** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** http://www.suaramerdeka.com/harian/0502/25/opi04.htm Jumat, 25 Februari 2005WACANA Lubang Hitam Agama Oleh: Adi Ekopriyono LUBANG hitam agama itu bernama fundamentalisme rejeksionis. Fundamentalisme yang menolak seluruih warisan modernitas. Barat, dengan seluruh ambiguitas yang mengitari kata ini, adalah kategori yang secara ontologis harus ditolak. Itulah sebabnya, penganut paham ini menolak demokrasi sebagai sistem pengaturan kehidupan sosial, karena demokrasi adalah bentuk subversi atau kudeta terhadap kekuasaan Tuhan yang mutlak dan menggantinya dengan kekuatan rakyat. Itulah pandangan Ulil Abshar-Abdalla dari Jaringan Islam Liberal (JIL) dalam pengantar buku Lubang Hitam Agama - Mengkritik Fundamentalisme Agama, Menggugat Islam Tunggal. Buku tulisan Sumanto Al Qurtubi itu belum lama ini dibedah di Semarang, menampilkan tiga pembahas yaitu Prof Dr John Titaley (Rektor UKSW Salatiga), Romo Edi Purwanto (rohaniwan Katolik), dan Ulil. Menurut Ulil, terdapat dua model fundamentalisme, yaitu rejeksionis dan eskapis-pietistik. Model yang kedua menghendaki suatu cara hidup yang "lain", yang berbeda dari cara hidup sekuler. Inilah jawaban atas problem keterasingan yang dialami manusia modern. Saya sependapat dengan pandangan bahwa fundamentalisme agama (ada yang tidak setuju dengan istilah ini dan mengusulkan istilah fundamentalisme dalam agama atau fundamentalisme beragama) lahir dari perasaan was-was, khawatir, terancam oleh sekularisme. Pada tataran gerakan, fundamentalisme adalah kembali kepada simbol-simbol keagamaan untuk mencari "rasa aman", dan ini terjadi pada pemeluk agama apa pun. Pemeluk Islam mengenakan jilbab, orang nasrani memakai kalung salib, dan pemeluk agama yang lain pun memperjelas identitas keagamaan mereka. Muncul pula trend kaum lelaki muslim saling mencium pipi, dan umat nasrani saling mengucapkan "Syalom" ketika bertemu. * * * SAMPAI pada tingkat kembali ke simbol-simbol keagamaan, fundamentalisme bukanlah suatu gerakan yang membahayakan. Namun, kalau kemudian menjadi penolakan terhadap kelompok lain yang tidak sepaham dan pemaksaan kehendak, maka fundamentalisme berubah menjadi gerakan yang membahayakan. Inilah fundamentalisme rejeksionis yang harus ditolak, bahkan dilawan. Fundamentalisme rejeksionis sangat bertentangan dengan pluralitas bangsa ini. Bahkan, bertentangan pula dengan kehendak Tuhan tentang kebhinekaan, keberagaman. Itulah sebabnya, Tuhan pun menciptakan manusia dari laki-laki perempuan, berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku. Fundamentalisme rejeksionis memandang kehidupan ini dengan "kacamata kuda." Merasa paling benar sendiri, paling selamat sendiri, paling hebat sendiri, dan orang lain atau kelompok lain tidak ada yang benar. Fundamentalisme semacam inilah yang kemudian melahirkan teror dan konflik di mana-mana. Dan ini bukan monopoli pemeluk agama tertentu, melainkan dapat muncul dalam agama apa pun. Bagi mereka, agama sudah menjadi tujuan, bukan lagi sekadar jalan atau jembatan menuju Tuhan. Keberagaman mereka berhenti sampai pada ritual-ritual dan usaha keras untuk mengenyahkan kelompok lain yang tidak sepaham. Dengan mengatasnamakan Tuhan dan agama, mereka bisa saja mencederai bahkan membunuh orang lain. Mereka pun menghalalkan segala cara untuk merealisasikan semua impian yang sesungguhnya bertentangan dengan sunnatullah. * * * BAGI saya, dua model fundamentalisme seperti yang disebut Ulil, sebenarnya sama-sama berbahaya. Fundamentalisme rejeksionis jelas sangat berbahaya karena agresif dan mengancam ketenteraman masyarakat. Namun, fundamentalisme eskapis-pietistik pun tidak kalah berbahayanya karena paham ini sebenarnya bisa merupakan embrio dari rejeksionis. Fundamentalisme eskapis-pietistik baru merupakan potensi konflik (laten), sedangkan fundamentalisme rejeksionis adalah potensi konflik yang sudah manifes. Keduanya sama-sama mempunyai landasan eksklusifistik, yang menilai diri sendiri paling benar. Eskapis-pietistik akan berubah menjadi rejeksionis kalau didukung oleh kondisi sosial, politik, dan budaya yang memungkinkan. Itu hanya soal waktu. Mengatasi masalah ini tentu tidaklah mudah. Tetapi, salah satu yang harus dikembangkan dalam kehidupan keberagamaan adalah pluralisme. Seorang pluralis melihat, memahami, menghayati, dan bahkan mengamini pemahaman orang lain dari sudut pandang orang lain tersebut. Seorang pluralis tidak secara tekstual melainkan kontekstual dalam mempelajari ajaran agamanya. Dalam perspektif John Titaley, kitab-kitab agama apa pun adalah ajaran yang ditulis dalam konteks kosmologi pada saat itu, yang belum tentu cocok dengan kosmologi saat ini. Seorang pluralis tidak memutlakkan pendapatnya, sehingga tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Kalau paham ini bisa berkembang dengan baik, maka insyaAllah fundamentalisme yang ada bukanlah rejeksionis atau eskapis-pietistik, melainkan paham "fundamentalisme humanistik", yaitu kembali kepada nilai-nilai kemanusiaan yang sesungguhnya adalah hakikat keberagamaan. Sayang sekali, kita justru sering mengasingkan agama itu dari nilai-nilai kemanusiaan, sehingga wajah agama berubah menjadi menyeramkan, bukan meneduhkan. * * * "FUNDAMENTALISME humanistik" yang saya maksud adalah paham dan gerakan keberagamaan yang tidak melihat orang lain atau kelompok lain sebagai musuh melainkan sebagai mitra, partner, atau bahkan sahabat yang baik dalam kehidupan ini. Relasi dengan orang lain tidak didasarkan pada agama yang dipeluk melainkan pada perilaku nyata terhadap upaya peningkatan harkat kemanusiaan. Bukankah agama itu ada memang untuk kemaslahatan umat manusia? Bukan untuk saling mencaci-maki, mencela, atau bahkan membunuh. "Fundamentalisme humanistik" itulah yang bisa menjadi manifestasi dari prinsip rahmat untuk sekalian alam (rahmatan lil'alamin) dalam Islam, "iman tanpa perbuatan itu mati" dalam Kristen dan Katolik, serta ajaran-ajaran kebajikan dalam agama-agama lain. Saya kira, pemahaman apa pun terhadap agama, hanya akan bermanfaat kalau pemahaman itu mendatangkan kemaslahatan umat. "Fundamentalisme humanistik" bisa menjadi penetral lubang hitam agama. Mengembalikan agama pada fungsinya, yaitu jembatan (bukan tujuan) menuju Tuhan dan meningkatkan harkat kemanusiaan, seperti prinsip hablum minallah dan hablum minannas dalam Islam, hukum kasih dalam Kristen dan Katolik, serta keharmonisan hubungan dengan Yang Maha Kuasa dan sesama manusia dalam agama lain. (29) - Adi Ekopriyono, wartawan Suara Merdeka di Semarang. ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **