[nasional_list] [ppiindia] Cleptocracy, Terorcracy, dan Honestocracy

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 16 Feb 2005 08:56:14 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

Republika
Rabu, 16 Februari 2005

Cleptocracy, Terorcracy, dan Honestocracy 




Yusuf Burhanudin
Ketua Umum Perwakilan PERSIS Mesir.




Terdapat dua tulisan yang menginspirasi saya menulis artikel ini. Pertama, 
tulisan Idi Subandy Ibrahim di harian Pikiran Rakyat (26/1/05), bertajuk 
Mediacracy Vs Cleptocracy. Kedua, tulisan Hendrawan Nadesul, seorang dokter 
yang juga penulis puisi di harian Kompas (9/8/04), bertajuk Honestocracy. 
Dengan tambahan istilah terorcracy, saya rasa, dua gagasan penulisnya di atas, 
masih laik diangkat ke permukaan. Terlebih persoalan-persoalan korupsi, 
terorisme, peran media, dan krisis kejujuran para pejabat negara, masih menjadi 
parasit yang merongrong perjalanan kehidupan demokrasi di negeri ini.

Idi subandy Ibrahim, pakar komunikan budaya dan politik asal Bandung itu 
diantaranya menulis, bukan lagi rahasia umum bahwa korupsi di negeri ini adalah 
masalah yang sistemik (bukan sekadar soal seorang pegawai negeri menggunakan 
kesempatan untuk kepentingan pribadi), sehingga hanya pembaruan yang 
menyeluruhlah yang dapat memberantasnya secara efektif. Korupsi sistemik, 
bencana politik sejumlah negara transisi demokrasi, tidak akan lenyap dalam 
sekejap. Skandal-skandal besar akan terjadi sehingga membutuhkan waktu lama 
dalam memberantasnya. Memberantas korupsi adalah perjuangan melawan perilaku 
culas dan praktik budaya cleptocracy (pemerintahan yang dikuasai oleh 
orang-orang yang bermental maling) di tengah-tengah jabatan publik.

Selain terorisme, korupsi terus menjadi bahaya laten yang bukan saja sekedar 
momok mengerikan, tetapi memang benar-benar menjelma di tengah-tengah hidup 
kaum birokrat kita selama ini. Akibat romeo-juliet kejahatan raksasa ini, 
seluruh rakyat kena dampaknya. Rakyat menderita karena terhambatnya proses 
redistribusi kesejahteraan sosial, juga di sisi lain merasa was-was. Sebab, 
rasa aman yang sejatinya menjadi tugas utama negara, kian mahal diperoleh. 
Akhirnya, korban perilaku korup dan aksi terorisme tiada bukan rakyat banyak. 
Korupsi dan terorisme menjadi semacam teror politik yang selalu menghantui 
sekaligus mengancam seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah ternyata baru sebatas penanganan 
teknis yang kurang sungguh-sungguh dan tidak disertai political will yang 
memadai. Meskipun ada Inpres pemberantasan korupsi, yang terjadi malah 
melahirkan model korupsi baru yang lebih canggih. Demikian dengan pemberantasan 
terorisme, malah menyisakan teror baru yang lebih terlindungi undang-undang dan 
dilakukan secara sistemik oleh pemerintah kepada mereka yang dianggap menentang 
struktur kekuasaan (subversif). 

Demikian bentuk terorcracy modern yang saya maksud. Artinya, sistem ini 
berikutnya sangat rentan dipolitisir demi melindungi jabatan kekuasaan. 
Sebagaimana yang terjadi di zaman Orde Baru, bagaimana kekuasaan secara 
sistemik mengganyang orang-orang kritis yang dianggap mengancam kekuasaan 
(status quo). Langkah ini, tentu saja kontraproduktif karena menampakkan wajah 
ganda: niat baik menumpas kejahatan dengan cara-cara halus-terselubung yang 
tidak kalah biadabnya. Tidak jauh sikap negara adidaya yang mengaku paling 
demokratis namun tidak bisa meneladankan langkah dan perilaku politik yang 
demokratis dan beradab dalam menghadapi musuh-musuh politiknya di luar negeri.

Dalam skala internasional, ''penjajahan'' Amerika Serikat ke Irak (konon kini 
mengancam Iran dan Suriah), adalah bukti demokrasi di tangan negara pemegang 
superpower ternyata rentan disalahgunakan sehingga mempertontonkan wajah ironi 
demokrasi, bahkan juga mudah terkesan rekayasa politik yang konspiratif (baca: 
rasialis). Adapun di tingkat nasional, penahanan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir 
--terlepas dari pemahaman Islam radikalnya di tingkat wacana seperti yang 
pernah diungkapkan Syafii Ma'arif-- sesungguhnya tengah menyuguhkan kepada kita 
betapa susahnya menyatakan kejujuran hukum bahkan nurani kebenaran di tangan 
para pengusung demokrasi sekalipun. Inilah bentuk ironi ganda di sisi lain.

Dengan begitu, dilihat dari sudut pandang moralitas para penjaga gawang 
(gatekeepers) pemerintahan kita saat ini, rasanya menjadi terlalu berlebihan 
untuk berharap menuntaskan agenda korupsi dan terorisme secara jujur dan 
terbuka. Memang, kita pun sesungguhnya menyadari, tidak mudah memberantas 
pasangan kejahatan king-queen ini semudah membalikkan telapak tangan. Perlu 
proses, sosialisasi, pembudayaan, dan konkretisasi hukum terhadap dua jenis 
kejahatan mahabesar tersebut. Meski demikian, upaya teknis-sistemik, tetap 
mesti kita upayakan sesegera mungkin agar akibat yang ditimbulkannya bisa 
dicegah tidak meluas dan melebar ke mana-mana.

Sebetulnya, istilah terorcracy ini saya ambil dari diskusi dengan Atip Latiful 
Hayat, mantan ketua umum Pusat Pemuda PERSIS yang juga kandidat doktor di 
Monash University Australia itu, saat melawat ke Kairo beberapa saat yang lalu 
(29/9/04). Atip di antaranya menulis seputar naifnya pemberantasan terorisme 
internasional. Alih-alih dunia internasional hendak menuntaskan pemberantasan 
terorisme, yang terjadi sesungguhnya malah fenomena state-terorism yang muncul 
ke permukaan terutama dalam menghantam ketidak-murutan negara-negara ketiga dan 
berkembang.

Terorisme model di atas bisa dengan mudah dibaca sebagai bentuk reinkarnasi 
'imperialisme modern' atau penjajahan gaya baru dengan memanipulasi misi 
kemanusiaan yang menjadi tren politik dunia internasional akhir-akhir ini. 
Orang modern (terlebih posisi dunia ketiga dan berkembang), mungkin akan 
menolak mentah-mentah karena semuanya memiliki pengalaman pahit antargenerasi. 
Tetapi ketika penjajahan dibungkus apik sebuah misi kemanusiaan --kendati 
mengorbankan sisi kemanusiaan lain yang tak kalah dahsyatnya-- siapa pun enggan 
menolaknya. Karena, lagi-lagi, khawatir dituduh sebagai pendukung terorisme.

Membelit
Sulitnya meredam korupsi dan terorisme di tengah-tengah kita, cukup menjadi 
bukti telak bahwa para politisi kita memang kurang melek politik. Politik, 
sementara ini kerap dipahami sebatas ajang perebutan kekuasaan. Sehingga, pada 
saat yang sama, menegasikan politik sebagai pengetahuan mengelola kekayaan 
negara maupun redistribusi keadilan hukum yang menjadi hak milik seluruh rakyat 
secara mutlak. 

Orientasi politik yang memisikan kekuasaan, sejatinya bisa melahirkan dua sikap 
ironi politik (apolitik): memolitisir dukungan untuk kepentingan sesaat maupun 
memolitisir 'kekuasaan' sebagai jalur tercepat memperkaya diri dan menangkap 
orang-orang yang kontra-kekuasaan. Dua-duanya, jelas preseden buruk bagi 
terwujudnya tatanan politik kerakyatan yang demokratis, ke depan. Prinsip 
politik kekuasaan an sich, akibatnya sangat paralel; menghalalkan segala cara 
dalam berpolitik, memandulkan nilai-nilai hukum dan keadilan, dan krisis 
ekonomi berkepanjangan. Tujuan hidup bernegara dalam menyejahterakan rakyat 
banyak, kian terkikis seiring sendi-sendi moralitas yang bersemayam dalam 
tujuan luhur politik yang semakin terpinggirkan.

Pendidikan tentang politik yang benar yang berpihak kepada rakyat adalah 
kuncinya. Sebagai pemilik sah negeri ini, Rakyat bersama-sama dengan 
pemerintah, bisa saling bermitra dalam mewujudkan negeri yang adil, makmur, 
aman, sentosa, dan loh jinawi. Karena itu, upaya kritik dan protes setiap warga 
negara terhadap pemerintah, sejatinya merupakan bentuk kepedulian bersama dalam 
memberdayakan kekayaan negara. 

Honestocracy
Sepakat dengan apa yang pernah digulirkan Hendrawan Nadesul tentang gagasan 
honestocracy yang menyiratkan administrasi pemerintahan yang dianggap elok jika 
presidennya eligible, IQ tidak jongkok, dan piawai menguasai bidangnya. Selain 
itu, kini kita juga semakin memerlukan kepribadian pemimpin yang jujur 
(honest). Betapa bangsa yang sudah lama mengidap tumor jiwa (serakah, KKN, 
agresif, antagonistis), telah berhasil memenjarakan pemerataan ekonomi dan 
keadilan hukum. Sehingga pepatah lama mengisyaratkan, mending dipimpin presiden 
yang tidak terlalu pintar tapi jujur ketimbang diatur presiden pintar tapi 
culas.

Bagi saya, gagasan honestocracy ini, tidak mesti dipandang sebagai sistem 
moralitas kekuasaan saja. Lebih jauh, menjadi honestoculture, sebagai etos 
budaya yang kita langgamkan dalam pelbagai bidang terutama pendidikan. 
Kejujuran merupakan prinsip luhur dan terhormat yang mesti dipegang setiap 
orang. Sebab, betapa akibat dekadensi moral dan kian tereliminasinya prinsip 
kejujuran dari pergaulan politik petinggi negara, alih-alih memungsikan diri 
sebagai pelayan rakyat (khadim ummah), kekuasaan yang dititipkan rakyat itu 
justru dipergunakan menjarah seluruh kekayaan negara. Ironi!




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Cleptocracy, Terorcracy, dan Honestocracy