[nasional_list] [ppiindia] BERSATULAH PENGUNGSI MALUKU

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 2 Feb 2006 14:38:30 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **BERSATULAH PENGUNGSI MALUKU
Oleh : Jacky Manuputty  
 

"Ya Allah, kalau Engkau jadi pengungsi pasti Engkau ditipu juga", demikian 
salah satu ungkapan yang terpampang pada sebuah spanduk, dalam demonstrasi 
Koalisi Pengungsi Maluku ke DPRD Provinsi Maluku beberapa hari silam. Tajam, 
gamblang, dan sedikit menggelikan, namun miris menyentuh ruang empati ketika 
saya membacanya. Entahlah, apakah para pengungsi merasa realitas public dengan 
segala elemennya tidak lagi berpihak pada mereka, sehingga Allah-pun harus 
dilibatkan. Namun setidaknya demikian, bila kita cermatI apresiasi public saat 
ini terhadap fenomena pengungsi di Maluku. Rupanya selama kurun waktu tujuh 
tahun disungguhkan tontonan parody pengungsi di Maluku, telah mengkondisikan 
sikap imun public kebanyakan, terkait dengan tuntutan keberpihakan pada 
komunitas pengungsi. Jangankan berpihak, pertemuan-pertemuan konsolidasi untuk 
membicarakan advokasi terhadap realitas pengungsi di Maluku belakangan ini 
lebih banyak diisi deretan kursi kosong. Selebihnya dihadiri penyelenggara dan 
delegasi pengungsi sendiri. Fenomena ini berbeda jauh bila topic yang diusung 
terkait dengan persoalan-persoalan Pilkada, yang hampir selalu penuh dijubeli 
peserta. Pertanyaan mendasar yang lalu menohok disini, dimanakah peran para 
kapitan kemanusiaan yang bercokol di lembaga-lembaga public, lembaga-lembaga 
agama, OKP-OKP, LSM-LSM, jurnalis, atau bahkan deretan akademisi di berbagai 
kampus?. Apakah mereka semua telah mati suri, atau memang secara nurani telah 
kelelahan.
 
Tidak gampang memang mempertahankan konsistensi pembelaan dalam sebuah proses 
advokasi public. Apalagi membela mereka yang tak dapat bersuara, ditengah 
kecenderungan dominant masyarakat yang serba instant dan mengusung sikap 
hedonis sebagai norma. Apa untungnya bagi kita? merupakan pertanyaan diam yang 
kerap membelah batasan nurani antara hitam dan putih. Soal mencari untung 
inilah yang yang pada gilirannya mereduksi rasa memiliki terhadap Maluku dalam 
perspektif yang general. Kebanyakan orang kehilangan sense of belonging 
terhadap ke-Maluku-annya.  Ironis memang, karena seharusnya keterpurukan akibat 
konflik mendorong masyarakat untuk memiliki moralitas bersama/common morality 
guna memperbaiki carut-marut wajah negeri ini.  Terutama common morality untuk 
menyoal nasib mereka yang terpuruk sebagai korban konflik di berbagai barak 
pengungsi.
 
Kembali kepada pengungsi, mati surinya control public terhadap mekanisme 
penanganannya, secara tragis melebarkan ruang bagi berkembangnya jejaring 
manipulasi dan korupsi, pada seluruh mata rantai penanganan pengungsi di 
Maluku. Memang dibutuhkan ketahanan nalar serta nurani, untuk tidak tertundukan 
pada permainan ambivalensi dan inkonsistensi mekanisme, serta jejaring 
pertemanan atau pertalian darah, untuk bisa membabat tikus-tikus pengerat tanpa 
harus ada rasa malu hati. Kalaupun memang harapan pembelaan public serta 
seluruh jejaring elemennya tak lagi mampu bersuara, maka saatnya kita kaum 
pengungsi harus menyatu angkat suara "Bersatulah Pengungsi Maluku". Berikut ini 
beberapa alasan yang mendasari tuntutan penggalangan soliditas gerakan 
pengungsi di Maluku:
 
1.    Tertundukannya kemanusiaan oleh atribut yang simbolik
Salah satu output dari mekanisme penanganan pengungsi adalah tertundukannya 
kesadaran sosial dan relasi kemanusiaan, pada sejumlah atribut yang digunakan 
untuk menandai eksistensi pengungsi. Secara terstruktur dan dalam kurun waktu 
yang panjang kesadaran batin dan pencerapan kolektif pengungsi tereduksi untuk 
mengidentikan dirinya dengan atribut berbagai jenis kartu, ataupun deretan 
angka yang berganti-ganti. Tanpa sadar kaum pengungsi teralienasi/terasingkan 
dari kesadaran dirinya sebagai makhluk sosial dalam relasi-relasi keluarga dan 
masyarakat. Ruang sosial dibalik fenomena pengungsi dipaksa tergantikan oleh 
setumpuk atribut simbolik, yang dipaksa masuk ke dimensi bawah sadar para 
pengungsi. Atribut-atribut identifikasi pada saat yang sama difungsikan sebagai 
atribut-atribut pengendali di tangan para maniak kuasa dan uang, yang memegang 
otoritas penuh terhadap penentuan kebijakan. Inilah fenomena buruh pabrik, atau 
juga fenomena penjara, atau bahkan fenomena militeristik, yang dengan garang 
digugat oleh beberapa pemikir dari aliran dekonstruksi. Karena itu janganlah 
heran kalau fenomena penanganan pengungsi di Maluku lebih didominasi oleh 
diskursus tentang penanda/atribut ketimbang pengungsi yang ditandai. 
 
Pengungsi dibuat pusing untuk memahami titik api, atau kartu putih, merah, dan 
kemudian kuning, sehingga kehabisan energi untuk mewacanakan pemulihan 
integritas dirinya sebagai makhluk sosial. Pengungsi dipaksa memahami dan 
menerima dirinya sebagai seonggok kartu. Tidaklah mengherankan kalau Kepala 
Dinas Sosial Provinsi Maluku dengan arogan dan enteng memberikan komentar di 
media, bahwa BBR pengungsi telah diserahkan kepada kontraktor dan kami tak 
perlu memonitor lagi. Tentu dia benar dan secara moral tak bisa digugat, karena 
toh pertanggung jawaban moral tak harus diberikan kepada tumpukan kartu kuning, 
yang telah dia pakai untuk menggantikan keutuhan integritas pengungsi sebagai 
makhluk moral. Tak dapat pula disalahkan kalau para punggawa rakyat di DPRD 
Maluku cenderung berpihak ke ketiak penguasa, karena toh political benefit tak 
dapat diambil dari tumpukan kartu merah ataupun kuning. 
 
2.    Mekanisme telah menjadi Makan'isme
Substansi mekanisme terkait dengan tata aturan dalam sebuah system. Bagaimana 
menentukan interkoneksi antar elemen yang mengatur dinamika sebuah system, 
kurang lebih merupakan pemaknaan dari mekanisme. Sementara substansi makan'isme 
terkait dengan aktifitas makan sebagai nilai tertinggi yang harus 
diperjuangkan. Secara substantive keduanya bisa berbeda, namun secara strategis 
keduanya bisa jalin menjalin dalam sinergitas yang taktis dan indah. Tak sulit 
diduga, bagaimana mendesign mekanisme untuk memuaskan karakter makan'isme, itu 
yang mau kami katakan. Hal ini nampak dalam mekanisme penanganan pengungsi di 
Maluku selama sekian tahun belakangan ini. Inkonsistensi dan ambivalensi 
penetapan mekanisme penanganan pengungsi, dalam kenyataannya telah memberikan 
ruang bagi pemuasan hasrat makan'isme dari tikus-tikus pengerat di setiap level 
penanganan. Kembali pada contoh komentar Kepala Dinas Sosial Pemprov Maluku, 
terkait dengan monitoring penyaluran BBR oleh para kontraktor. Komentar enteng 
dan naïf seperti itu mengimpresikan bagi public lemahnya elemen control atau 
monitoring dalam design mekanisme penyaluran BBR di Maluku. Bila by design 
elemen ini lemah ataupun sengaja dilemahkan, maka jangankan di lobang-lobang 
got yang berbau busuk, di atas meja makan bertabur melati sekalipun para tikus 
pengerat bisa dengan leluasa menjalankan aksinya. Hal ini jelas nampak melalui 
presentase infocus Koalisi Pengungsi Maluku (KPM), di ruang pleno para wakil 
rakyat nan sejuk. Tampilan foto rumah-rumah pengungsi yang telah dibangun di 
berbagai lokasi, menunjukan betapa digdayanya para tikus mengerat setiap bagian 
rumah. Jelas kalau di salah satu spanduk KPM yang terusung ke DPRD tertulis 
"kami perlu rumah dan bukan kandang". Para punggawa rakyat itu bungkam. 
Beberapa diantaranya hanya bisa menggelengkan kepala. Entah untuk apa 
menggeleng, karena merekapun merupakan salah satu elemen dari mekanisme itu. 
Mungkin bukan saja mekanisme, karena  orang tahu bahwa banyak punggawa 
rakyatpun adalah bagian inheren dari makan'isme. Simak kutipan cerita ini,
 
"Saya sementara duduk dengan salah satu anggota DPRD Prvonsi Maluku di resto 
Hotel Mutiara. Sejenak kemudian seorang staff dari salah satu dinas di 
lingkungan Pemprov Maluku menghampiri kami. Tanpa sungkan ia menyodorkan 
envelope putih kepada sang anggota dewan teman saya. "ini jatah bapak setelah 
hearing tadi dengan pak kepala dinas" ucap si staff datar. Entah karena ada 
saya disitu, teman saya agak marah dan menolak pemberian itu. "jangan pak, 
nanti saya dimarahi. "Teman-teman bapak di komisi sudah dikasih, dan hanya 
bapak saja yang belum" ucap si staff menanggapi. "yah tapi masa dikasih disini" 
ujar teman saya pelan tapi tegas.
 
Entah diberikan dimana kemudian envelope itu, saya merasa tak perlu tahu. Tapi 
setidaknya ini satu dari banyak fakta bahwa gedung dewan yang terhormat juga 
menjadi ruang bagi praktek-praktek makan'isme. Karenanya di ruang Sang Wakil 
Ketua DPRD Provinsi Maluku saya  menjadi sangat geli dan kemudian marah, ketika 
kehadiran KPM disambutnya dengan menyoal ketentuan mekanisme dewan. Demikian 
pula pada suatu kesempatan saya merasa sangat mual ketika seorang asisten 
Pemprov Maluku, mengurai kecerdasannya menyusun mekanisme penanganan pengungsi, 
dihadapan para pengungsi yang terbengong-bengong terhadap tekhnologi grafik 
design, yang ditampilkan lewat display kotak canggih LCD. Betapa tidak, saya 
cukup mengerti bahwa kebanyakan model dan mekanisme yang muncul pada display 
screen, tak lebih dari kosmetik di atas meja sang asisten. Toh output dari 
sebuah mekanisme harus terukur dari implementasinya di lapangan. Menyimak 
presentasi KPM dalam pertemuan di gedung dewan, dengan sangat graphic dan 
gamblang kita tahu, bahwa output dari mekanisme penanganan lebih banyak 
diwarnai nuansa makan'isme. Terhadapnya tidak ada elemen punishment/sangsi yang 
diharapkan bisa memberi efek jera terhadap para tikus pengerat. Eksekutif hanya 
bungkam ketika beberapa anggota dewan mempertanyakan data kontraktor nakal dan 
tindakan hukum yang diambil terhadap mereka, terkait pembangunan rumah 
pengungsi. Mereka memang pantas bungkam, karena bukan rahasia umum lagi bahwa 
ada kuaota 10% (atau bahkan lebih) dari setiap project yang harus diberikan 
kontraktor kepada pimpro. Menetapkan sangsi hukum kepada kontraktor, sama 
dengan membuka borok para eksekutif. Menghapuskan peluang makan'isme dari 
mekanisme sama dengan menutup lumbung para maniak kuasa dan uang, yang 
menafkahi keluarganya dengan sumpah serapah para pengungsi yang terampas 
hak-hak mereka.
 
3.    Menjangkitkan ketakutan bagi penguasa lalim
Saat paling menakutkan bagi penguasa lalim dan arogan adalah ketika rakyatnya 
bersatu menentangnya. Karena itu dalam system pemerintahan rezim, tekhnologi 
penundukan rakyat harus secara terstruktur dikembangkan. Mulai dari manipulasi 
mental, pencerapan, politik uang, sampai dengan cara-cara kasar melalui 
represi. Satu yang paling pokok, jangan biarkan rakyat atau orang-orang kecil 
bersatu. Buat mereka berselisih. Kondisikan dan biarkan mereka berkonflik. 
Ciptakan system dan mekanisme yang memecah soliditas mereka. Pada akhirnya 
mereka tak mampu menentukan kebijakan bersama bagi diri mereka secara kolektif. 
Kondisi ini secara efektif akan melanggengkan ketergantungan dan kepatuhan 
mutlak terhadap mereka yang berkuasa. Ini semua cara rezim, sekaligus gaya 
predator yang siap menggerogoti tumpukan sum-sum di belikat rakyatnya.
 
Tentu dalam perspektif di atas saya tak berpretensi untuk mengidentikan 
pemerintahan di Maluku sebagai sebuah rezim, yang dipimpin oleh Gubernur Karel 
Ralahallu. Namun menyimak karakter para pejabat pemerintahan di daerah ini, 
jujur harus dibilang bahwa mentalitas rezim ternyata juga menjangkiti banyak 
diantara mereka. Rakyat kecil dan terutama pengungsi betul-betul dibuat 
tertundukan dan tak berdaya, ketika berhadapan dengan mereka. Indikatornya tak 
perlu diulas lebih jauh, namun secara sederhana perhatikan saja gaya bertutur 
dan bahasa tubuh/body language mereka ketika berhadapan dengan para pengungsi. 
Betul-betul terjaga dan mengambil jarak dengan logika kerakyatan. Performance 
macam ini secara sadar kerap dikembangkan untuk mengimpresikan kuasa dan 
otoritas penundukan, sejak awal pertemuan dengan komunitas pengungsi. Apalagi 
bila komunitas pengungsi yang datang tak seberapa jumlahnya, untuk menentukan 
posisi tawar mereka. Nantilah ketika cara ini tak lagi ampuh, maka tahap 
berikutnya dalam strategi penundukan dijalani. Panggil koordinator-koordinator 
aksi pengungsi secara terpisah. Secara persuasive sogok mereka dengan sejumlah 
uang. Kalaupun tak mempan instrument represif mulai dipertimbangkan untuk 
membungkam mereka. Makanya jangan heran kalau banyak coordinator atau mereka 
yang vocal memperjuangkan hak-hak pengungsi mendadak bungkam. Mereka telah 
terbeli atau tertundukan secara represif. Di tangan rezim masa lalu, senjata 
adalah instrument pembungkam. Namun rezim saat ini menggunakan uang dan 
iming-iming fasilitas sebagai alat penundukan. Karenanya ketahanan nurani dan 
mekanisme control internal menjadi mutlak dalam menggalang solidaritas advokasi 
bagi pengungsi. Terutama yang saat ini dilakoni oleh Koalisi Pengungsi Maluku 
(KPM). Hanya dengan begitu gerakan pengungsi akan menjangkitkan ketakutan bagi 
para predator di kelas penguasa. Satu hal harus diingat, bahwa jumlah pengungsi 
masih cukup besar untuk digalang sebagai kekuatan masa yang menakutkan. Mereka 
yang hak-haknya dikebiri adalah bencana bagi perkoncoan penguasa, bila mereka 
bisa digerakan. Hanya ketika kita bergerak bersama, penguasa lalim tak lagi 
nyenyak tidurnya. Makananpun menjadi sembilu tajam yang mengiris hitam  belahan 
lidahnya. 
 
Kembali ke persoalan pokok kita, tuntutan bersatunya pengungsi Maluku adalah 
prinsip utama dalam strategi perjuangan kelas. Penguasa dengan sangat sadar 
telah mengembangkan mekanisme kelas, yang didalamnya kelas pengungsi 
dikondisikan untuk tunduk pada system yang tak manusiawi. Tidak ada pilihan 
lain kecuali melawannya, dan untuk melawan kita harus menggalang solidaritas. 
Jangan lagi mengurus BBR dalam kelompok kecil-kecil. Jangan lagi memperlihatkan 
kerelaan untuk menerima berbagai pemotongan jadup yang tak manusiawi. Jangan 
lagi menjadi bungkam untuk menerima rumah jadi yang serupa kandang. Jangan lagi 
membiarkan tikus-tikus pengerat mengebiri paket-paket hak pengungsi. Jangan 
lagi bersopan-sopanan dengan penguasa lalim bermental rezim. Hanya dua kata 
yang harus membingkai solidaritas kelas pengungsi. BERSATU dan LAWAN!. 
Percayalah, ketika pengungsi bersatu, gelombang ketakutan akan menerjang para 
penguasa lalim, laksana tsunami menggempur Aceh. Di saat itu Allah-pun tak 
perlu menjadi pengungsi.

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] BERSATULAH PENGUNGSI MALUKU