[nasional_list] [ppiindia] Bermimpi Pendidikan Gratis

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 28 Feb 2005 01:38:13 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.suaramerdeka.com/harian/0502/28/opi4.htm
Senin, 28 Februari 2005WACANA

Bermimpi Pendidikan Gratis
Oleh: Sukirman

DALAM rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, berbagai 
kebijakan telah ditempuh oleh pemerintah, satu di antaranya melalui 
peningkatan pemberdayaan partisipasi masyarakat. Hal ini sejalan dengan 
Rencana Program Pembangunan Nasional (Propernas) di mana dikatakan bahwa 
penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dengan school based management dan 
community based participation.
Melalui pendekatan ini diharapkan pendidikan di Indonesia bukan hanya 
menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi masyarakat diharapkan juga 
berpartisipasi dalam menangani permasalahan dan penyelenggaraan pendidikan 
di lingkungan masing-masing.

Dengan demikian, manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model 
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong 
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua 
warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijaksanaan 
pendidikan nasional. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam 
mengembangkan program-program, sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Terlepas dari kebijakan pemerintah tentang manajemen berbasis sekolah dan 
manajemen berbasis masyarakat, sekarang yang perlu diperhatikan adalah 
bagaimana agar anak-anak usia sekolah bisa menikmati pendidikan secara 
keseluruhan, karena tidak semua orang tua siswa mampu membiayai pendidikan 
putra-putrinya.
Mengapa harus mengikuti pendidikan, kalau untuk makan saja masih menunggu 
uluran tangan dari orang lain. Bagaimana dengan kondisi orang tua siswa yang 
datang ke sekolah hanya dengan berpakaian seadanya, jalan kaki atau naik 
becak, dengan satu tujuan yaitu membayar sumbangan pendidikan 
semurah-murahnya dan jika perlu dibebaskan.
Pada umumnya, siswa-siswi yang berkemampuan rendah berasal dari orang tua 
yang kemampuan ekonominya berada di bawah pendapatan per kapita nasional. 
dan yang perlu menjadi perhatian adalah ternyata dari mereka itu sebagian 
besar memperoleh pendidikan di sekolah yang belum memenuhi standar pelayanan 
minimal pendidikan. Padahal dalam pasal 34 ayat 2 Undang-Undang Sisdiknas 
menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya 
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Berdasarkan pasal 34 ayat 2 jelas merupakan tindakan positif untuk 
mengantisipasi orang tua siswa yang tidak mampu membiayai pendidikan, 
sehingga putra-putrinya tetap bisa sekolah. Tetapi berdasarkan kenyataan 
yang ada, masih banyak anak-anak putus sekolah, dan lebih senang membantu 
orang tua untuk meringankan beban ekonomi rumah tangga.
Ini merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi, baik oleh pemerintah, 
orang tua maupun masyarakat. Sekarang akan muncul permasalahan baru, 
mampukah pemerintah menyelenggarakan pendidikan tanpa memungut biaya dari 
orang tua siswa, atau dengan kata lain, gratis, khususnya pada jenjang 
pendidikan dasar.

Kompensasi BBM
Pemerintah dalam salah satu programnya adalah menaikkan harga BBM yang tidak 
mungkin lagi untuk dipertahankan. Subsidi yang diberikan pemerintah sudah 
terlalu besar, padahal kekuatan keuangan negara sangat terbatas. Menteri 
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan bahwa pemerintah akan 
meyediakan pelayanan gratis untuk pengobatan di rumah sakit kelas tiga dan 
program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun bagi keluarga miskin, 
sebagai kompensasi pencabutan subsidi harga bahan bakar minyak.

Ini merupakan janji seorang menteri yang juga kepala Bappenas, mudah-mudahan 
bukan hanya sekadar basa-basi untuk meredam masyarakat agar tidak bergejolak 
dengan adanya kenaikan BBM. Walaupun bidang pendidikan termasuk salah satu 
yang dibiayai dari dana kompensasi BBM, namun jangan sampai hanya sekadar 
sebagai alasan agar masyarakat miskin betul-betul bisa menikmati bantuan 
tersebut.

Perlu diketahui bahwa dengan adanya kenaikan harga BBM pasti akan 
memengaruhi sektor lain yang dirasakan oleh masyarakat kecil, karena 
kenaikan harga kebutuhan sehari-hari dan transportasi jelas akan menjadi 
rintangan dalam kehidupan. Bidang pendidikan bisa teratasi, tetapi bagaimana 
mereka berangkat ke sekolah, makan setiap harinya, peralatan pendidikan dan 
sebagainya yang sekarang sudah mulai merambat naik harganya di pasaran.

Akan menjadi semakin prihatin lagi adalah dampak dari kenaikan harga BBM. 
Selama ini pencabutan subsidi harga BBM hanya akan dinikmati oleh masyarakat 
kelompok atas, karena mereka tidak terpengaruh oleh kenaikan harga BBM, mau 
dijual berapa pun pasti bisa membayar. Masyarakat atas tidak harus 
menanggung penambahan beban sendiri, sebab mempunyai kemampuan untuk membagi 
beban itu kepada orang lain, termasuk kelompok masyarakat bawah. Kemudian 
setiap kali dilakukan pencabuan subsidi BBM, maka bebannya akan berlaku sama 
bagi seluruh anggota masyarakat, padahal banyak kelompok menengah ke bawah 
yang menjadikan BBM sebagai kebutuhan pokok, seperti untuk tujuan produktif.

Bagi kelompok menengah ke bawah, penghapusan subsidi BBM sudah menjadi beban 
mereka, berbagai harga kebutuhan pokok sehari-hari sudah mulai naik, karena 
untuk mengantisipasi kenaikan BBM. Apabila kenaikan harga BBM benar-benar 
terjadi, beban masyarakat menengah akan semakin bertambah, karena akan 
terjadi spekulasi bagi pihak-pihak yang mengambil keuntungan, dengan 
menghilangkan barang-barang yang ada di pasaran, sehingga harga menjadi 
semakin mahal.
Keadaan seperti ini yang menjadi korban adalah masyarakat kelas bawah, sebab 
selalu tidak berdaya diakibatkan tidak memiliki akses terhadap informasi dan 
harus menerima keadaan.
Atas dasar tersebut kalau memang subsidi BBM harus dicabut, tetapi mengapa 
justru yang dijadikan kambing hitam adalah bidang pendidikan dan kesehatan 
masyarakat miskin. Setiap kali akan terjadi pencabutan subsidi BBM, selalu 
pendidikan dan kesehatan dijadikan komoditi unggulan, walaupun sampai 
sekarang masih banyak masyarakat merasa keberatan untuk membiayai pendidikan 
putra-putrinya. Mereka sangat berharap pada pemerintah, agar pendidikan 
gratis menjadi kenyataan.
Berdasarkan hasil sidang kabinet terbatas, yang langsung dipimpin Presiden 
Susilo Bambang Yudhoyono, memutuskan bahwa akan menambah dana Rp 10,6 
triliun dana kompensasai kenaikan harga BBM, yang akan dijadikan subsidi 
kepada rakyat miskin menjadi Rp 17,9 triliun, karena anggaran sebelumnya 
yang tertuang dalam APBN hanya Rp 7,3 triliun. Dana yang dialokasikan khusus 
untuk pendidikan sebesar Rp 5,6 triliun, diprediksikan untuk 9,6 juta jiwa 
siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan SLTA. Andaikata jumlah 
kompensasi yang diberikan sebesar Rp 10,6 triliun, untuk 36 juta sasaran 
orang miskin, maka setiap orang akan menerima Rp 250.000, sedang setiap 
keluarga akan menerima sebesr Rp 750.000 setiap bulan jika terdiri dari tiga 
orang dalam satu keluarga.

Anggaran Negara Cukup

Walaupun pemerintah sudah menganggarkan dana kompensasi subsidi BBM sebesar 
17,9 triliun, namun tidak semua digunakan untuk kepentingan pendidikan, pada 
sektor pendidikan hanya memperoleh bagian Rp 5,6 triliun untuk 9,6 juta jiwa 
siswa, sedangkan lainnya digunakan untuk sektor jaminan kesehatan, bangunan 
infrastruktur pedesaan, pembangunan perumahan rakyat dan sebagainya. Suatu 
data yang cukup membuat untuk berfikir lebih jauh lagi, karena berapa jumlah 
siswa yang harus disubsidi sebenarnya, jangan justru dengan buaian Rp 5,6 
triliun masyarakat sudah merasa puas, padahal jumlah siswa yang dianggarkan 
hanya 9,6 juta jiwa, mulai dari tingkat SD sampai dengan SLTA. Menurut 
perkiraan sementara, data siswa yang tidak mampu bisa mencapai lebih dari 22 
juta siswa, ini diambil dari keluarga prasejahtera sesuai dengan ketentuan 
yang ada. Belum lagi yang tidak terdaftar dalam keluarga, anak jalanan dan 
data sekolah yang tidak akurat, sangat memungkinkan anak yang tidak mampu 
membayar sekolah akan bertambah.

Seandainya biaya pendidikan SD diambil standar minimal sebesar Rp 15.000, 
SMP sebesar Rp 30.000 dan SLTA sebesar Rp 50.000, maka pemerintah akan 
mengeluarkan dana untuk subsidi pendidikan mencapai lebih dari Rp 21 
triliun. Ini belum termasuk biaya pemeliharaan gedung, operasional 
laboratorium dan sebagainya. Padahal pemerintah hanya menganggarkan Rp 5,6 
triliun siswa yang tidak mampu. Apabila pemerintah menganggap pendidikan 
sebagai investasi, sebaiknya anggaran pendidikan dasar harus lebih besar 
dari anggaran infrastruktur yang mencapai Rp 60 triliun setahun. Sebab 
pendidikan merupakan investasi SDM yang tak kalah strategisnya dibandingkan 
dengan pembangunan jalan, jembatan dan lainnya.
Di sini, pemerintah tidak perlu ragu-ragu dengan mengatakan bahwa anggaran 
tidak cukup untuk membebaskan biaya pendidikan bagi setiap warga negara. 
Perlu dikaji sampai sejauh mana para birokrat mulai dari tingkat pusat 
sampai dengan daerah berani mengalokasikan anggaran dari hal yang tak 
substantif ke yang substantif untuk pendidikan. Perlu juga efisiensi dan 
pengawasan yang diperketat pada hilangkan biaya-biaya birokrasi organisasi 
pemerintah, dan lebih diutamakan pada hal-hal yang riil, serta meninjau 
ulang pemborosan anggaran yang tidak jelas kepentingannya. Berikan anggaran 
tersebut untuk kepentingan pendidikan langsung kepada siswa atau institusi 
penyelenggara pendidikan, termasuk bagaimana nasib kesejahteraan guru. 
Taruhlah jumlah guru di Indonesia sekitar 2,2 juta, apabila setiap guru 
menerima tambahan sebesar Rp 500.000 sebulan, maka anggaran tambahan yang 
diperlukan kurang dari Rp 2 triliun. Berarti akan menambah semangat bagi 
guru untuk mengajar, maka mutu pendidikan akan menjadi semakin meningkat.

Jangan Ditunda

Tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk menunda terselenggaranya 
pendidikan gratis, sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas pasal 
34 ayat 2, dan konvensi internasional tentang education for all. Masyarakat 
sangat berharap pemerintah mau mewujudkan dan tidak mengingkari untuk 
menunda pendidikan gratis. Jangan terulang lagi janji-janji dengan 
mengulur-ulur dan mengalihkan ke subsidi silang dalam membiayai anggaran 
pendidikan, karena dalam perhitungan, pemerintah mampu untuk memberikan 
pedidikan gratis bagi sekolah tingkat pendidikan dasar dan menengah. 
Pemerintah hendaknya mengfasilitasi keperluan pendidikan secara keseluruhan, 
sehingga masyarakat tidak terbebani lagi biaya pendidikan yang dirasa 
semakin lama semakin mahal.

Tidak ada alasan untuk menarik dana dari orang tua siswa, sehingga orang tua 
kesulitan untuk membayar, sementara pemerintah tidak mampu mengendalikan, 
akhirnya akan menghambat masyarakat yang memperoleh pelayanan pendidikan. 
Tidak kalah pentingnya bagaimana agar masyarakat yang betul-betul 
membutuhkan bantuan bisa kena sasaran, karena selama ini bantuan yang 
dijanjikan oleh pemerintah, terutama dana kompensasi BBM belum berpengaruh 
terhadap keberlangsungan pendidikan. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah 
kepada siswa hanya untuk biaya sumbangan pendidikan di sekolah, belum 
menyangkut biaya lainnya, termasuk pembelian buku, transportasi, pakaian dan 
sebagainya bagi masyarakat yang membutuhkan.

Masih dijumpai peserta didik yang tidak mau sekolah karena takut belum mampu 
membayar biaya sumbangan pendidikan. Walaupun pemerintah, baik pusat maupun 
daerah, sudah mulai mencoba untuk mengfasilitasi buku ajar, tetapi belum 
bisa menjangkau semua lapisan siswa, dan lebih meprihatinkan lagi jika ada 
sebagian sekolah masih mencoba menjual buku disekolah dengan harga yang 
cukup tinggi, tanpa memperhatikan kualitas dari buku itu sendiri. Beban yang 
diderita orang tua siswa semacam ini hendaknya segera diakhiri dengan 
mempertegas kebijakan pemerintah tentang pengalokasian dana untuk 
kepentingan pendidikan dan melarang untuk tidak menjadikan sekolah sebagai 
komoditi perdagangan terselubung.
Perlu adanya data yang akurat agar penyaluran dana kompensasi BBM tidak 
terlalu banyak menyimpang, pengawasan yang lebih intensif. Pemetaan dan 
pendataan harus dilakukan secara terbuka, trasparansi penyalurannya 
dilakukan sejak pemetaan dan pendataan di tingkat sekolah, dan perlu adanya 
sosialisasi secara terus menerus tentang kriteria penerima beasiswa. Selain 
dari pihak sekolah, untuk menghindari terjadinya ketidakakuratan data dan 
ketelitian pendataan, maka pihak kelurahan juga harus ikut bertanggungjawab 
dalam melakukan pendataan dan pemetaan. Jangan sampai terjadi apa yang 
seharusnya diterima oleh siswa, tetapi justru malah salah sasaran atau ada 
yang tidak terkena sama sekali.
Niat baik yang dilakukan pemerintah perlu menjadi pertimbangan berikutnya, 
karena tidak semua dana yang diberikan cukup untuk membiayai sumbangan 
pendidikan. Masih banyak orang tua yang harus menambah biaya sendiri demi 
memenuhi kekurangan yang harus dibayarkan kesekolah. Belum biaya-biaya 
tambahan yang tidak tertulis dalam ketentuan yang dikeluarkan sekolah.

Seandainya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk subsidi pendidikan 
tingkat SD sebesar Rp 20.000 per bulan setiap siswa, SMP sebesar Rp 50.000 
dan SLTA sebesar Rp 100.000 sesuai dengan rencana yang diusulkan Depdiknas, 
ini sudah merupakan angin segar bagi penyelenggara pendidikan untuk mencapai 
standar pelayanan minimal, namun karena jumlah yang akan diberi subsidi 
hanya sekitar 9 juta siswa mulai dari tingkat SD sampai dengan SLTA, berarti 
bagi sekolah yang mendapatkan subsidi kurang dari yang diharapkan, akan sama 
saja artinya dengan tidak mendapatkan bantuan, karena biaya operasional yang 
diperlukan jauh lebih tinggi dibanding dana yang diterima. Belum lagi dengan 
adanya sekolah yang menetapkan sumbangan pendidikan lebih tinggi dari 
anggaran yang sudah ditentukan, tetap akan memberatkan orang tua.
Sekarang masyarakat hanya menunggu dan menbuktikan sampai sejauh mana 
keseriusan pemerintah dalam memajukan dan memikirkan generasi penerus lewat 
pendidikan, jangan sampai pendidikan dijadikan alasan untuk menghapuskan 
subsidi bahan bakar minyak, sehingga dengan mudahnya harga BBM menjadi naik. 
Kalau memang pendidikan akan gratis, biayailah secara riil dan transparan 
agar masyarakat tidak terlalu berharap dengan janji-janji pendidikan gratis. 
(29)

-Drs Sukirman SPd SH MM, Kepala SMP Negeri 3 Semarang. 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Bermimpi Pendidikan Gratis