[nasional_list] [ppiindia] Kartu Mati Merampas Hoki

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 26 Feb 2006 23:19:23 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.gatra.com/artikel.php?id=92538



Kartu Mati Merampas Hoki




DENGAN langkah bergegas Sri Rahayu, 24 tahun, meninggalkan Gate 61 Bandar Udara 
Internasional Hong Kong. Pintu boarding Cathay Pacific untuk Hong Kong-Jakarta 
dipindahkan ke Gate 22, Senin sore akhir Januari itu. Mendung mengurung 
wajahnya. "Kalau sedih, kok, mendadak jadi pilek, ya?" katanya, menyusut 
genangan di matanya.

Perempuan asal Wonosobo, Jawa Tengah, itu berulang kali menghela napas panjang. 
"Aku di-terminate," ujarnya lemas. Terminate atau pemutusan hubungan kerja 
(PHK) ibarat kartu mati yang merampas hoki para pekerja migran di Hong Kong. 
Dipecat majikan berarti kehilangan izin tinggal (overstay). Mereka cuma punya 
waktu 14 hari untuk mencari majikan baru. Itu tak mudah. Sebab pemecatan 
identik dengan kondite buruk. Agen tenaga kerja pun enggan mencarikan majikan 
baru.

Kalau jangka 14 hari itu lewat, status mereka otomatis berubah menjadi ilegal. 
Jika tertangkap polisi, mereka bisa dipenjara enam bulan karena pelanggaran 
aturan imigrasi. Satu-satunya jalan adalah pulang ke Tanah Air. Ketentuannya, 
majikan wajib menyediakan tiket pulang dan gaji sebulan penuh.

Tapi Sri pulang tanpa membawa uang. ''Jahat, ya? Aku di-terminate setelah gaji 
empat bulan habis dipotong," katanya. Dalihnya, untuk mengganti biaya pelatihan 
dan ongkos keberangkatan. Bahkan sejumlah agen tenaga kerja ada yang memotong 
hingga tujuh bulan gaji. Padahal, itu akal-akalan agar dapat "menjual" pekerja 
dengan harga murah. Majikan dan agen sama-sama untung. "Sekarang agen main sama 
majikan!" kata Sri, berang.

Wajah-wajah secemas Sri tak sulit ditemui di Hong Kong. Mereka ada di halte, di 
dalam kereta, atau stasiun. Misalnya Rini Setyani asal Tulungagung, Jawa Timur, 
yang baru dua minggu di sana. ''Majikanku cerewet minta ampun, uang sesen saja 
ditanyakan," tuturnya. Dahinya berkerut. Ia tak bisa bahasa Kanton karena 
belajar Mandarin. Seharusnya ia ke Taiwan, bukan ke Hong Kong. "Tapi majikanku 
mati," katanya.

Rini ingin menelepon orangtuanya. Tapi koin pun ia tak punya. Ia terpaksa 
meminta-minta pada sesama pekerja Indonesia. "Lima dolar saja," ujarnya. 
Sayang, koinnya tertelan begitu saja, karena ia tak bisa menggunakan telepon 
umum.

Kecemasan juga bisa terdengar dari obrolan telepon dalam kereta. "Majikanku itu 
lho! Aku mau kabur saja," kata seorang perempuan sambil menempelkan ponsel di 
telinganya. Suaranya yang berdialek Banyumasan bergetar. Sesekali ia menyusut 
matanya.

Sebenarnya pekerja yang kabur dari majikan serba repot. Selain terancam 
overstay, hak-haknya juga belum tentu terpenuhi. Tapi Ade Salaria, 33 tahun, 
asal Blitar, nekat lari setelah 10 bulan bekerja. "Gajinya telat terus," 
katanya. Meskipun ia meneken kuitansi gaji HK$ 3.270, uang untuknya hanya HK$ 
2.800, sekitar Rp 3 juta.

Ade juga tak diberi jatah libur sebulan penuh. Lebih dari itu, ia tak betah 
karena majikannya seorang germo. Anak laki-lakinya, 13 tahun, sangat nakal. 
"Dia salah jalan, sekolah nggak benar," kata Ade. Hobinya membuka situs dan 
majalah porno. Ia kian tertekan karena kamar mandinya tak dipasangi kunci. 
"Anaknya suka kurang ajar, masuk kamar mandi tiba-tiba," tuturnya. Tak jarang 
ia dicabuli.

Akhirnya Ade lari ke shelter (penampungan) Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di 
Bathune House. "Saya membuat statemen untuk laporan ke polisi," katanya. Semula 
polisi tak percaya. Namun akhirnya ia diberitahu bahwa majikannya sudah lima 
kali ganti pembantu. "Cuma saya yang berani lapor," ia menambahkan. 
Selanjutnya, ia tinggal menuntut ganti rugi pada majikannya. Tuntutan Ade 
meliputi uang kekurangan gaji, uang notice PHK sebesar satu bulan gaji, dan 
tiket.

Di shelter itu juga ada Yeni Arisandi, 24 tahun, asal Magetan. Ia memutuskan 
tidak kembali pada majikan sepulang dari Tanah Air setelah diberi cuti dua 
pekan. Sesampai di Bandara Internasional Hong Kong, Yeni diberi beberapa buku. 
Dulu buku-buku itu dirampas oleh agennya.

Yeni kaget ketika membaca buku itu. Ia baru tahu bahwa pekerja asing berhak 
mendapat libur sehari dalam sepekan. Ia juga baru tahu bahwa upah minimumnya 
HK$ 3.270. Sebab, selama lebih dari satu setengah tahun ini, ia tak pernah 
diberi libur. "Gaji saya hanya HK$ 2.000," katanya. Bahkan pada lima bulan 
pertama, ia hanya mendapat HK$ 200 karena terkena potongan agen.

Yeni kemudian dibantu untuk melapor ke Departemen Tenaga Kerja. Selain 
mengajukan tuntutan, ia juga minta pengantar perpanjangan visa di sana. Kasus 
Yeni sampai ke Pengadilan Tenaga Kerja (Labour Tribunal), karena majikannya 
tidak hadir ketika diundang petugas dalam proses perundingan.

Sedangkan Rosi Damayanti, 31 tahun, asal Jember, meninggalkan majikan karena 
sering dianiaya. Kekerasan itu ia alami sejak tiga bulan bekerja. Salah sedikit 
dipukul, dicubit, dijambak, bahkan terkadang kepalanya dipukul dengan tangan. 
Ia malah tambah sering berbuat salah karena panik.

Rosi tetap bertahan hingga 16 bulan. "Saya pikir, siapa tahu akan berubah," 
katanya. Padahal, sejak dulu teman-teman yang melihat bekas penganiayaan di 
tubuhnya menyuruh lari. Akhirnya ia melapor juga ke polisi. Dari sana, ia 
dibawa dengan ambulans ke rumah sakit. "Bekas-bekas pemukulan dikasih tanda," 
tuturnya. Ia juga melapor dan membuat tuntutan ke Departemen Tenaga Kerja.

Namun, tak sedikit mereka yang kena PHK itu berkeliaran tanpa visa di Hong 
Kong. Untuk menyambung hidup, Eni Yuniar, aktivis Indonesian Migrant Workers 
Union, menuturkan bahwa mereka terpaksa menjadi pekerja ilegal. Mereka 
diiming-imingi bekerja di pabrik plastik di Yun Long dengan gaji HK$ 50 per 
hari. Padahal, pekerjaannya memilah sampah dari pukul 24.00 hingga pukul 06.00. 
Akibatnya, ujar Eni, banyak perempuan Indonesia yang kemudian terjerumus ke 
lembah pelacuran.

Rita Triana Budiarti (Hong Kong)
[Laporan Khusus, Gatra Nomor 15 Beredar Senin, 20 Februari 2006

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kartu Mati Merampas Hoki