** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA Senin, 06 Februari 2006 Manajemen Inflasi ala 'Yoyo' Iman Sugema Direktur, Inter-CAFE IPB Sebagai seorang yang terdidik dalam ilmu ekonomi, saya sedikit mengalami kebingungan dengan strategi dan kebijakan pemerintah mengendalikan inflasi. Dikatakan, pemerintah yakin inflasi akan diupayakan turun ke single digit. Tetapi, ucapan dan kebijakan para menteri justru tidak konsisten dengan upaya tersebut. Silang pendapat antarmenteri sering terjadi. Itu belum seberapa. Menteri yang sama, sikapnya kadang tidak konsisten terhadap inflasi. Perkiraan angka inflasi senantiasa naik turun, tak ubahnya ''yoyo''. Naik turun, jalan di tempat, tak ada kemajuan. Itulah yang terjadi saat ini. Dikatakan, pemerintah sedang mempersiapkan langkah-langkah serius dalam mengatasi inflasi. Karena itu, kenaikan harga beras harus dicegah melalui impor beras. Tetapi dikatakan juga, beras impor itu hanya akan masuk gudang guna memenuhi persediaan yang sudah sangat tipis. Kok begitu? Logikanya, beras yang diimpor tidak akan menyebabkan harga turun kalau tidak digunakan untuk operasi pasar. Mana sih yang benar; apakah betul-betul ingin menstabilkan harga, atau memberi izin impor untuk keuntungan pihak tertentu? Saya selalu yakin, manakala sebuah kebijakan tidak dilandasi kejujuran, akan sangat sulit untuk menjaga konsistensinya. Ingin bukti lagi? Coba bandingkan kebijakan harga beras dengan gula. Dikatakan bahwa rendahnya harga beras akan menguntungkan sebagian besar penduduk, karena dua pertiga penduduk bukanlah produsen beras. Alhasil, semakin rendahnya harga beras akan menghindarkan penderitaan kaum miskin. Lebih setengah dari pengeluaran kaum miskin dibelanjakan untuk konsumsi makanan. Karena itu, pengendalian harga beras merupakan kepentingan sebagian besar konstituen politik. Kalau logika seperti ini diaplikasikan secara konsisten terhadap komoditas gula, mestinya Menteri Perdagangan habis-habisan berusaha mengendalikan harga gula di tingkat pengecer. Ingat, produsen gula jauh lebih kecil dibanding produsen beras. Sebanyak 99 persen penduduk Indonesia adalah net-consumer gula. Lalu apa yang dilakukan pemerintah? Katanya, sejauh ini harga gula bisa terkendali dan pada batas yang wajar. Padahal, tingkat kenaikannya jauh lebih tinggi dibanding kenaikan harga beras. Dari dua kasus ini masyarakat bisa menarik benang merah. Pengendalian harga tidak didasarkan atas sebuah format kebijakan yang jelas. Harga lebih ditentukan oleh kepentingan siapa yang bermain. Karena itu sulit untuk menghasilkan kebijakan yang solid. Maklum, menterinya juga menteri ''yoyo''. Lebih parah lagi, pemerintah sekarang sedang giat-giatnya meminta dukungan DPR untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL). Kalau TDL tidak naik, PLN akan rugi puluhan triliun. Kemudian ada menteri yang menganggap enteng, dengan memberi pernyataan bahwa efek inflasi kenaikan TDL tak akan lebih dari satu persen. Tunggu dulu, karena pernyataan ini harus diberi catatan. Besaran kenaikan TDL belum disepakati, sehingga besaran mengenai dampaknya belum bisa diketahui. Kok sudah ada prakiraan satu persen? Selain itu -- ini yang terpenting -- satu persen bukanlah beban yang ringan. Kalau GDP kita sekarang kurang lebih Rp 3.000 triliun, maka satu persen inflasi sama dengan Rp 30 triliun. Apakah tambahan beban masyarakat sebesar itu patut diremehkan? Lagian, siapa yang berani menjamin dampaknya akan kurang dari satu persen, kalau tingkat kenaikan TDL lebih dari 50 persen? Dari perhitungan input-output sederhana, kenaikan TDL sebesar 35 persen akan menyebabkan inflasi naik satu persen. Itu belum memperhitungkan dampak lanjutannya. Belum lagi kita akan menghadapi kenaikan harga BBM di semester kedua tahun ini. Sekarang kita menginjak bulan ke dua, dan belum ada tanda-tanda harga minyak dunia akan turun di bawah 60 dolar AS per barel. Malah, kemungkinan untuk naik terus justru cukup besar, seiring tidak ada tanda permintaan minyak dunia akan turun. Selain itu, perkembangan politik di Iran, yang merupakan penguasa cadangan minyak kedua terbesar di Timur Tengah, akan sangat mempengaruhi harga minyak dunia. Padahal, asumsi harga minyak dalam APBN adalah 57 dolar AS per barel. Kalau kecenderungannya seperti ini, alokasi subsidi BBM pasti akan membengkak melebihi Rp 54 triliun. Menipisnya cadangan subsidi baru akan ketahuan pada saat pembahasan APBN-P. Pada saat itulah kemungkinan diajukan ''revisi'' harga BBM dalam negeri. Saya hanya ingin mengajak semua komponen bangsa untuk melihat inflasi dari perspektif yang jujur dan realistis. Apabila inflasi dipandang sebagai sebuah komitmen kebijakan, mari kita semua secara konsisten menjaganya agar tetap rendah secara all out. Saya tidak melihat ada alasan yang signifikan kalau pengendalian harga hanya dibebankan kepada petani beras, dan sementara harga-harga yang lain justru didorong untuk naik dengan kebijakan pemerintah. Di mana letak keadilan? Atau masyarakat terpaksa mengambil kesimpulan bahwa pemerintah cenderung cari enaknya saja. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **