[nasional_list] [ppiindia] Buta Aksara dan Perkembangan Teknologi

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 12 Sep 2006 09:47:12 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REFLEKSI: Buta aksar atau buta huruf 
dibutuhkan oleh penguasa negara karena mudah mengembala rakyat sebagai kambing 
yang hanya bisa berteriak beee beee beee!

SUARA MERDEKA
Selasa, 12 September 2006

Buta Aksara dan Perkembangan Teknologi
  a.. Oleh M Yunus BS 
KEMEROSOTAN suatu bangsa sebenarnya dapat diukur dalam statistik tentang 
kejahatan, anak-anak tanpa orang tua, hasil dan kesempatan pendidikan yang 
direduksi, distruth (rasa tidak percaya), yang semakin menggejala, serta 
minimnya daya peka masyarakat setempat terhadap ilmu pengetahuan. Rendahnya 
persentase jumlah masyarakat yang melek huruf merupakan bagian substansial dari 
kritik Francis Fukuyama sebagai salah satu faktor krusial kemerosotan suatu 
bangsa. 

Oleh karena itu dalam rangka memperingati Hari Aksara (8/9/06), mengoreksi 
kembali perkembangan melek huruf masyarakat menjadi penting sebagai upaya untuk 
mengubah kondisi Indonesia yang kian merosot ini.

Jumlah masyarakat yang buta aksara memang masih berada pada level tertinggi 
dibanding masyarakat di negara-negara lainnya. Masih banyak masyarakat kita 
yang belum mampu menfungsikan daya inderanya untuk menangkap barisan huruf 
dalam satu kata apalagi kalimat. 

Terlepas apakah fenomena tersebut terjadi secara alamiah, karena 
dilatarbelakangi sikap kurang responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, 
atau karena adanya tekanan struktural yang mengharuskan rela menerima keadaan 
apa adanya. Yang pasti fenomena buta aksara atau huruf merupakan salah satu 
problem krusial di tengah-tengah masyarakat kita yang mesti ditekan semaksimal 
mungkin hingga mencapai pada titik persentase terbawah, nol. 

Sejumlah data memperlihatkan bahwa hingga akhir tahun 2004 lalu persentase 
jumlah masyarakat kita yang masih tergolong buta aksara masih mencapai angka 
10,5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Data terakhir yang 
diperlihatkan Balitbang Diknas, hingga akhir 2005 jumlah angka tersebut masih 
mencapai 5,39 juta orang yang terdiri dari 2,80 juta orang berusia 10-44 tahun, 
dan 2,59 juta orang dalam usia 44 tahun ke atas. 

Jumlah tersebut tentu saja sangat besar, hingga wajar jika persoalan buta 
aksara pada masyarakat kita menjadi bagian dari sekian faktor lambannya proses 
kemajuan di negeri ini. 

Di Jawa Barat saja, jumlah penduduk yang masih buta aksara mencapai 216.758 
orang, sementara di Jawa Timur lebih parah lagi. Data Dinas P dan K Jawa Timur 
menunjukkan, bahwa jumlah penduduk Jawa Timur yang belum melek huruf masih 
mencapai 4,5 juta orang yang berkisar pada usia antara 45-70 tahun . Jumlah 
tersebut kemudian memosisikan Jawa Timur sebagai propensi tertinggi tingkat 
buta hurufnya yang kemudian disusul Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi 
Selatan. 

Di beberapa wilayah lainnya, fenomena yang sama sebenarnya juga terjadi dalam 
skala yang begitu besar, meski tidak dipaparkan di sini. 

Artinya di setiap pelosok negeri tak satu pun yang steril dari yang namanya 
buta aksara. Itu berarti pula negeri ini masih tergolong sebagai negeri 
nir-ilmu pengetahuan. Maka wajar, jika dalam setiap persoalan yang ada mesti 
menyisakan problem yang akut dan sulit untuk diselesaikan. 

Dalam ranah politik misalnya, ketidakjelasan orientasi kebijakan politik 
pemerintah, di satu sisi, sebenarnya bukan hanya disebabkan pemerintah itu 
sendiri yang kurang populis, manipulatif dan lain sebagainya. Akan tetapi pada 
sisi lain juga disebabkan oleh masyarakat yang kurang memahami alur dan 
orientasi kebijakan tersebut. 

Logikanya mana mungkin mereka akan memahami arah kebijakan politik pemerintah 
sementara untuk membaca saja mereka tidak bisa. 

Ketidakjelasan orientasi kebijakan politik pemerintah, di satu sisi, sebenarnya 
bukan hanya disebabkan pemerintah yang kurang populis, manipulatif dan lain 
sebagainya. Akan tetapi pada sisi lain juga disebabkan oleh masyarakat yang 
kurang memahami alur dan orientasi kebijakan tersebut. Logikanya mana mungkin 
mereka akan memahami arah kebijakan politik pemerintah sementara untuk membaca 
saja mereka tidak bisa. 

Melalui alat pendengaran mungkin iya, namun dampaknya adalah mereka akan 
memahaminya secara sepotong-sepotong. Apalagi dalam rangka membangun masyarakat 
yang sadar akan pemanfaatan information and communication technology (ICT), 
fenomena buta aksara merupakan faktor paling problematis yang bisa menghambat 
proses upaya tersebut. 

Alih-alih akan terlibat, bahkan upaya tersebut bisa jadi mengalami 
misinterpretasi pada diri mereka sehingga bermuara pada timbulnya sikap 
negative thinking terhadap pemerintah. 

Tanggung Jawab Pemerintah 

Sekali lagi buta aksara merupakan persoalan yang sangat dilematis bagi bangsa 
Indonesia. Meski, pada akhirnya pemerintah itu yang memang semestinya 
bertanggung jawab untuk mendongkrak jumlah angka dan persentasenya. Dalam 
ungkapan lain, sungguh pun persoalan buta aksara merupakan fenomena 
nir-kesadaran individu setiap masyarakat, namun untuk mengubahnya menjadi 
masyarakat yang melek huruf adalah merupakan tanggung jawab pemerintah secara 
utuh. Pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab dari persoalan ini. 

Apalagi hal itu sangat bersinggungan dengan upaya untuk membangun sumber daya 
manusia sebagai prakondisi elementer untuk memperbaiki segala problem yang 
melingkupi seluruh sistem kehidupan bangsa. Dengan demikian beberapa hal yang 
semestinya dilakukan pemerintah, di antaranya adalah, pertama; memberdayakan 
setiap lokus-lokus yang dianggap cukup potensial untuk mengakomodasi masyarakat 
setempat supaya "kembali" pada "kesadaran barunya" tentang pentingnya memahami 
barisan setiap huruf dalam satu kata hingga kalimat. 

Dikatakan "kembali" pada "kesadaran barunya," karena masyarakat pada dasarnya 
sudah memahami bahwa belajar membaca merupakan bagian dari kewajiban setiap 
insan beragama, apalagi agama Islam. Hanya saja lingkungan sosiallah yang 
terkadang menjadikan mereka lupa akan kewajiban tersebut, sehingga ia seolah 
menjadi hal yang baru lagi. 

Tentang lokus-lokus apa saja yang dianggap potensial, tentunya masing-masing 
pemerintah daerah yang lebih tahu. Artinya, pendidikan formal tidaklah cukup 
untuk mendongkrak tingkat persentase jumlah penduduk yang buta aksara . 
Pendidikan formal masih menyisakan bintik-bintik negatif stratifikasi sosial 
baik secara biologis maupun ekonomis; bahwa pendidikan formal hanya berfungsi 
untuk kalangan anak-anak usia dini atau muda, atau pendidikan formal hanya bisa 
ditempuh oleh segelintir orang yang taraf perekonomiannya menengah ke atas. 

Berbeda dengan lokus-lokus nonformal lainnya, ia bisa mengakomodasi seluruh 
masyarakat tampa memandang usia maupun kelas ekonomi. Kedua, sebagai jalur 
utama yang harus ditempuh bagi anak-anak muda atau usia dini, maka pemerintah 
semestinya membuat kebijakan baru tentang pendidikan formal, terutama yang 
menyangkut persoalan biaya pendidikan. 

Selama ini pemerintah belum membuktikan janjinya secara total untuk menghapus 
biaya pendidikan. Yang terjadi di lapangan biaya pendidikan justru semakin jauh 
dari jangkauan masyarakat. Tak ayal banyak anak-anak di usia sekolah yang 
terpaksa hanya gigit jari melihat teman-temannya berangkat ke sekolah, 
sementara mereka berangkat ke tempat kerja. Sebabnya mereka tak cukup dana 
untuk memenuhi biaya sekolah. (11)

- M Yunus, staf pengajar di PP. Hasyim Asy'ari, Yogyakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: