** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/19/opini/1567275.htm Sabtu, 19 Februari 2005 Kita Dipaksa Jadi Bangsa Amnestik Oleh Limas Sutanto KASUS-kasus megakorupsi di Indonesia banyak terjadi dalam kurun sebelum Desember 2002, namun Selasa, 15 Februari 2005, Mahkamah Konstitusi atau MK menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tidak berwenang mengambil alih penanganan kasus-kasus korupsi sebelum 27 Desember 2002. Dengan demikian, MK telah melumpuhkan lembaga pemberantas korupsi di Indonesia. Terasa lebih ironis jika kita ingat bahwa pada 30 Maret 2004 MK telah membubarkan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) selaku lembaga pencegah korupsi (Kompas, 16/2 dan 17/2). Dengan demikian, perontokan upaya memerangi korupsi di Indonesia benar-benar paripurna. Justru lewat MK, lembaga pencegah korupsi maupun lembaga pemberantas korupsi, kedua-duanya, dilumpuhkan. Jika ditinjau pada perspektif kesehatan jiwa masyarakat, pernyataan MK bahwa KPK tidak berwenang mengambil alih penanganan kasus-kasus korupsi sebelum 27 Desember 2002, terhayati sebagai pemaksaan kepada bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang tidak pernah memiliki jiwa yang sehat. MK memaksa bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang amnestik, yaitu bangsa yang tidak lagi mampu menghadirkan fakta-fakta pengalaman hidup masa lampaunya sendiri ke hidup hari kini. Bangsa yang amnestik bisa dikatakan sebagai bangsa yang hilang ingatan dan tidak sehat jiwa. Jiwa yang sehat antara lain ditandai secara hakiki oleh fungsi memori yang baik, dalam arti mampu menghadirkan kembali (recall) fakta-fakta pengalaman ke dalam khazanah kesadaran. Dengan demikian, fakta-fakta pengalaman hidup yang pernah ditimbun dalam khazanah jiwa dapat dimanfaatkan untuk melangsungkan proses belajar (proses memperbaiki cara berpikir dan perilaku, menghindari dan mencegah terjadinya kembali kesalahan yang pernah terjadi di masa lampau), demi kesuksesan, kebaikan, dan tumbuh kembang hidup kini dan nanti. PEMIKIRAN dan keputusan legalistik yang memaksa bangsa Indonesia melupakan begitu saja kasus-kasus megakorupsi yang sebagian besar justru terjadi dalam kurun sebelum Desember 2002 bisa dihayati sebagai penghambatan mendasar terhadap proses belajar hakiki bangsa Indonesia. Pernyataan MK yang diluncurkan Selasa, 15 Februari 2005, itu bagaikan kekuatan traumatik otak (kekuatan pencederaan otak) sangat kuat, yang memaksa bangsa Indonesia mengalami cedera traumatik otak berat yang ditandai amnesia retrograd, yaitu ketidakmampuan menghadirkan kembali fakta-fakta pengalaman korupsi sebelum Desember 2002. Di kalangan para dokter, khususnya dokter spesialis saraf dan spesialis kedokteran jiwa, amnesia retrograd dikenal sebagai salah satu gejala yang bisa terjadi pada pasien yang mengalami kerusakan organik otak atau gangguan psikopatologis. Pasien yang mengalami amnesia retrograd tidak mampu mengingat fakta-fakta pengalaman hidup yang pernah terjadi sebelum tanggal tertentu. Hanya fakta-fakta pengalaman hidup yang terjadi sesudah tanggal tertentu itulah yang bisa diingat atau dihadirkan kembali ke khazanah kesadaran. Para pembaca bisa membayangkan betapa tidak normalnya kehidupan manusia yang mengalami amnesia retrograd. Dia seolah hidup tanpa kaitan sama sekali dengan deret fakta pengalaman masa lampau, dan dia tidak lagi bisa belajar atau memetik hikmah dari fakta-fakta pengalaman itu. Begitupun, para pembaca bisa membayangkan betapa tidak normalnya bangsa Indonesia jika hamparan luas insan yang terangkum di dalamnya dipaksa untuk melupakan fakta-fakta besar pengalaman korupsi yang terjadi pada kurun kehidupan mereka sebelum Desember 2002, dan hanya boleh mengingat fakta-fakta pengalaman korupsi setelah Desember 2002. ADA tiga efek sangat memprihatinkan yang terkait dengan pemaksaan amnesia itu. Pertama, pemaksaan itu mendorong bangsa Indonesia menjadi bangsa yang boleh tidak bertanggung jawab, dalam arti boleh melepaskan begitu saja kewajiban-kewajiban dan konsekuensi-konsekuensi yang lahir dari setiap perilaku, tindakan, atau perbuatannya sendiri di masa lampau. Pada titik ini dapat disadari betapa pemaksaan itu merontokkan tata nilai kehidupan kebangsaan yang di mana pun sesungguhnya selalu terkait dengan apresiasi dan realisasi nilai tanggung jawab. Tanpa apresiasi dan realisasi nilai tanggung jawab, suatu bangsa tidak pernah bisa bertumbuh kembang menuju kehidupan yang lebih baik secara biopsikososial. Pemaksaan tersebut juga merontokkan upaya pendidikan manusia yang paling fundamental, yaitu upaya menumbuhkembangkan manusia menjadi insan yang bertanggung jawab. Secara kontekstual dapat ditegaskan, di tengah ketiadaan apresiasi dan realisasi tanggung jawab, jiwa manusia terperangkap dalam anggapan tak sadar bahwa korupsi boleh dilakukan, karena pascakorupsi, tiada tanggung jawab yang niscaya dipikul. Kedua, pemaksaan itu juga diam-diam berfungsi sebagai strategi perlindungan bagi para koruptor besar di masa lampau, justru lewat pemberlakuan hukum lebih keras yang secara diskriminatif hanya dikenakan bagi kemungkinan-kemungkinan korupsi yang terjadi di masa kini dan nanti. Pemberlakuan hukum yang keras namun diskriminatif ini bisa menjadikan bangsa Indonesia sibuk sekali dengan perkara-perkara korupsi di hari kini dan nanti, dan pada saat yang sama tidak lagi memiliki waktu dan energi untuk mengusut kasus-kasus korupsi masa lampau yang sesungguhnya jauh lebih besar. Ketiga, pemaksaan itu menyirnakan peluang wajar bangsa Indonesia untuk belajar dari fakta-fakta pengalaman besar korupsi masa lampau. Hilangnya peluang belajar ini akan memperbesar kemungkinan bangsa Indonesia untuk kembali melakukan korupsi di hari kini dan di hari depan. Bangsa yang tidak belajar akan terperangkap dalam kemungkinan yang tidak tercegah untuk melakukan kesalahan serupa dengan kesalahan yang pernah mereka lakukan di masa lampau. Korupsi adalah kesalahan besar yang banyak terjadi di tengah kehidupan bangsa Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun yang lampau, namun mengapa hingga kini bangsa Indonesia masih terus melakukan korupsi? Salah satu penyebab yang mendasar adalah bangsa Indonesia belum benar-benar belajar dari fakta-fakta pengalaman besar korupsi masa lampau. Fakta-fakta itu bukan diungkapkan sehingga bisa dijadikan pengalaman belajar baru yang memperbaiki pola pikir dan perilaku, tapi justru ditutup-tutupi, direpresi, dan dipaksakan untuk dilupakan. SEBETULNYA, ketiga efek pemaksaan amnesia itu adalah pantulan dari setelan mental (mindset) kaum elite pemimpin bangsa Indonesia yang benar-benar terkungkung dalam otomatisme korupsi. Manusia bisa saja berdalih-dalih (melancarkan rasionalisasi-rasionalisasi) untuk menutupi keburukannya. Namun, deret pemikiran dan keputusan yang ia buat mau tak mau mencerminkan setelan mental yang sesungguhnya bersarang dalam jiwanya. Deret pemikiran dan keputusan itu terbuka di hadapan publik. Tak pelak, setelan mental manusia pada akhirnya selalu dapat dibaca secara terbuka. Pada titik ini dapat disadari betapa persoalan mendasar bangsa Indonesia menukik dalam problem setelan mental yang niscaya dirombak secara sungguh-sungguh. Perombakan setelan mental bukanlah pekerjaan gampang karena ia selalu meniscayakan kerja keras yang konsisten disertai pengorbanan-pengorbanan yang besar. Mungkin tugas perombakan seperti itu memang sulit sekali dilakukan oleh orang-orang tua. Mungkin hanya insan-insan muda Indonesia yang bisa melakukannya. Limas Sutanto Psikiater, Kini Studi Pascasarjana Konseling, Tinggal di Malang ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **