[nasional_list] [ppiindia] Fwd: Sikap Komponen Rakyat Bali terhadap RUU anti Pornografi & anti Pornoaksi

  • From: Nugroho Dewanto <ndewanto@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 21 Feb 2006 20:14:22 +0700

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **


>MENGINGAT DAN MENIMBANG:
>
>   1.     Bahwa pornografi dan pornoaksi tidak perlu diatur secara khusus 
> dengan UU tersendiri karena secara substansial sudah tercakup ke dalam 
> kategori tindakan pelanggaran kesusilaan dan kesopanan yang sudah diatur 
> oleh produk hukum yang sudah ada dan masih tetap berlaku sampai sekarang 
> di Indonesia.
>   2.     Bahwa demi tertib sosial bersama, jikapun ada pihak yang 
> menginginkan pengaturan tentang pornografi dan pornoaksi maka pengaturan 
> itu tetap mesti didasarkan pada kesepakatan bersama segenap komponen 
> bangsa, dengan tetap menjunjung tinggi dan mengedepankan asas pengakuan 
> dan penghargaan penuh terhadap keragaman pandangan sosio-kultural maupun 
> dasar religi masing-masing komponen bangsa termasuk masing-masing daerah. 
> Pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman dimaksud bersifat mutlak 
> dalam bingkai NKRI yang berdasarkan Pancasila dengan dasar konstitusi UUD 
> 1945 serta bersemboyankan Bhinneka Tunggal Ika.
>   3.     Bahwa meskipun pornografi dan pornoaksi perlu diatur dengan 
> dasar berpikir pada butir 2 tersebut di atas, namun pornografi dan 
> pornoaksi tetap TIDAK PERLU diatur secara khusus dengan satu UU Khusus 
> Antipornografi dan Pornoaksi yang bersifat berlaku umum (lex generalis) 
> bagi dan di seluruh wilayah NKRI. Jikapun hendak diatur, maka pengaturan 
> cukup hanya dengan Peraturan Daerah (Perda) masing-masing sehingga tetap 
> mencerminkan dan menghargai keragaman pandangan  sosio-kultural-religius 
> masing-masing daerah.
>
>   Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka bersama ini KOMPONEN 
> RAKYAT BALI MENYATAKAN SIKAP BULAT UNTUK BERSAMA-SAMA MENOLAK PENUH RUU 
> ANTIPORNOGRAFI DAN PORNOAKSI.
>
>   ALASAN:
>
>   SOSIO KULTURAL
>
>   Fakta keragaman sosio-kultural Indonesia yang diakui dalam UUD 1945. 
> Masing-masing daerah dengan latar belakang dan basis sosio-kultural 
> masing-masing punya relativitas pandangan tentang pornografi dan 
> pornoaksi. Bali dengan landasan  latar belakang sejarah sosio-kultural 
> dan religiusnya tersendiri memandang sensualitas dan organ kelamin tidak 
> semata-mata berdasarkan pemaknaan yang banal dan material-fisikal semata. 
> Tradisi sosio-kultural serta filosopi religius Bali memaknai sensualitas 
> serta organ kelamin sebagai elemen penting dalam penciptaan, asal muasal 
> dan proses pemeliharaan kehidupan.
>
>   Karena itu sensualitas serta organ-organ seksual dimaknai serta 
> diperlakukan secara substansial sebagai simbol-simbol religius yang 
> disakralkan.
>
>   Contoh paling nyata adalah penghargaan dan penghormatan yang ditujukan 
> masyarakat Bali kepada  lingga-yoni. Jika lingga-yoni ini dipahami 
> sebatas  material-fisikal maka lingga-yoni adalah tak lebih dari 
> representasi fisik dari organ seksual pria dan wanita, dan oleh karenanya 
> dengan mudah bisa dihakimi sebagai sebuah obyek pornografi.
>
>   Namun, manakala dipahami dengan melewati batas-batas material-fisikal, 
> atau dipahami secara substansial yang sublim dengan kesadaran spiritual 
> berdasarkan tradisi and ajaran esoterik Bali, maka lingga-yoni merupakan 
> sebuah simbol yang teramat sakral, luhur serta bagian tak tergantikan 
> dalam lanskap pemikiran spiritual masyarakat Bali. Lingga-yoni  adalah 
> sekaligus  simbolik kekuatan utpatti (penciptaan semesta) serta stitti 
> (pemeliharaan semesta) dari Ida Sanghyang Widdhi Wasa, Tuhan Yang Maha 
> Esa. Lingga-yoni adalah simbul kelahiran, kesuburan dan  pemekaran kreatif.
>
>   Di Bali,   Lingga-yoni  muncul dalam berbagai bentuk fisik, mulai dari 
> yang paling tegas, seperti wujud penis pada arca megalithikum  Batara Da 
> Tonta yang hingga kini masih menjadi obyek penyembahan utama di Pura 
> Pancering Jagat di Desa Trunyan, hingga ke bentuk yang paling estetik 
> berupa candi-candi pemujaan indah yang berada di tengah kolam.
>
>   Bali secara sosio-kultural-religius memang tidak terjebak pada budaya 
> material-fisikal yang formalistik, melainkan jauh melampaui batas-batas 
> formalistik untuk mencapai esensi makna dan fungsi.
>
>   Sebagai akibat logis pandangan substansial yang melewati batas-batas 
> material-fisikal demikian, maka Bali pun secara sosio-kultural memiliki 
> pandangan yang sangat terbuka dan "cair" tentang organ seksual ataupun 
> bagian-bagian tubuh yang vital, termasuk memiliki pandangan yang lebih 
> terbuka tentang "ketelanjangan".
>
>   Patut diingat bahwa Dewi Kali, salah satu dewi terpenting dalam 
> filosofi Hindu, dilukiskan sebagai dewi yang berbusana angkasa 
> (digambari-sanskrit), atau telanjang. Ketelanjangan Dewi Kali adalah 
> pernyataan metaforis tentang kemampuan Sang Dewi untuk tidak terikat pada 
> berbagai ilusi duniawi. Sang Dewi juga digambarkan memiliki buah dada 
> yang penuh, sebuah simbolik atas kemurahahtiannya dalam "menyusui" umat 
> manusia. Di Bali, jutaan orang menyembah Kali atau Durgha sebagai 
> ekspressi kecintaan dan penghormatan mereka pada aspek feminin Tuhan 
> sebagai Ibu Semesta.
>
>   Patut pula diingat bahwa Dewa Siwa pun memiliki gelar sebagai 
> digambara. Ketelanjangan Siwa merupakan pernyataan asketik yang 
> terpuncak, tentang dewa yang tidak memiliki apa-apa (termasuk pakaian) 
> dank arena itu Ia memiliki segalanya.
>
>   Kesadaran serta rasa hormat akan penciptaan semesta, kasih sayang 
> pemeliharaan Tuhan,  serta  sakralitas dari pertemuan energi kosmik 
> maskulin (purusha) serta feminine (pradana) inilah yang menjadi dasar 
> kenapa banyak pratima (obyek penyembahan), arca suci serta ritual 
> esoterik di Bali yang menggunakan simbol-simbol berupa organ-organ 
> seksual serta ketelanjangan tubuh.
>
>   Dalam hal ini, pandangan masyarakat Bali tentang  ketelanjangan sangat 
> disesuaikan dengan ruang, fungsi, dan tujuan yang telah disepakati 
> bersama. Bukan semata-mata organ material-fisikal. Dengan begitu porno 
> atau tidak-dalam pemahaman Bali-sangat tergantung pada pikiran si subjek 
> penikmat atau yang melihat objek bersangkutan serta fungsi dan pemaknaan 
> atas obyek yang bersangkutan.
>
>   Pemaksaan satu tafsir tunggal atas sensualitas, ketelanjangan maupun 
> pornografi berpeluang besar untuk "merampas" kebebasan masyarakat Bali 
> tidak hanya dalam merayakan warisan kekayaan sosial kulturalnya, namun 
> juga dalam menjalankan kepercayaan dan keimanan religiusnya.
>
>   Hal seperti ini tentunyalah sangat berlawanan dengan semangat perayaan 
> dan penghormatan kepada ke-bhineka-an yang selama ini telah kita sepakati 
> bersama sebagai salah satu nilai dasar kehidupan bangsa dan negara ini.
>
>
>   HUKUM
>
>   a.      Prosedur: cacat karena tidak disertai dengan rancangan akademik 
> (academic drafting). Jikapun ada, rancangan akademik ini mestinya sudah 
> disosialisasikan terlebih dahulu, sebelum masuk ke Rancangan UU (legal 
> drafting).
>   b.     Substansi:
>   (i)                tidak jelas batasan pornografi dan pornoaksi maupun 
> sensual sehingga sangat sarat dengan pasal karet yang tidak memberikan 
> kepastian, kejelasan, dan ketegasan yang menjadi syarat dasar pengaturan 
> pidana;
>   (ii)              Bias gender: dominasi perspektif laki-laki dalam 
> menafsirkan pornografi dan pornoaksi, sehingga dominan memposisikan 
> perempuan termasuk anak-anak sebagai objek yang mengundang birahi 
> laki-laki, di sisi lain ada tendensi laki-laki bebas menunjukkan bagian 
> tubuhnya yang sensual jika dipandang dari perspektif perempuan;
>   (iii)            Logika: mengatur dengan ketentuan "setiap orang", 
> bukan "barang siapa".
>
>
>   URGENSI
>   Di tengah kehidupan bangsa dan negara yang kini sedang dalam keadaan 
> serba sulit dengan masalah-masalah yang sangat strategis dan mendasar, 
> pembahasan RUU Antopornografi dan Pornoaksi ini menjadi tidak begitu 
> urgent. Pemaksaan penetapan RUU ini menjadi UU dan pemberlakuannnya 
> kemudian tidak mustahil justru bakal memicu munculnya perasaan tidak 
> mempercayai (distrust) antarkomponen bangsa dalam wadah NKRI.
>
>   Terlebih lagi,  tidak adanya UU Antipornografi dan Pornoaksi tidak akan 
> mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum bagi aparat penegak hukum dan 
> ataupun komponen anak bangsa yang merasa dirugikan oleh pornografi dan 
> pornoaksi ini untuk melakukan upayak hukum. Ini karena Indonesia sampai 
> sekarang sudah memiliki perangkat maupun produk hukum yang lebih daripada 
> cukup buat melakukan upaya hukum terhadap pornografi maupun pornoaksi.
>
>
>   Untuk itu, segenap komponen rakyat Bali memberikan solusi sebagai berikut..
>
>   SOLUSI:
>
>   1.     Mendesak DPRRI untuk mengutamakan dan menyegerakan pembahasan 
> Rancangan KUHP baru, sehingga bisa menjadi payung umum bagi setiap produk 
> hukum lain di Indonesia yang memberikan sanksi pidana.
>   2.     Mengoptimalkan penegakan hukum dengan perangkat hukum yang 
> selama ini sudah ada dan tetap berlaku yang juga mengatur perihal 
> antipornografi dan pornoaksi, seperti:
>   a.      KUHP
>   b.     UU Pokok Pers
>   c.     UU Perfilman Nasional
>   d.     UU Penyiaran
>   e.      UU Kekerasan dalam Rumah Tangga
>   f.       UU Perlindungan Anak
>   3.     Mengoptimalkan fungsi Badan/Dewan/Komisi terkait yang secara 
> resmi diamanatkan, dibentuk, dan diberi wewenang oleh KUHP dan ataupun UU 
> tersebut pada butir 2 untuk mengontrol dan ataupun menindak dengan 
> penegakan hukum tegas setiap pelanggaran susila maupun kesopanan yang 
> dikategorikan pornografi dan pornoaksi. Badan/Dewan/Komisi dimaksud 
> antara lain:
>   a.      Kepolisian RI (sesuai KUHP);
>   b.     Dewan Pers (sesuai UU Pokok Pers);
>   c.     Badan Sensor Film Nasional (sesuai UU Perfilman Nasional)
>   d.     Komosi Penyiaran Indonesia (sesuai UU Penyiaran)
>   e.      Komisi Perlindungan Anak (sesuai UU Perlindungan Anak 
> Indonesia).
>
>      PENUTUP
>   Demikian sikap resmi kami sebagai rakyat Bali terhadap RUU 
> Antipornografi dan Pornoaksi yang kini sedang dibahasa di Komisi VIII DPR 
> RI. Bersama ini pula kami sebagai komponen rakyat Bali mengajak segenap 
> komponen anak bangsa Indonesia untuk tetap saling menghargai dan 
> menjunjung tinggi keragaman di antara kita, karena keragaman tidak hanya 
> indah tapi juga adalah keniscayaan semesta yang memang sengaja diciptakan 
> Tuhan Yang Mahaesa justru untuk memberikan kesadaran dan pemaknaan bagi 
> eksistensi kehidupan kita.
>
>   Sikap ini dirumuskan dalam Semiloka RUU Antipornografi dan Pornoaksi 
> yang diselenggarakan oleh Yayasan Sandhi Murti Indonesia pada Sabtu, 11 
> Februari di Denpasar. Kami lampirkan daftar nama peserta Semiloka.
>
>   Daftar Nama Peserta Semiloka RUU Antipornografi dan Pornoaksi
>
>   1)     Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa
>   2)     Prof. Dr. I Made Bandem
>   3)     Wayan P Windia SH, M.Hum
>   4)     I Gede Widiatmika SH, M.Hum
>   5)     Drs I Gusti Ngurah Sudiana M.Ag
>   6)     Drs I Ketut Wiana M.Ag
>   7)     Made Pria Dharsana SH
>   8)     Cokorda Istri Ngurah Raka Sawitri
>   9)     Aridus
>   10)      Drs. I Nyoman Nikanaya MM
>   11)      Drs I Ketut Sumarta
>   12)      I Nyoman Sugi B. Lanus SS
>   13)      Kadek Suardana
>   14)      I Wayan Juniartha
>   15)      I Gusti Ngurah Harta
>
>   Daftar Nama Undangan Semiloka yang Tidak Hadir Namun Menyetujui Rumusan 
> Semiloka
>
>   1)     Prof. Dr. Ida Bagus Yudha Triguna
>   2)     Prof. Dr. I Gede Pitana Brahmananda
>   3)     Popo Danes
>   ============
>
>   Pidato Ketua Delegasi Komponen Rakyat Bali
>   I Gusti Ngurah Harta
>
>
>   Yang Terhormat:
>   Bapak Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI
>   Bapak Ketua Pansus RUU Antipornografi dan Pornoaksi
>
>   Yang saya mulyakan:
>   Bapak-bapak serta Ibu-Ibu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik 
> Indonesia
>   Serta Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu anggota Dewan Perwakilan Daerah.
>
>   Yang saya cintai:
>   Rekan-rekan wartawan, baik dari media cetak maupun elektronik, yang 
> berkesempatan hadir saat ini.
>
>   Pertama-tama, marilah kita semua memanjatkan puji syukur kehadapan 
> Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia cinta kasih Beliau-lah kita semua 
> dapat berkumpul pada hari yang membahagiakan ini.
>
>   Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan,
>
>   Ijinkanlah saya, atas nama semua rekan-rekan dari Bali yang hadir hari 
> ini, mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam atas kesediaan 
> Bapak-bapak serta Ibu-ibu sekalian untuk menerima kami dalam kesempatan ini.
>
>   Sungguh sangat kami pahami bahwa jadwal kerja serta kegiatan 
> Bapak-bapak serta Ibu-ibu sangatlah padat. Oleh karenanya, kesediaan 
> Bapak-bapak serta Ibu-ibu untuk bertatap muka dengan kami merupakan 
> sebuah kehormatan bagi kami.
>
>   Tentunya, kami pun akan berupaya dengan sepenuh hati agar pertemuan ini 
> menjadi sebuah ajang dialog dari hati ke hati yang berlangsung secara 
> terhormat dan bermartabat.
>
>   Semoga pula pertemuan ini melahirkan suatu pemahaman yang konstruktif 
> dan bermanfaat bagi bangsa dan Negara kita.
>
>
>
>   Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya hormati,
>
>   Ijinkanlah saya untuk memperkenalkan rekan-rekan saya yang hadir pada 
> saat ini.
>
>   Di sebelah saya adalah Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa. 
> Beliau adalah pemimpin agama yang sangat kami hormati dan mulyakan di 
> Bali.  Beliau saat ini menjabat sebagai Dharmadhyaksa, atau ketua dari 
> Sabha Pandita (Majelis Pendeta) Parisadha Hindu Dharma Indonesia-Pusat.
>
>   Hadir pula saat ini Prof. Dr. I Made Bandem. Beliau adalah salah 
> seorang cendekiawan serta budayawan yang sangat berpengaruh di Bali. 
> Sumbangsih beliau, baik berupa pemikiran, kebijakan serta karya seni, 
> telah berperan besar bagi kelestarian dan kemajuan seni budaya Bali. Saat 
> ini beliau menjabat sebagai Rektor ISI Yogyakarta.
>
>   Selain itu, hadir pula Wayan P Windia SH M.Si. Beliau dikenal 
> kepakarannya dalam hukum adat serta budaya Bali. Selain sebagai pengajar 
> hukum adat di Universitas Udayana, beliau juga pengasuh Banjar Bali Studi 
> Klub, sebuah kelompok diskusi beranggotakan para pemimpin lembaga adat. 
> Beliau juga salah satu tokoh kunci di balik Majelis Utama Desa Pekraman 
> (MUDP), lembaga yang menghimpun desa-desa adat di Bali.
>
>   Kemudian, hadir pula Cokorda Sawitri, salah satu penyair dan dramawan 
> terkemuka Bali. Cokorda Sawitri juga aktif dalam lembaga-lembaga sosial 
> yang bergerak dibidang kesetaraan gender, seperti Forum Mitra Kasih Bali. 
> Karya-karya sastra Cokorda Sawitri seringkali mengangkat isu-isu 
> pembelaan terhadap  kaum perempuan. Hingga saat ini beliau juga masih 
> menempati posisi sebagai penasehat parahyangan, yang mengurusi 
> tempat-tempat suci keagamaan, bagi lebih dari 20 desa adat di Bali timur.
>
>   Yang terakhir adalah Kadek Suardhana, seorang seniman serta komposer 
> produktif. Beliau saat ini menjabat sebagai ketua Arti Foundation, sebuah 
> lembaga kebudayaan yang aktif melakukan muhibah budaya dengan sejumlah 
> Negara asing.
>
>
>
>   Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan,
>
>   Kehadiran kami di sini adalah untuk menyampaikan penolakan 
> kami  terhadap RUU Antipornografi serta Pornoaksi. Penolakan yang saat 
> ini telah mendapat dukungan luas di kalangan  intelektual, cendekiawan, 
> seniman serta masyarakat kebanyakan di Bali.
>
>   Penolakan ini berangkat dari penilaian kami bahwa RUU ini telah 
> nyata-nyata mengabaikan keragaman sosio-kultural serta kepercayaan 
> relijius yang dianut oleh berbagai suku bangsa di nusantara ini.
>
>   Kami percaya bahwa sebagai bangsa yang bersendikan dan memulyakan 
> keragaman, sebagaimana yang tegas tertera pada semboyan Negara kita 
> "Bhinneka Tunggal Ika", maka setiap aturan yang dilahirkan oleh 
> lembaga-lembaga Negara seyogianya berlandaskan pada kesepakatan bersama 
> seluruh elemen bangsa.
>
>   Selain itu, aturan tersebut juga harus  mengakomodasi serta 
> mencerminkan keragaman nilai-nilai sosial budaya yang ada di Negara ini.
>
>   Kesepakatan bersama serta akomodasi terhadap  keragaman inilah yang 
> kami rasakan belum tercermin dalam RUU Antipornografi dan Pornoaksi ini.
>
>   Contoh paling sederhana adalah bagaimana RUU ini memberikan rumusan 
> tentang sensualitas, maupun tentang anggota-anggota badan yang dinilai 
> sensual, yang menurut kami mengabaikan berbagai tafsiran berbeda tentang 
> sensualitas yang masih hidup dan diyakini oleh berbagai komunitas 
> tradisional di Negara kita, termasuk komunitas Bali.
>
>
>
>
>   Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya hormati,
>
>   Meskipun dalam RUU ini telah dicantumkan berbagai perkecualian, namun 
> perkecualian-perkecualian tersebut memiliki sejumlah kelemahan mendasar.
>
>   Selain cakupannya yang masih sempit dan tidak mewakili kepentingan dan 
> kebutuhan kultural dan relijius komunitas kami, perkecualian tersebut 
> juga memberi peluang terlalu besar bagi Negara untuk membatasi kebebasan 
> komunitas kami dalam merayakan kekayaan kultural serta warisan keagamaannya.
>
>   Contoh paling sederhana adalah perkecualian bagi pementasan kesenian di 
> gedung kesenian. RUU memaknai gedung kesenian sebagai sebuah tempat 
> pementasan yang telah mendapat ijin dari Negara.
>
>   Hal ini sungguh sangat membatasi kebebasan para seniman Bali. Kami 
> besar dalam sebuah tradisi di mana kesenian adalah adalah peristiwa 
> keseharian, yang spontan dan mengalir.
>
>   Dalam tradisi ini kesenian adalah milik bersama dan panggungnya 
> mencakup keseluruhan wilayah pulau kami. Karenanya, kesenian Bali tak 
> memerlukan ruang khusus yang statis untuk tampil.
>
>   Tergantung kepada fungsi serta tujuannya, kesenian Bali bisa 
> dipentaskan di mana saja, mulai dari gedung pementasan yang megah hingga 
> perempatan jalan yang sibuk, bahkan hingga ke kuburan sepi di tengah malam.
>
>   Tentunya, masih ada sejumlah keberatan lainnya yang ingin kami 
> utarakan, termasuk bias gender RUU yang terlalu kental serta urgensi RUU 
> yang teramat lemah karena telah adanya sejumlah Undang-undang lainnya 
> yang mengatur tentang kesusilaan dan kesopanan.
>
>   Berbagai argumentasi di atas adalah hasil rumusan sebuah semiloka yang 
> kami selenggarakan pada Sabtu, 11 Februari lalu. Hingga saat ini, 
> dukungan kepada sikap yang kami ambil masih terus datang mengalir.
>
>   Tentunya, besar harapan kami agar Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota 
> Pansus berkenan berkunjung ke Bali untuk secara langsung mendengarkan 
> aspirasi masyarakat kami mengenai RUU ini.
>
>
>   Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan,
>
>   Apa yang telah saya sampaikan tadi hanyalah paparan singkat dari 
> rumusan penolakan kami. Pemaparan yang lebih mendalam  akan dilakukan 
> oleh rekan-rekan saya yang jauh lebih luas  pengetahuannya tentang 
> dimensi-dimensi relijius, seni, budaya serta adat.
>
>   Kami  berkeyakinan bahwa Bapak-bapak serta Ibu-ibu para anggota Dewan 
> serta Pansus memiliki kepekaan hati, kebijakan pikiran serta rasa 
> ke-negarawan-an yang mendalam untuk menelaah langkah apa yang sebaiknya 
> diambil demi kepentingan, ketentraman serta keutuhan bangsa dan Negara 
> yang sama-sama kita cintai ini.
>
>   Sebagai akhir kata, ijinkanlah saya untuk menyampaikan rasa terimakasih 
> mendalam atas kesediaan Bapak-bapak dan Ibu-ibu untuk mendengarkan 
> aspirasi kami.
>
>   Selanjutnya saya persilakan Prof. Dr. I Made Bandem untuk membacakan 
> rumusan hasil semiloka tersebut.
>



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Fwd: Sikap Komponen Rakyat Bali terhadap RUU anti Pornografi & anti Pornoaksi