** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com ** >MENGINGAT DAN MENIMBANG: > > 1. Bahwa pornografi dan pornoaksi tidak perlu diatur secara khusus > dengan UU tersendiri karena secara substansial sudah tercakup ke dalam > kategori tindakan pelanggaran kesusilaan dan kesopanan yang sudah diatur > oleh produk hukum yang sudah ada dan masih tetap berlaku sampai sekarang > di Indonesia. > 2. Bahwa demi tertib sosial bersama, jikapun ada pihak yang > menginginkan pengaturan tentang pornografi dan pornoaksi maka pengaturan > itu tetap mesti didasarkan pada kesepakatan bersama segenap komponen > bangsa, dengan tetap menjunjung tinggi dan mengedepankan asas pengakuan > dan penghargaan penuh terhadap keragaman pandangan sosio-kultural maupun > dasar religi masing-masing komponen bangsa termasuk masing-masing daerah. > Pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman dimaksud bersifat mutlak > dalam bingkai NKRI yang berdasarkan Pancasila dengan dasar konstitusi UUD > 1945 serta bersemboyankan Bhinneka Tunggal Ika. > 3. Bahwa meskipun pornografi dan pornoaksi perlu diatur dengan > dasar berpikir pada butir 2 tersebut di atas, namun pornografi dan > pornoaksi tetap TIDAK PERLU diatur secara khusus dengan satu UU Khusus > Antipornografi dan Pornoaksi yang bersifat berlaku umum (lex generalis) > bagi dan di seluruh wilayah NKRI. Jikapun hendak diatur, maka pengaturan > cukup hanya dengan Peraturan Daerah (Perda) masing-masing sehingga tetap > mencerminkan dan menghargai keragaman pandangan sosio-kultural-religius > masing-masing daerah. > > Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka bersama ini KOMPONEN > RAKYAT BALI MENYATAKAN SIKAP BULAT UNTUK BERSAMA-SAMA MENOLAK PENUH RUU > ANTIPORNOGRAFI DAN PORNOAKSI. > > ALASAN: > > SOSIO KULTURAL > > Fakta keragaman sosio-kultural Indonesia yang diakui dalam UUD 1945. > Masing-masing daerah dengan latar belakang dan basis sosio-kultural > masing-masing punya relativitas pandangan tentang pornografi dan > pornoaksi. Bali dengan landasan latar belakang sejarah sosio-kultural > dan religiusnya tersendiri memandang sensualitas dan organ kelamin tidak > semata-mata berdasarkan pemaknaan yang banal dan material-fisikal semata. > Tradisi sosio-kultural serta filosopi religius Bali memaknai sensualitas > serta organ kelamin sebagai elemen penting dalam penciptaan, asal muasal > dan proses pemeliharaan kehidupan. > > Karena itu sensualitas serta organ-organ seksual dimaknai serta > diperlakukan secara substansial sebagai simbol-simbol religius yang > disakralkan. > > Contoh paling nyata adalah penghargaan dan penghormatan yang ditujukan > masyarakat Bali kepada lingga-yoni. Jika lingga-yoni ini dipahami > sebatas material-fisikal maka lingga-yoni adalah tak lebih dari > representasi fisik dari organ seksual pria dan wanita, dan oleh karenanya > dengan mudah bisa dihakimi sebagai sebuah obyek pornografi. > > Namun, manakala dipahami dengan melewati batas-batas material-fisikal, > atau dipahami secara substansial yang sublim dengan kesadaran spiritual > berdasarkan tradisi and ajaran esoterik Bali, maka lingga-yoni merupakan > sebuah simbol yang teramat sakral, luhur serta bagian tak tergantikan > dalam lanskap pemikiran spiritual masyarakat Bali. Lingga-yoni adalah > sekaligus simbolik kekuatan utpatti (penciptaan semesta) serta stitti > (pemeliharaan semesta) dari Ida Sanghyang Widdhi Wasa, Tuhan Yang Maha > Esa. Lingga-yoni adalah simbul kelahiran, kesuburan dan pemekaran kreatif. > > Di Bali, Lingga-yoni muncul dalam berbagai bentuk fisik, mulai dari > yang paling tegas, seperti wujud penis pada arca megalithikum Batara Da > Tonta yang hingga kini masih menjadi obyek penyembahan utama di Pura > Pancering Jagat di Desa Trunyan, hingga ke bentuk yang paling estetik > berupa candi-candi pemujaan indah yang berada di tengah kolam. > > Bali secara sosio-kultural-religius memang tidak terjebak pada budaya > material-fisikal yang formalistik, melainkan jauh melampaui batas-batas > formalistik untuk mencapai esensi makna dan fungsi. > > Sebagai akibat logis pandangan substansial yang melewati batas-batas > material-fisikal demikian, maka Bali pun secara sosio-kultural memiliki > pandangan yang sangat terbuka dan "cair" tentang organ seksual ataupun > bagian-bagian tubuh yang vital, termasuk memiliki pandangan yang lebih > terbuka tentang "ketelanjangan". > > Patut diingat bahwa Dewi Kali, salah satu dewi terpenting dalam > filosofi Hindu, dilukiskan sebagai dewi yang berbusana angkasa > (digambari-sanskrit), atau telanjang. Ketelanjangan Dewi Kali adalah > pernyataan metaforis tentang kemampuan Sang Dewi untuk tidak terikat pada > berbagai ilusi duniawi. Sang Dewi juga digambarkan memiliki buah dada > yang penuh, sebuah simbolik atas kemurahahtiannya dalam "menyusui" umat > manusia. Di Bali, jutaan orang menyembah Kali atau Durgha sebagai > ekspressi kecintaan dan penghormatan mereka pada aspek feminin Tuhan > sebagai Ibu Semesta. > > Patut pula diingat bahwa Dewa Siwa pun memiliki gelar sebagai > digambara. Ketelanjangan Siwa merupakan pernyataan asketik yang > terpuncak, tentang dewa yang tidak memiliki apa-apa (termasuk pakaian) > dank arena itu Ia memiliki segalanya. > > Kesadaran serta rasa hormat akan penciptaan semesta, kasih sayang > pemeliharaan Tuhan, serta sakralitas dari pertemuan energi kosmik > maskulin (purusha) serta feminine (pradana) inilah yang menjadi dasar > kenapa banyak pratima (obyek penyembahan), arca suci serta ritual > esoterik di Bali yang menggunakan simbol-simbol berupa organ-organ > seksual serta ketelanjangan tubuh. > > Dalam hal ini, pandangan masyarakat Bali tentang ketelanjangan sangat > disesuaikan dengan ruang, fungsi, dan tujuan yang telah disepakati > bersama. Bukan semata-mata organ material-fisikal. Dengan begitu porno > atau tidak-dalam pemahaman Bali-sangat tergantung pada pikiran si subjek > penikmat atau yang melihat objek bersangkutan serta fungsi dan pemaknaan > atas obyek yang bersangkutan. > > Pemaksaan satu tafsir tunggal atas sensualitas, ketelanjangan maupun > pornografi berpeluang besar untuk "merampas" kebebasan masyarakat Bali > tidak hanya dalam merayakan warisan kekayaan sosial kulturalnya, namun > juga dalam menjalankan kepercayaan dan keimanan religiusnya. > > Hal seperti ini tentunyalah sangat berlawanan dengan semangat perayaan > dan penghormatan kepada ke-bhineka-an yang selama ini telah kita sepakati > bersama sebagai salah satu nilai dasar kehidupan bangsa dan negara ini. > > > HUKUM > > a. Prosedur: cacat karena tidak disertai dengan rancangan akademik > (academic drafting). Jikapun ada, rancangan akademik ini mestinya sudah > disosialisasikan terlebih dahulu, sebelum masuk ke Rancangan UU (legal > drafting). > b. Substansi: > (i) tidak jelas batasan pornografi dan pornoaksi maupun > sensual sehingga sangat sarat dengan pasal karet yang tidak memberikan > kepastian, kejelasan, dan ketegasan yang menjadi syarat dasar pengaturan > pidana; > (ii) Bias gender: dominasi perspektif laki-laki dalam > menafsirkan pornografi dan pornoaksi, sehingga dominan memposisikan > perempuan termasuk anak-anak sebagai objek yang mengundang birahi > laki-laki, di sisi lain ada tendensi laki-laki bebas menunjukkan bagian > tubuhnya yang sensual jika dipandang dari perspektif perempuan; > (iii) Logika: mengatur dengan ketentuan "setiap orang", > bukan "barang siapa". > > > URGENSI > Di tengah kehidupan bangsa dan negara yang kini sedang dalam keadaan > serba sulit dengan masalah-masalah yang sangat strategis dan mendasar, > pembahasan RUU Antopornografi dan Pornoaksi ini menjadi tidak begitu > urgent. Pemaksaan penetapan RUU ini menjadi UU dan pemberlakuannnya > kemudian tidak mustahil justru bakal memicu munculnya perasaan tidak > mempercayai (distrust) antarkomponen bangsa dalam wadah NKRI. > > Terlebih lagi, tidak adanya UU Antipornografi dan Pornoaksi tidak akan > mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum bagi aparat penegak hukum dan > ataupun komponen anak bangsa yang merasa dirugikan oleh pornografi dan > pornoaksi ini untuk melakukan upayak hukum. Ini karena Indonesia sampai > sekarang sudah memiliki perangkat maupun produk hukum yang lebih daripada > cukup buat melakukan upaya hukum terhadap pornografi maupun pornoaksi. > > > Untuk itu, segenap komponen rakyat Bali memberikan solusi sebagai berikut.. > > SOLUSI: > > 1. Mendesak DPRRI untuk mengutamakan dan menyegerakan pembahasan > Rancangan KUHP baru, sehingga bisa menjadi payung umum bagi setiap produk > hukum lain di Indonesia yang memberikan sanksi pidana. > 2. Mengoptimalkan penegakan hukum dengan perangkat hukum yang > selama ini sudah ada dan tetap berlaku yang juga mengatur perihal > antipornografi dan pornoaksi, seperti: > a. KUHP > b. UU Pokok Pers > c. UU Perfilman Nasional > d. UU Penyiaran > e. UU Kekerasan dalam Rumah Tangga > f. UU Perlindungan Anak > 3. Mengoptimalkan fungsi Badan/Dewan/Komisi terkait yang secara > resmi diamanatkan, dibentuk, dan diberi wewenang oleh KUHP dan ataupun UU > tersebut pada butir 2 untuk mengontrol dan ataupun menindak dengan > penegakan hukum tegas setiap pelanggaran susila maupun kesopanan yang > dikategorikan pornografi dan pornoaksi. Badan/Dewan/Komisi dimaksud > antara lain: > a. Kepolisian RI (sesuai KUHP); > b. Dewan Pers (sesuai UU Pokok Pers); > c. Badan Sensor Film Nasional (sesuai UU Perfilman Nasional) > d. Komosi Penyiaran Indonesia (sesuai UU Penyiaran) > e. Komisi Perlindungan Anak (sesuai UU Perlindungan Anak > Indonesia). > > PENUTUP > Demikian sikap resmi kami sebagai rakyat Bali terhadap RUU > Antipornografi dan Pornoaksi yang kini sedang dibahasa di Komisi VIII DPR > RI. Bersama ini pula kami sebagai komponen rakyat Bali mengajak segenap > komponen anak bangsa Indonesia untuk tetap saling menghargai dan > menjunjung tinggi keragaman di antara kita, karena keragaman tidak hanya > indah tapi juga adalah keniscayaan semesta yang memang sengaja diciptakan > Tuhan Yang Mahaesa justru untuk memberikan kesadaran dan pemaknaan bagi > eksistensi kehidupan kita. > > Sikap ini dirumuskan dalam Semiloka RUU Antipornografi dan Pornoaksi > yang diselenggarakan oleh Yayasan Sandhi Murti Indonesia pada Sabtu, 11 > Februari di Denpasar. Kami lampirkan daftar nama peserta Semiloka. > > Daftar Nama Peserta Semiloka RUU Antipornografi dan Pornoaksi > > 1) Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa > 2) Prof. Dr. I Made Bandem > 3) Wayan P Windia SH, M.Hum > 4) I Gede Widiatmika SH, M.Hum > 5) Drs I Gusti Ngurah Sudiana M.Ag > 6) Drs I Ketut Wiana M.Ag > 7) Made Pria Dharsana SH > 8) Cokorda Istri Ngurah Raka Sawitri > 9) Aridus > 10) Drs. I Nyoman Nikanaya MM > 11) Drs I Ketut Sumarta > 12) I Nyoman Sugi B. Lanus SS > 13) Kadek Suardana > 14) I Wayan Juniartha > 15) I Gusti Ngurah Harta > > Daftar Nama Undangan Semiloka yang Tidak Hadir Namun Menyetujui Rumusan > Semiloka > > 1) Prof. Dr. Ida Bagus Yudha Triguna > 2) Prof. Dr. I Gede Pitana Brahmananda > 3) Popo Danes > ============ > > Pidato Ketua Delegasi Komponen Rakyat Bali > I Gusti Ngurah Harta > > > Yang Terhormat: > Bapak Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI > Bapak Ketua Pansus RUU Antipornografi dan Pornoaksi > > Yang saya mulyakan: > Bapak-bapak serta Ibu-Ibu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik > Indonesia > Serta Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu anggota Dewan Perwakilan Daerah. > > Yang saya cintai: > Rekan-rekan wartawan, baik dari media cetak maupun elektronik, yang > berkesempatan hadir saat ini. > > Pertama-tama, marilah kita semua memanjatkan puji syukur kehadapan > Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia cinta kasih Beliau-lah kita semua > dapat berkumpul pada hari yang membahagiakan ini. > > Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan, > > Ijinkanlah saya, atas nama semua rekan-rekan dari Bali yang hadir hari > ini, mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam atas kesediaan > Bapak-bapak serta Ibu-ibu sekalian untuk menerima kami dalam kesempatan ini. > > Sungguh sangat kami pahami bahwa jadwal kerja serta kegiatan > Bapak-bapak serta Ibu-ibu sangatlah padat. Oleh karenanya, kesediaan > Bapak-bapak serta Ibu-ibu untuk bertatap muka dengan kami merupakan > sebuah kehormatan bagi kami. > > Tentunya, kami pun akan berupaya dengan sepenuh hati agar pertemuan ini > menjadi sebuah ajang dialog dari hati ke hati yang berlangsung secara > terhormat dan bermartabat. > > Semoga pula pertemuan ini melahirkan suatu pemahaman yang konstruktif > dan bermanfaat bagi bangsa dan Negara kita. > > > > Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya hormati, > > Ijinkanlah saya untuk memperkenalkan rekan-rekan saya yang hadir pada > saat ini. > > Di sebelah saya adalah Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa. > Beliau adalah pemimpin agama yang sangat kami hormati dan mulyakan di > Bali. Beliau saat ini menjabat sebagai Dharmadhyaksa, atau ketua dari > Sabha Pandita (Majelis Pendeta) Parisadha Hindu Dharma Indonesia-Pusat. > > Hadir pula saat ini Prof. Dr. I Made Bandem. Beliau adalah salah > seorang cendekiawan serta budayawan yang sangat berpengaruh di Bali. > Sumbangsih beliau, baik berupa pemikiran, kebijakan serta karya seni, > telah berperan besar bagi kelestarian dan kemajuan seni budaya Bali. Saat > ini beliau menjabat sebagai Rektor ISI Yogyakarta. > > Selain itu, hadir pula Wayan P Windia SH M.Si. Beliau dikenal > kepakarannya dalam hukum adat serta budaya Bali. Selain sebagai pengajar > hukum adat di Universitas Udayana, beliau juga pengasuh Banjar Bali Studi > Klub, sebuah kelompok diskusi beranggotakan para pemimpin lembaga adat. > Beliau juga salah satu tokoh kunci di balik Majelis Utama Desa Pekraman > (MUDP), lembaga yang menghimpun desa-desa adat di Bali. > > Kemudian, hadir pula Cokorda Sawitri, salah satu penyair dan dramawan > terkemuka Bali. Cokorda Sawitri juga aktif dalam lembaga-lembaga sosial > yang bergerak dibidang kesetaraan gender, seperti Forum Mitra Kasih Bali. > Karya-karya sastra Cokorda Sawitri seringkali mengangkat isu-isu > pembelaan terhadap kaum perempuan. Hingga saat ini beliau juga masih > menempati posisi sebagai penasehat parahyangan, yang mengurusi > tempat-tempat suci keagamaan, bagi lebih dari 20 desa adat di Bali timur. > > Yang terakhir adalah Kadek Suardhana, seorang seniman serta komposer > produktif. Beliau saat ini menjabat sebagai ketua Arti Foundation, sebuah > lembaga kebudayaan yang aktif melakukan muhibah budaya dengan sejumlah > Negara asing. > > > > Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan, > > Kehadiran kami di sini adalah untuk menyampaikan penolakan > kami terhadap RUU Antipornografi serta Pornoaksi. Penolakan yang saat > ini telah mendapat dukungan luas di kalangan intelektual, cendekiawan, > seniman serta masyarakat kebanyakan di Bali. > > Penolakan ini berangkat dari penilaian kami bahwa RUU ini telah > nyata-nyata mengabaikan keragaman sosio-kultural serta kepercayaan > relijius yang dianut oleh berbagai suku bangsa di nusantara ini. > > Kami percaya bahwa sebagai bangsa yang bersendikan dan memulyakan > keragaman, sebagaimana yang tegas tertera pada semboyan Negara kita > "Bhinneka Tunggal Ika", maka setiap aturan yang dilahirkan oleh > lembaga-lembaga Negara seyogianya berlandaskan pada kesepakatan bersama > seluruh elemen bangsa. > > Selain itu, aturan tersebut juga harus mengakomodasi serta > mencerminkan keragaman nilai-nilai sosial budaya yang ada di Negara ini. > > Kesepakatan bersama serta akomodasi terhadap keragaman inilah yang > kami rasakan belum tercermin dalam RUU Antipornografi dan Pornoaksi ini. > > Contoh paling sederhana adalah bagaimana RUU ini memberikan rumusan > tentang sensualitas, maupun tentang anggota-anggota badan yang dinilai > sensual, yang menurut kami mengabaikan berbagai tafsiran berbeda tentang > sensualitas yang masih hidup dan diyakini oleh berbagai komunitas > tradisional di Negara kita, termasuk komunitas Bali. > > > > > Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya hormati, > > Meskipun dalam RUU ini telah dicantumkan berbagai perkecualian, namun > perkecualian-perkecualian tersebut memiliki sejumlah kelemahan mendasar. > > Selain cakupannya yang masih sempit dan tidak mewakili kepentingan dan > kebutuhan kultural dan relijius komunitas kami, perkecualian tersebut > juga memberi peluang terlalu besar bagi Negara untuk membatasi kebebasan > komunitas kami dalam merayakan kekayaan kultural serta warisan keagamaannya. > > Contoh paling sederhana adalah perkecualian bagi pementasan kesenian di > gedung kesenian. RUU memaknai gedung kesenian sebagai sebuah tempat > pementasan yang telah mendapat ijin dari Negara. > > Hal ini sungguh sangat membatasi kebebasan para seniman Bali. Kami > besar dalam sebuah tradisi di mana kesenian adalah adalah peristiwa > keseharian, yang spontan dan mengalir. > > Dalam tradisi ini kesenian adalah milik bersama dan panggungnya > mencakup keseluruhan wilayah pulau kami. Karenanya, kesenian Bali tak > memerlukan ruang khusus yang statis untuk tampil. > > Tergantung kepada fungsi serta tujuannya, kesenian Bali bisa > dipentaskan di mana saja, mulai dari gedung pementasan yang megah hingga > perempatan jalan yang sibuk, bahkan hingga ke kuburan sepi di tengah malam. > > Tentunya, masih ada sejumlah keberatan lainnya yang ingin kami > utarakan, termasuk bias gender RUU yang terlalu kental serta urgensi RUU > yang teramat lemah karena telah adanya sejumlah Undang-undang lainnya > yang mengatur tentang kesusilaan dan kesopanan. > > Berbagai argumentasi di atas adalah hasil rumusan sebuah semiloka yang > kami selenggarakan pada Sabtu, 11 Februari lalu. Hingga saat ini, > dukungan kepada sikap yang kami ambil masih terus datang mengalir. > > Tentunya, besar harapan kami agar Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota > Pansus berkenan berkunjung ke Bali untuk secara langsung mendengarkan > aspirasi masyarakat kami mengenai RUU ini. > > > Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan, > > Apa yang telah saya sampaikan tadi hanyalah paparan singkat dari > rumusan penolakan kami. Pemaparan yang lebih mendalam akan dilakukan > oleh rekan-rekan saya yang jauh lebih luas pengetahuannya tentang > dimensi-dimensi relijius, seni, budaya serta adat. > > Kami berkeyakinan bahwa Bapak-bapak serta Ibu-ibu para anggota Dewan > serta Pansus memiliki kepekaan hati, kebijakan pikiran serta rasa > ke-negarawan-an yang mendalam untuk menelaah langkah apa yang sebaiknya > diambil demi kepentingan, ketentraman serta keutuhan bangsa dan Negara > yang sama-sama kita cintai ini. > > Sebagai akhir kata, ijinkanlah saya untuk menyampaikan rasa terimakasih > mendalam atas kesediaan Bapak-bapak dan Ibu-ibu untuk mendengarkan > aspirasi kami. > > Selanjutnya saya persilakan Prof. Dr. I Made Bandem untuk membacakan > rumusan hasil semiloka tersebut. > *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **