugema 
      Direktur, Inter-CAFE IPB



      Sebagai seorang yang terdidik dalam ilmu ekonomi, saya sedikit mengalami 
kebingungan dengan strategi dan kebijakan pemerintah mengendalikan inflasi. 
Dikatakan, pemerintah yakin inflasi akan diupayakan turun ke single digit.

      Tetapi, ucapan dan kebijakan para menteri justru tidak konsisten dengan 
upaya tersebut. Silang pendapat antarmenteri sering terjadi. Itu belum 
seberapa. 

      Menteri yang sama, sikapnya kadang tidak konsisten terhadap inflasi. 
Perkiraan angka inflasi senantiasa naik turun, tak ubahnya ''yoyo''. Naik 
turun, jalan di tempat, tak ada kemajuan. Itulah yang terjadi saat ini. 
Dikatakan, pemerintah sedang mempersiapkan langkah-langkah serius dalam 
mengatasi inflasi. Karena itu, kenaikan harga beras harus dicegah melalui impor 
beras. 

      Tetapi dikatakan juga, beras impor itu hanya akan masuk gudang guna 
memenuhi persediaan yang sudah sangat tipis. Kok begitu? Logikanya, beras yang 
diimpor tidak akan menyebabkan harga turun kalau tidak digunakan untuk operasi 
pasar. Mana sih yang benar; apakah betul-betul ingin menstabilkan harga, atau 
memberi izin impor untuk keuntungan pihak tertentu? Saya selalu yakin, manakala 
sebuah kebijakan tidak dilandasi kejujuran, akan sangat sulit untuk menjaga 
konsistensinya.

      Ingin bukti lagi? Coba bandingkan kebijakan harga beras dengan gula. 
Dikatakan bahwa rendahnya harga beras akan menguntungkan sebagian besar 
penduduk, karena dua pertiga penduduk bukanlah produsen beras. Alhasil, semakin 
rendahnya harga beras akan menghindarkan penderitaan kaum miskin. Lebih 
setengah dari pengeluaran kaum miskin dibelanjakan untuk konsumsi makanan. 
Karena itu, pengendalian harga beras merupakan kepentingan sebagian besar 
konstituen politik. Kalau logika seperti ini diaplikasikan secara konsisten 
terhadap komoditas gula, mestinya Menteri Perdagangan habis-habisan berusaha 
mengendalikan harga gula di tingkat pengecer. 

      Ingat, produsen gula jauh lebih kecil dibanding produsen beras. Sebanyak 
99 persen penduduk Indonesia adalah net-consumer gula. Lalu apa yang dilakukan 
pemerintah? Katanya, sejauh ini harga gula bisa terkendali dan pada batas yang 
wajar. Padahal, tingkat kenaikannya jauh lebih tinggi dibanding kenaikan harga 
beras.

      Dari dua kasus ini masyarakat bisa menarik benang merah. Pengendalian 
harga tidak didasarkan atas sebuah format kebijakan yang jelas. Harga lebih 
ditentukan oleh kepentingan siapa yang bermain. Karena itu sulit untuk 
menghasilkan kebijakan yang solid. Maklum, menterinya juga menteri ''yoyo''. 
Lebih parah lagi, pemerintah sekarang sedang giat-giatnya meminta dukungan DPR 
untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL). Kalau TDL tidak naik, PLN akan rugi 
puluhan triliun. Kemudian ada menteri yang menganggap enteng, dengan memberi 
pernyataan bahwa efek inflasi kenaikan TDL tak akan lebih dari satu persen. 
Tunggu dulu, karena pernyataan ini harus diberi catatan. Besaran kenaikan TDL 
belum disepakati, sehingga besaran mengenai dampaknya belum bisa diketahui. Kok 
sudah ada prakiraan satu persen? 

      Selain itu -- ini yang terpenting -- satu persen bukanlah beban yang 
ringan. Kalau GDP kita sekarang kurang lebih Rp 3.000 triliun, maka satu persen 
inflasi sama dengan Rp 30 triliun. Apakah tambahan beban masyarakat sebesar itu 
patut diremehkan? Lagian, siapa yang berani menjamin dampaknya akan kurang dari 
satu persen, kalau tingkat kenaikan TDL lebih dari 50 persen? 

      Dari perhitungan input-output sederhana, kenaikan TDL sebesar 35 persen 
akan menyebabkan inflasi naik satu persen. Itu belum memperhitungkan dampak 
lanjutannya. Belum lagi kita akan menghadapi kenaikan harga BBM di semester 
kedua tahun ini. Sekarang kita menginjak bulan ke dua, dan belum ada 
tanda-tanda harga minyak dunia akan turun di bawah 60 dolar AS per barel. 
Malah, kemungkinan untuk naik terus justru cukup besar, seiring tidak ada tanda 
permintaan minyak dunia akan turun. Selain itu, perkembangan politik di Iran, 
yang merupakan penguasa cadangan minyak kedua terbesar di Timur Tengah, akan 
sangat mempengaruhi harga minyak dunia. 

      Padahal, asumsi harga minyak dalam APBN adalah 57 dolar AS per barel. 
Kalau kecenderungannya seperti ini, alokasi subsidi BBM pasti akan membengkak 
melebihi Rp 54 triliun. Menipisnya cadangan subsidi baru akan ketahuan pada 
saat pembahasan APBN-P. Pada saat itulah kemungkinan diajukan ''revisi'' harga 
BBM dalam negeri. 

      Saya hanya ingin mengajak semua komponen bangsa untuk melihat inflasi 
dari perspektif yang jujur dan realistis. Apabila inflasi dipandang sebagai 
sebuah komitmen kebijakan, mari kita semua secara konsisten menjaganya agar 
tetap rendah secara all out. Saya tidak melihat ada alasan yang signifikan 
kalau pengendalian harga hanya dibebankan kepada petani beras, dan sementara 
harga-harga yang lain justru didorong untuk naik dengan kebijakan pemerintah. 
Di mana letak keadilan? Atau masyarakat terpaksa mengambil kesimpulan bahwa 
pemerintah cenderung cari enaknya saja. 
     


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Manajemen Inflasi ala 'Yoyo'