[nasional_list] [ppiindia] Bagaimana Hubungan Sikap Manusia Dan DBD?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 23 Feb 2005 23:24:53 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.indomedia.com/bpost/022005/24/opini/opini1.htm

Thursday, 24 February 2005 04:12

Bagaimana Hubungan Sikap Manusia Dan DBD?
Oleh : Juanda A Zuraini

Dalam beberapa bulan ini kita selalu disuguhkan berita baik di media 
elektronik maupun cetak tentang terjadinya kasus demam berdarah dengue (DBD) 
di beberapa wilayah di Indonesia (DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, 
Kalimantan dan sebagainya). Tulisan ini bermaksud untuk merenungkan kembali, 
sejauhmana peran manusia dalam upaya mencegah dan menanggulangi kasus DBD 
tersebut.

Kita ketahui bersama, sebagai biang kerok permasalahan selalu hanya 
ditimpakan pada vektor sejenis nyamuk yang bernama Aedes aegypti sehingga 
semua mata dan perhatian dalam penanggulangan dan pencegahan DBD terfokus 
padanya. Nyamuk tersebut mempunyai ciri hidup, antara lain salah satu yang 
khas adalah larvanya hidup di air bersih yang tidak tersentuh tanah.

Di sini kita harus dapat mengambil pelajaran dari ciri khas hidupnya larva 
tersebut dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Larva tersebut hanya 
bisa hidup di kaleng bekas yang terisi air jernih, kontainer (bak, tempayan, 
tajau, tempat minum burung), pelepah daun yang dapat menampung air dan 
sebagainya.
Pemutusan rantai kehidupan nyamuk tersebut menjadi penting, karena tanpa 
vektor itu insyaallah DBD tidak akan ada. Telah banyak kita ketahui upaya 
yang dilaksanakan, tapi mengapa kasus selalu terjadi bahkan ada 
kecenderungan terjadi peningkatan dengan berujung pada kematian. Program PSN 
yang populer disebut 3M plus (Menguras kontainer air secara berkala minimal 
dua kali seminggu, Mengubur kaleng bekas/atau bahan lainnya yang dapat 
menampung air hujan, Menutup kontainer air secara rapat dan plusnya adalah 
memberikan bubuk abate pada kontainer, mengganti air minum burung peliharaan 
secara periodik, membersihkan dahan/pelepah yang dapat menampung air hujan 
dan sebagainya).
Program tersebut dicanangkan secara nasional dan ditindaklanjuti oleh 
masing-masing pemerintah daerah. Tapi sekali lagi, selalu muncul pertanyaan 
di benak kita mengapa kasus DBD selalu menjadi berita utama (headline news) 
dan ada kecenderungan meningkat?

Mari kita merenung, mengkaji sampai sejauhmana peran kita sebagai manusia 
(umat manusia/human being, masyarakat/citizen) dalam memberikan konstribusi 
penanggulangan dan pencegahan kasus DBD tersebut.
Secara umum, penyebab gangguan kesehatan dapat digolongkan menjadi dua yaitu 
perilaku manusia (behavior) dan bukan perilaku manusia (non behavior). 
Khusus untuk kasus DBD, perilaku manusia mempunyai peranan cukup penting. 
Jika kita mau sedikit berfikir (sebagai sebuah renungan saja) dan 
dihubungkan nikmat Tuhan yang diberikan kepada manusia, seandainya larva 
Aedes aegypti dapat hidup di air jernih yang tersentuh tanah (tanpa 
kecuali), maka kasus DBD akan terjadi sepanjang tahun di daerah rawa, atau 
ada genangan air bersih pada telaga, danau, sumur gali dan sebagainya 
seperti daerah kita Barito Kuala, Hulu Sungai Utara, Tanah laut dan lainnya.

Bersyukurlah kita, Tuhan Maha Adil, larva vektor tersebut hanya bisa hidup 
di air jernih yang tidak tersentuh tanah.
Fenomena yang berkembang di masyarakat menyikapi kasus DBD, dari penglihatan 
penulis (termasuk juga kasus gangguan kesehatan lainnya) dengan tanpa 
mengesampingkan konstribusi non behavior yang juga tidak kalah pentingnya. 
Maka ada beberapa asumsi antara lain: 1. Sebagian orang beranggapan, 
penularan DBD hanya dapat terjadi di daerah kumuh (sub standard). Akibatnya, 
dengan anggapan (asumsi) ini, jika rumah kita sudah bersih (katanya) maka 
dia dan anggota keluarganya sudah terlindungi dari risiko terkena penularan 
DBD. Di sini terlihat ketidakpedulian sebagian orang tentang karakteristik 
hidup larva tersebut. Bukankah larva tersebut dapat hidup di tempat lain dan 
juga sebuah keegoisan tentang perlindungan terhadap dia dan keluarganya dari 
penularan DBD. Bukankah mobilitas seseorang tidak dapat dibatasi, termasuk 
dalam hal ini mobilitas nyamuk itu sendiri. Upaya PSN secara terpadu dan 
menyeluruh (cooperative/sinergic/simultan/integrated) adalah menjadi sangat 
penting sebagai bentuk terbalik dari anggapan di atas.
2. Anggapan bahwa program PSN dalam rangka menurunkan populasi vektor nyamuk 
Aedes aegypti tidak tampak jelas hasilnya, dibandingkan dengan 
pengasapan/penyemprotan (fogging). Memang tidak kita pungkiri dalam PSN, 
sebaiknya dilakukan secara terpadu baik menghilangkan larva maupun nyamuk 
dewasa, tetapi pengasapan (fogging) bukanlah cara terbaik. Nyamuk dewasa 
akan mati dengan pengasapan, tetapi jika tidak dilakukan pemusnahan larva 
maka beberapa hari kemudian larva (jentik) akan menetas menjadi nyamuk 
dewasa. Tidak jarang setelah pengasapan, 1 - 3 hari populasi nyamuk dewasa 
meningkat kembali.
Jika dikaitkan dengan teknis pengasapan itu sendiri, menjadi persoalan yang 
cukup pelik juga. Misalnya bagaimana dosis malathion yang digunakan apakah 
sudah sesuai, karena apabila tidak sesuai dapat berakibat fatal. Terjadi 
resistensi (kekebalan) pada nyamuk tersebut dan hewan nontarget akan mati, 
tetapi jika dosisnya kurang tepat tentunya tidak efektif untuk membunuh 
nyamuk, bau yang ditimbulkan dan melekat pada ruang dan sebagainya.
Di sini kita bisa melihat faktor konstribusi manusia. Seandainya setiap 
orang bertanggung jawab agar rumah dan lingkungannya bebas jentik Aedes 
aegypti, tentunya pengasapan tidak diperlukan lagi.
3. Upaya penyadaran pentingnya PSN akan lebih efektif pada keluarga pasien 
yang terserang kasus DBD, dibandingkan dengan bukan keluarga pasien DBD. Di 
sini terlihat lagi egoisme. Ada anggapan, yang penting bukan anggota 
keluarga kita yang terkena. Padahal kita tahu, nyamuk tidak mengenal status 
sosial dan atribut lainnya. Seyogyanya setiap orang sadar, dia dan anggota 
keluarganya mempunyai risiko yang sama untuk terserang DBD dan merasakan 
kepedihan bagi keluarga penderita (empati).
Jika anggapan ini tertanam pada setiap individu, maka sikap dan tindakan 
yang diambil akan berbeda dalam merespon kasus DBD. Pijakan yang dapat kita 
jadikan referensi yaitu adanya tiga postulat hubungan antara sikap dengan 
tindakan yaitu: pertama, postulat variasi independen (bebas). Artinya, 
hubungan antara sikap seseorang dengan tindakannya tidak konsisten. 
Mengetahui sikap dan tindakan, merupakan dua dimensi dalam diri individu 
yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap, tidak berarti 
dapat memprediksi tindakan yang dilakukan. Ketika sikap seseorang tersebut 
positif, tindakan yang diambilnya negatif. Begitu juga sebaliknya. Dalam 
konteks DBD misalnya, ketika kita tanyakan sikapnya tentang PSN sangat 
positif (mendukung), tetapi dilihat tindakannya yang dilakukan tidak sesuai 
dengan sikapnya.
Kedua, postulat konsistensi tergantung. Postulat ini menyatakan, hubungan 
sikap dengan tindakan sangat ditentukan oleh faktor situasional tertentu. 
Jika kita hubungkan dengan penyadaran pentingnya PSN, hanya efektif pada 
keluarga pasien DBD. Inilah salah satu contoh postulat tersebut. Menurut 
sebagian ahli (Allen, Guy & Edgley, 1980), tampaknya postulat ini yang 
paling masuk akal dan berguna dalam menjelaskan hubungan sikap dengan 
tindakan.
Ketiga, postulat yang terakhir ini yang ideal yakni postulat konsistensi, 
yaitu sikap verbal merupakan petunjuk akurat untuk memprediksikan apa yang 
akan dilakukan seseorang bila dihadapkan pada suatu objek sikap. 
Diasumsikan, adanya hubungan langsung antara sikap dengan tindakan. Bukti 
mendukung postulat ini adalah pola perilaku individu yang memiliki sikap 
ekstrim cenderung berperilaku (bertindak) didominasi keekstriman sikapnya, 
sedangkan mereka yang sikapnya moderat akan berperilaku/bertindak lebih 
didominasi oleh faktor lain.
Upaya penyadaran sikap adalah upaya penyadaran keyakinan sebagai aspek yang 
mendasarinya, sehingga penyadaran bahwa siapa pun mempunyai risiko yang sama 
untuk terserang DBD menjadi penting. Ketika rumah dan lingkungannya sudah 
bersih, tetapi anggota keluarga kita bisa digigit nyamuk ketika sekolah dan 
seterusnya.
4. Anggapan bahwa program PSN hanya dapat dilakukan di perdesaan dengan 
budaya masyarakat bergotong royong. Ada dikotomi pada pernyataan di atas, 
seolah-olah budaya gotong royong tidak dimiliki masyarakat perkotaan. Apa 
yang selama ini kita anggap sebagai sebuah kota, jangan-jangan hanya sebuah 
desa yang besar (big village). Artinya, orang yang tinggal pada suatu tempat 
'ramai' tetapi 'pola hidupnya' masyarakat perdesaan.
Dari data yang ada, kasus DBD prevalensi tertinggi pada masyarakat 
perkotaan. Maka, budaya gotong royong sangat diperlukan dalam 
penanganan/pencegahannya. Sudahkah setiap warga kota membuang sampah yang 
berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk secara benar? Adakah upaya yang 
dilakukan integrated? Sudahkah kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan?
Jangan salah, ketika DBD muncul, dituding hanya menjadi tanggung jawab 
departemen kesehatan. Bagaimana sektor lain berkonstribusi dalam mengambil 
kebijakan dan keputusan yang bermuara pada peningkatan derajat kesehatan, 
contohnya fokus penanggulangan/pencegahan DBD? Banyak lagi pertanyaan di 
balik itu.
Akhirnya sampailah kita pada satu kesimpulan, bagaimana peran manusia dalam 
konteks kasus DBD adalah sangat erat; bukankah pembangunan untuk 
kesejahteraan manusia; bukankah pengambil kebijakan dan keputusan itu sebuah 
perilaku manusia; bukankah sikap yang dimiliki setiap individu mempunyai 
kontribusi dalam pencegahan dan penanggulangan DBD tersebut.
Mari kita merenung sejenak, sampai sejauhmana setiap pribadi berkonstribsusi 
positif secara tulus dan ikhlas bukan dalam konteks kepentingan lain, tetapi 
dalam rangka kemaslahatan orang banyak dan yang terpenting dalam kerangka 
pengabdian kepada Nya.
Bukanlah sebuah kemustahilan kasus DBD tidak terjadi lagi di masa yang akan 
datang atau minimal prevalensinya menurun, manusia adalah objek (sasaran) 
sekaligus subjek (pelaku) pembangunan itu sendiri, maka sepantasnya kita 
melakukan pembangunan yang berwawasan kesehatan. Seorang ahli kesehatan 
masyarakat Indonesia Adhyatma mengatakan, health is not everything, but 
without health everything is nothing (kesehatan bukan segalanya, tapi tanpa 
kesehatan segalanya tidak bisa dilakukan. Walaupun tidak sepenuhnya benar, 
tetapi pernyataan itu patut dijadikan bahan renungan.
Pengajar Politeknik Kesehatan Banjarmasin,
tinggal di Banjarbaru
e-mail: jurusan_kesling@xxxxxxxxxx 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Bagaimana Hubungan Sikap Manusia Dan DBD?