** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Refleksi : Apakah bencana alam yang makin banyak menimpa Indonesia karena para penguasa negara memakai nama Allah untuk menipu rakyat dan oleh karena itu Allah murka? Ataukah masalahnya hanya proses alamiah belaka? http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/072006/19/0901.htm Kita Selalu Kecolongan Oleh Dr. BUDI BRAHMANTYO INNA lillahi wa inna ilaihi rojiun... BELUM lekang dari persoalan pascagempa Yogyakarta, semburan lumpur panas Sidoarjo, banjir bandang di Sulawesi dan Kalimantan, negeri kita kembali dirudung bencana. Gempa 6,8 skala Richter yang berpusat 260 km selatan Bandung di Samudra Hindia yang kemudian diikuti gelombang tsunami yang menerpa pantai-pantai selatan Pulau Jawa, menambah deretan bencana alam di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sejak bencana masif tsunami Aceh-Sumatra Utara 26 Desember 2004. Mungkin belum lekang juga dari ingatan pembaca harian ini bahwa untuk mengantisipasi bencana gempa bumi jika terjadi di Bandung, diskusi panjang diadakan di aula Redaksi Pikiran Rakyat pada tanggal 24 Juni 2006. Penuangan hasil diskusi dalam artikel di harian ini pada hari berikutnya, menggugah warga Bandung bahwa bencana gempa bumi sedang mengintai tetapi sulit diprediksi kapan dan dimana akan menerkam. Di sinilah persoalannya. Menghadapi fenomena geologis gempa bumi kita selalu merasa kecolongan. Peralatan canggih alat perekam getaran gempa hingga bantuan teknologi satelit belum dapat memprediksi dengan tepat kapan dan di mana gempa bumi akan terjadi. Kita baru bisa menentukan daerah-daerah rawan bencana gempa bumi. Namun demikian, pengetahuan tentang daerah-daerah yang rawan bencana gempa bumi adalah karya yang luar biasa. Dengan peta-peta ini, masyarakat setidaknya mengetahui bagaimana kerawanan terhadap bencana di daerahnya masing-masing. Mestinya pengetahuan tersebut ditindaklanjuti dengan suatu pola bermasyarakat yang hidup waspada, tetapi tenang dan aman di daerah-daerah rawan bencana. Dibandingkan usaha-usaha prediksi dengan peralatan canggih nan mahal, justru perilaku tanggap masyarakat terhadap bencana itulah yang selalu harus dibina. Risiko dan akibat bencana alam sebenarnya merupakan perbandingan antara kekuatan bencana alam dengan kesiapsiagaan/ketahanan masyarakat. Ketika kita tidak kuasa melawan kekuatan alam, maka yang paling rasional adalah menguatkan kesiapsiagaan masyarakat. Risiko atau kerugian akan tinggi jika besaran bencana alam memang tinggi sekalipun masyarakat siap siaga seperti bencana gempa dan tsunami di Aceh 2004. Tetapi jika ketahanan masyarakat lemah, bencana kecil sekalipun bisa menimbulkan risiko yang besar. Salah satu cara untuk mempertinggi kesiapsiagaan masyarakat adalah memberi pengetahuan tanggap terhadap bencana. Tanggap masyarakat terhadap datangnya tsunami yang terjadi di pantai selatan Jawa kemarin sudah baik. Di luar dari korban yang masih berjatuhan, dari informasi melalui media cetak dan televisi, menunjukkan bagaimana kebanyakan masyarakat waspada ketika sesaat setelah goncangan gempa terjadi dan air laut tiba-tiba surut, mereka segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Pelajaran dari bencana tsunami Aceh yang sangat berharga telah dipraktikkan, dan terbukti telah menyelamatkan banyak nyawa. Tetapi hal itu masih belum cukup. Peran mitigasi yang menyangkut prediksi dan early warning system di dalamnya, penataan ruang, kode bangunan dan pendidikan bencana alam kepada masyarakat, harus terus digalakkan, jauh sebelum bencana datang. Banyak pejabat negara yang meremehkan hal ini. Pernah terlontar pernyataan dari pejabat setingkat menteri pasca tsunami Aceh yang meremehkan persiapan prabencana dengan alasan urusan pascabencana saja belum selesai. Beberapa bulan setelah pernyataannya, gempa besar meluluhlantakkan Pulau Nias. Dan setelah itu, berderetlah bencana saling susul-menyusul hingga bencana gempa Pangandaran yang mutakhir ini. Deretan bencana alam yang saling susul-menyusul itu seakan-akan menempatkan tahun-tahun terakhir ini sebagai tahun-tahun hidup dengan bencana. Belajar dari Jepang Kepulauan Jepang secara geologis sangat mirip dengan Kepulauan Indonesia. Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat laut menunjam di bawah Lempeng Eurasia di timur, persis seperti Lempeng Samudra India-Australia juga menunjam di bawah Lempeng Eurasia di selatan Pulau Jawa. Aktivitas lempeng tektonik ini yang menyebabkan Kepulauan Jepang mempunyai sejarah panjang dalam bencana gempa bumi. Naskah-naskah dan lukisan-lukisan kuno Jepang menjadi bukti pengalaman mereka dihajar bencana gempa bumi sejak zaman-zaman awal Kekaisaran Jepang. Namun demikian, kesadaran nasional dalam menghadapi bencana gempa bumi baru terbangun setelah Dataran Kanto di mana kota-kota besar seperti Tokyo, Kawasaki, atau Yokohama berada, dilanda gempa bumi besar 7.9 skala Richter pada tanggal 1 September 1923. Di antara puing-puing kehancuran megapolitan Tokyo-Yokohama dan korban tewas sebesar 142.807 jiwa yang bergeletakan, Jepang telah mengambil hikmah yang sangat bermanfaat bagi tanggap darurat dalam menghadapi bencana gempa bumi jika datang kembali. Tanggal 1 September di hari kelabu tersebut kemudian menjadi Hari Bencana Nasional yang diperingati setiap tahun oleh bangsa Jepang. Pada tanggal itu, selain doa dipanjatkan di kuil-kuil, suatu simulasi tanggap bencana gempa bumi dipraktikkan di seluruh sekolah di Jepang. Ketika suara sirine meraung-raung di udara kota, anak-anak segera mengikuti suatu latihan tanggap yang sudah hafal di luar kepala. Sekalipun sambil ketawa-ketawa, mereka dengan tertib merunduk di bawah meja di kelas mereka. Dengan satu tiupan peluit beberapa menit kemudian, secara tertib mereka keluar dari kolong meja dan bergegas berlari ke pintu darurat lalu berkumpul di lapangan sekolah. Latihan tanggap bencana selesai, dan mereka kembali ke kelas untuk belajar kembali. Jadi begitulah mengapa Jepang bisa menekan jumlah korban bencana gempa bumi. Begitu sederhananya, namun perlu disosialisasikan terus-menerus dan berlatih secara berkala, selain penataan ruang dan kode bangunan yang ketat. Prosedur yang bertahap itu sudah begitu baik dikuasai mereka. Tahap pertama adalah tenang. Segera berlari ke dapur dan mematikan sumber api yang menyala. Jika goncangan semakin keras, segera berlindunglah di bawah meja. Tunggulah sampai goncangan benar-benar berhenti. Setelah itu barulah keluar rumah dan mengamati sekeliling. Menurut pengalaman mereka, ketika goncangan semakin keras dan menghancurkan, tindakan lari keluar rumah justru sangat berbahaya. Timpaan benda-benda di sepanjang koridor rumah atau di jalanan (tiang listrik, tembok beton) lebih mengancam jiwa. Sekali pun di dalam rumah goncangan gempa akan menjungkirbalikkan lemari, melemparkan televisi, atau bahkan meruntuhkan dinding dan atap rumah, meja yang kuat akan menahan semua itu dan kita terlindung di bawahnya. Bagi bangsa Jepang, yang penting selamat dulu dan tidak mati konyol. Perkara kemudian akan terjebak reruntuhan adalah menunggu nasib datangnya pertolongan. Untuk itulah satu prosedur lagi yang harus dilalui sebelum menyelinap di bawah meja, yaitu menyambar sebuah tas yang telah dipersiapkan jauh sebelumnya, dengan isi air dalam botol, makanan tahan lama, senter, peluit, sarung tangan, cutter kit, bahkan sebuah radio transistor. Sangat jelas semua barang-barang ini akan sangat berguna untuk bertahan hidup di bawah puing-puing sambil menunggu datangnya pertolongan. Berlindung di bawah meja ketika gempa terjadi rupanya sangat efektif mengurangi korban jiwa. Tentu diperlukan meja yang kuat yang bisa menahan jatuhan benda-benda berat. Kiat terbaru dalam bertahan hidup dari gempa bumi adalah segera berguling dan berbaring pada furnitur yang kuat seperti sofa atau tempat tidur. Dengan berbaring melintang sejajar sisi benda-benda panjang itu, ketika terjadi runtuhan, sedikitnya akan terbentuk ruang kosong segitiga antara sisi sofa atau tempat tidur dan jatuhan lemari, dinding atau atap rumah. Siapkah Indonesia? Entah mengapa sekalipun Indonesia sama rawannya dengan Jepang terhadap ancaman bencana gempa bumi, tetapi seakan-akan kita tidak pernah mendapat pelajaran dari bencana-bencana yang telah lalu. Setahun lebih setelah gempa-tsunami Aceh dan Nias 2004 - 2005, kita sudah diberi pelajaran ilmu alam kembali oleh gempa Yogyakarta - Jateng dan Pangandaran. Sayangnya ujian ilmu alam kita tidak pernah lulus. Untuk itulah kita patut belajar dari negara lain yang telah sukses menerapkan tanggap yang tepat dalam menghadapi bencana gempa bumi. Jepang, Nepal atau Chile adalah beberapa negara yang berhasil mendidik masyarakatnya untuk awas ketika bencana gempa bumi datang melanda. Pemerintah seyogyanya mempersiapkan segalanya dalam mengantisipasi datangnya bencana gempa bumi yang hingga saat ini masih sulit diramal kedatangannya itu. Penataan ruang dan kode bangunan wajib dilaksanakan di kota-kota yang dinilai rawan bencana gempa bumi. Selain itu, ketika terdapat ketelanjuran perkembangan kota yang tidak siap menghadapi bencana gempa bumi, maka mempersiapkan ketahanan masyarakat yang waspada terhadap bencana gempa bumi adalah jalan keluar yang bisa mengurangi dampak bencana. Sosialisasi membuat meja yang kuat atau kiat-kiat berlindung ketika di dalam rumah, di luar rumah atau di tepi pantai dan di bawah tebing, harus sudah dirancang dalam bentuk brosur, buklet atau poster yang dibagikan terus-menerus setiap tahun. Pengarahan, pelatihan dan simulasi tanggap bencana harus sudah mulai dirancang dan dilaksanakan. Ketika pemerintah kita terbukti gelagapan dengan penanganan pasca-bencana yang datang susul menyusul, mengapa masyarakat tidak disiapkan untuk tanggap pra-bencana? *** Penulis, berafiliasi di KK Geologi Terapan FIKTM-ITB, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), dan pengurus Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design. http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **