[nasional_list] [ppiindia] Kompas: Ujian Nasional: Untuk Apa?

  • From: "Khairur Razi" <rozie@xxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Fri, 11 Feb 2005 22:14:20 +0500

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

Jumat, 11 Februari 2005  
 
 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/11/opini/1550452.htm
 

Ujian Nasional: Untuk Apa? 


Oleh Abdul Malik

UPAYA pembenaran ujian nasional sebagaimana diuraikan dalam liputan Kompas 
(31/1/ 2005), "Ujian Nasional Jalan Terus" menunjukkan kegagalan pemerintah 
memisahkan dimensi politis dan dimensi teknis kebijakan pendidikan.

Kajian instrumen kebijakan yang sangat bisa dilakukan secara analitis dalam 
konteks teoretis dan empiris telah direduksi menjadi pencarian legitimasi 
melalui acara dukung-mendukung. Ini merupakan masalah serius karena politisasi 
implisit pada wilayah yang sangat teknis dalam konteks wacana populer di bidang 
pendidikan kita berpotensi menyesatkan.

Dalam tulisan ini penulis mencoba menyoroti evaluasi pendidikan, termasuk ujian 
nasional (UN) dalam konteks perundangan yang berlaku dan dalam konteks 
substantif evaluasi pendidikan dalam berbagai makna serta implikasi dan 
kelayakannya. Dengan menempatkannya dalam perspektif yang lebih komprehensif 
dan substantif mudah-mudahan kita bisa melihat permasalahannya secara lebih 
jernih.

Konteks perundangan

Setidaknya tiga produk hukum yang patut dilihat: UU No 20/2003 tentang Sistem 
Pendidikan Nasional, UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP No 
25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah 
Otonom. Perlu dicatat, PP No 25/2000 diturunkan dari UU No 22/1999 yang tidak 
lagi berlaku setelah keluarnya UU No 32/2004. Tetapi mengingat substansi 
desentralisasi pendidikan tidak berubah dari UU No 22/1999 ke UU No 32/2004, 
ketentuan dalam PP tersebut perlu dicermati paling tidak untuk pemikiran 
menjelang revisinya menyesuaikan dengan UU No 32/2004.

Persoalan pertama yang mengemuka dalam tinjauan hukum UN adalah kenyataan bahwa 
UU No 20/2003 tidak mengaturnya secara jelas dan rinci. Evaluasi pendidikan 
dalam Pasal 57 Ayat (1) dinyatakan sebagai kegiatan yang "ditujukan untuk 
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas 
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan" dikacaukan 
oleh Ayat (2) pasal yang sama. Tidak berlebihan, kerancuan konseptual Pasal 57 
Ayat (2) ini merupakan akar perdebatan tentang UN.

Ayat tersebut mencampuradukkan "evaluasi terhadap peserta didik" yang lebih 
bermakna examination dengan "evaluasi terhadap lembaga dan program pendidikan" 
yang lebih bermakna assessment. Evaluasi dalam pengertian examination bermaksud 
mengukur pemahaman dan prestasi peserta didik dan bernuansa seleksi serta 
menentukan lulus atau tidak lulus, sedangkan evaluasi dalam pengertian 
assessment bermaksud mengukur kinerja sistem atau bagian dari sistem pendidikan 
dan berimplikasi perbaikan penyelenggaraan dan sistem/komponennya.

Melihat kedua makna evaluasi, pertanyaannya kemudian siapa yang berwenang 
melakukan evaluasi untuk masing-masing makna tersebut? PP No 25/2000 Pasal 2 
Ayat 3 huruf 11.a mengatakan bahwa pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam 
"penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan 
kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman 
pelaksanaannya". Ayat ini sekilas memberikan dasar bagi pemerintah pusat untuk 
menyelenggarakan UN. Tetapi, mengingat ayat ini tidak disertai dengan 
penjelasan memadai untuk dapat secara tegas ditafsirkan apakah penilaian hasil 
belajar yang dimaksud berimplikasi kelulusan (sertifikasi) ataukah berimplikasi 
perbaikan sistem, maka ayat ini perlu dibaca dengan hati-hati dan diletakkan 
dalam konteks perundangan lainnya, khususnya UU No 20/2003.

Dalam UU No 20/2003 terdapat dua ketentuan relevan: Pasal 58 Ayat (1) yang 
mengatakan bahwa "evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik", dan 
Pasal 61 Ayat (2) yang mengatakan bahwa "ijazah diberikan kepada peserta didik 
sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian jenjang 
pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang 
terakreditasi". Kedua ayat tersebut mengandung makna bahwa evaluasi yang 
berimplikasi kelulusan (sertifikasi) adalah kewenangan pendidik dalam satuan 
pendidikan yang terakreditasi.

Jika demikian, bagaimana kita menafsirkan peran pemerintah pusat sebagaimana 
diatur dalam PP No 25/2000 tersebut di atas? UU No 20/2003 Pasal 59 Ayat (1) 
mengatakan bahwa "Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap 
pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan" yang dengan mudah 
dapat dipahami sebagai evaluasi dalam pengertian assessment. Nuansa ini terasa 
lebih kuat manakala kita membacanya bersamaan dengan Pasal 50 Ayat (2), Pasal 
35 Ayat (1) dan (2), serta ketentuan umum mengenai standar nasional pendidikan 
dalam UU yang sama.

Dua makna evaluasi pendidikan

Kita perlu telaah lebih lanjut kedua makna evaluasi serta implikasinya bagi 
pengelolaan pendidikan nasional. Pencampuradukan kedua makna evaluasi dan upaya 
dukung-mendukung dalam rangka legitimasi UN sebagai instrumen kebijakan sangat 
berbahaya pada tataran pemahaman subtil terhadap perbedaan antara motivasi 
pemerintah menyelenggarakan pendidikan dan motivasi individu memperoleh 
pendidikan. Pada tataran individu, unsur seleksi dalam proses pendidikan cukup 
menonjol; persoalan lulus tidak lulus, nilai akademik, dan peringkat menempati 
porsi yang penting.

Dalam konteks ini mudah dipahami dukungan pada UN dari para orangtua dan murid 
yang semuanya beraspirasi sukses dalam proses seleksi sepanjang karier 
pendidikannya. Instrumen seleksi seperti UN yang akan membedakan kinerja di 
antara mereka akan memudahkan menyiasati dan memfokuskan upaya mereka. Hal ini 
berpotensi membelokkan upaya individu siswa dan bahkan guru-guru dan sekolah 
dari belajar secara komprehensif menjadi upaya sempit menyiapkan diri untuk 
seleksi. Di sinilah letak bahayanya mendasarkan pilihan instrumen yang begitu 
teknis pada aspirasi populer.

Pada tataran pemerintah sebagai wali kepentingan publik, unsur seleksi tidak 
terlalu relevan. Pemerintah lebih peduli pada kemajuan kolektif, bukan kemajuan 
individu. Kebijakan pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang dilandasi 
cita-cita kemerdekaan lebih menekankan upaya pemberdayaan anak didik secara 
keseluruhan (kolektif). Dalam bingkai ini evaluasi yang bernuansa membedakan 
(discriminating) menjadi kurang relevan, dan evaluasi dalam konteks assessment 
menjadi penting. Inilah mandat penting pemerintah pusat cq Depdiknas yang tidak 
pernah didesentralisasikan.

Berbeda dengan examination yang menentukan siapa yang lulus dan yang tidak 
lulus serta siapa memahami lebih baik siapa tidak, assessment akan lebih 
berfokus kepada mereka yang lemah, unit pendidikan yang kinerjanya kurang baik 
dan masih berada di bawah standar yang dicita-citakan. Dengan begitu, 
assessment akan secara sistematis berimplikasi pada langkah-langkah 
penyempurnaan sistem, kurikulum, sumber daya, dan pendekatan pengajaran, 
sesuatu yang tidak mungkin dihasilkan melalui UN.

Standardisasi lulusan?

Berangkat dari uraian di atas, pertanyaannya kemudian: bagaimana dengan 
permasalahan standardisasi kelulusan? Bukankah kita perlu keyakinan bahwa 
lulusan sebuah jenjang pendidikan tertentu dapat diperbandingkan secara 
nasional. Itu permasalahan yang sama sekali berbeda dan tidak bisa diatasi 
secara instan melalui mekanisme UN pada saat ini. Mengapa? Kita perlu 
introspeksi dan menengok secara adil penyelenggaraan pendidikan secara nasional 
selama ini. Keberhasilan kita meluaskan akses pendidikan selama lebih dari tiga 
dekade sungguh monumental secara komparatif internasional. Tetapi harus kita 
akui pula bahwa pada aspek kualitas sungguh tidak terkendali.

Gambaran sekolah kita memiliki spektrum kelayakan sebagai lembaga pendidikan 
yang sangat lebar. Menguji mereka yang belajar dalam kondisi sangat beragam, 
sebagian dengan sumber daya publik yang terlalu kecil untuk berfungsi sebagai 
alat pemerataan (equalizing), hanya berarti menghakimi dan kemudian menghukum 
siswa atas "kesalahan" yang tak mereka perbuat. Bagaimana dengan penentuan 
kriteria kelulusan secara lokal dari ujian yang bersifat nasional? Ini hanya 
sebuah upaya teknis menutupi kesalahan konseptual.

Apakah tidak ada harapan untuk standardisasi kualitas lulusan secara nasional? 
Ini tantangan yang harus dijawab secara proporsional dalam kerangka waktu yang 
masuk akal, diawali assessment yang ditindaklanjuti dengan langkah konkret 
memperbaiki titik-titik lemah sistem dan penyelenggaraan pendidikan nasional. 

Assessment merupakan pekerjaan besar dan penting, dan tidak ada yang lebih 
otoritatif melakukannya dibandingkan Depdiknas. Setelah berbagai perbaikan yang 
merupakan tindaklanjut assessment, pada saat yang tepat dan tentu tidak mungkin 
segera, kita mulai menerapkan standardisasi lulusan dan memperbaikinya dari 
waktu ke waktu.

Abdul Malik Direktur Economic and Human Resource Development Institute (EHRDI), 
dan Anggota Dewan Pendiri Institute for Democracy and Civic Education 
(Indication)

 


Khairurrazi
Aligarh Muslim University
Uttar Pradesh, India

-- 
India.com free e-mail - www.india.com. 
Check out our value-added Premium features, such as an extra 20MB for mail 
storage, POP3, e-mail forwarding, and ads-free mailboxes!

Powered by Outblaze


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: