[nasional_list] [ppiindia] Antara Soeharto dan Tibo cs

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 30 May 2006 05:19:05 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/poskup/2006/05/30/edisi30/opini.htm

Antara Soeharto dan Tibo cs

Oleh Robert Bala *

RUPANYA agak aneh (lagi lucu) untuk 'menyandingkan Soeharto dan Tibo cs. 
Soeharto, mantan presiden RI, merupakan sosok yang paling 'disegani' selama 32 
tahun pemerintahannya. Pribadi yang sering digelar "The Smiling President", 
menyimpan senyum khas, meski tak jarang sulit ditebak maksudnya. Bahkan tak 
jarang, senyum manis itu berakhir tragis. Dengan kepiawaian dan kejeniusan 
militeristiknya, dia berhasil menjadikan ABRI dan Golkar sebagai ujung 
tombaknya dalam menafsir pelbagai kegiatannya. Tiga Serangkai itu cukup kompak 
hingga bisa bertahan dalam kurun waktu 32 tahun.

Tibo cs (bersama Dominggus da Silva dan Marianus Riwu) bukanlah figur yang 
dapat diperbandingkan. Mereka hanyalah warga sederhana lagi miskin. Bahkan 
begitu melaratnya hingga tidak bisa bertahan hidup di kampung halamannya. 
Mereka lantas tergerak untuk mengubah nasib melalui program transmigrasi. Namun 
sial menimpah. Mereka akhirnya 'terkenal'. Nama mereka ramai dibicarakan karena 
disinyalir sebagai dalang bahkan otak intelektual di balik Tragedi Poso. 
Hukuman mati pun tengah menanti, mengikuti proses isolasi yang sudah dimulai 
minggu lalu.

Lalu, mengapa dua kasus yang sangat berbeda itu disatukan? Jawaban atas 
pertanyaan ini bukan saja soal waktu. Pengumuman tentang pembatalan proses 
peradilan terhadap Soeharto kebetulan hadir bersamaan dengan penolakan grasi 
terhadap Tibo cs. Lebih dari itu, kedua kasus di atas diperbandingkan karena 
esensi permasalahannya mirip kalau enggan disebut sama.

Soeharto, mantan rezim Orde Baru, yang dosa-dosanya sudah diketahui (belum 
terhitung dosa yang belum diketahui dan diakui) "diampuni" (baca: dihentikan 
proses peradilannya) dengan pertimbangan kemanusiaan. Keadaan kesehatannya yang 
semakin memburuk, ditambah umurnya yang sudah sangat renta, sambil tidak 
melupakan jasa-jasanya dalam membangun Republik ini (hingga pernah digelari 
Bapak Pembangunan Indonesia), maka rasanya sangat keterlaluan untuk 
menghakiminya tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Untuk itu dalam 
nada seia sekata, senada dan seirama para petinggi negara (bukan masyarakat) 
'mengamini' penghentian proses peradilan.

Keberanian para petinggi negara perlu disaluti. Di tengah kontroversi yang 
sangat mungkin berakibat terhadap pengenduran dukungan hingga melemahnya 
popularitas pemerintah terutama SBY dan JK (dan pejabat yang lainnya), mereka 
ingin mengetuk rasa kemanusiaan kita semua. Mereka menyapa kita untuk 
menghidupi sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sebuah sila penuh makna 
lantaran menggugah setiap pribadi untuk tidak hanya berkuatat pada tuntutan 
hukum (yang tak jarang sangat rentan terhadap dendam dan rasa kecewa 
ataskesalahan Pak Harto), tetapi menerobosnya hingga masuk kepada relung 
pribadi kita. Di sana rasa kemanusiaan kita disentuh, hati nurani kita disapa, 
dan pertimbangan akal budi kita diuji untuk dapat mengambil sebuah keputusan 
yang tepat. Hasil dari semuanya diharapkan untuk mengarah kepada absolusi 
mutlak tanpa memberi tempat kepada rasa dendam dan kecewa. Biarkan "the big 
boss" dari Orde Baru menikmati hari tuanya. Hukuman selanjutnya diserahkan 
kepada "Yang Di Atas
 " sana.

Menonjolnya pertimbangan kemanusiaan dalam kasus Pak Harto menjadi acuan untuk 
mempertanyakan hal yang sama dalam kasus Tibo cs. Tanpa meremehkan proses 
peradilan yang telah ditempuh dalam mengkaji, meneliti Tragedi Poso, yang 
tentunya sudah dipertimbangkan dari pelbagai segi, tetapi masih tersisa 
kebingungan yang bukan mustahil memunculkan kegalauan dalam menerima begitu 
saja eksekusi mati. Salah satu diantaranya adalah penolakan terhadap PK II, 
meski pengajuannya telah disertai bukti-bukti baru yang seharusnya perlu 
dipertimbangkan.

Penolakan di atas memunculkan pertanyaan: mengapa proses peradilan itu begitu 
cepat ditempuh? Pada tanggal 5 April 2001, Pengadilan Negeri Palu memutuskan 
hukuman mati terhadap Tibo cs. Hanya sebulan kemudian (tepatnya 17 Mei 2001), 
keputusan itu diperkuat oleh keputusan Pengadilan Tinggi Sulteng. Mahkamah 
Agung sebagai lembaga tertinggi peradilan meneguhkan keputusan yang sama pada 
tanggal 21 Oktober 2001.

Begitu cepatnya proses peradilan seperti ini di satu pihak dapat menjadi 
indikasi keseriusan SBY dan JK, sebagaimana dijanjikan ketika menjabat Menko 
Kesra dan Menko Polkam untuk menyelesaikan sampai tuntas Tragedi Poso. Namun 
bukankah hal itu dapat menutup kemungkinan terhadap munculnya bukti-bukti baru 
(novum) sesudahnya yang selain mengklarifikasi permasalahan, tetapi juga lebih 
memberikan bobot keputusan?

Bukan itu saja. Yang lebih menyayat hati ketika bukti-bukti baru itu akhirnya 
tidak dapat mengubah keputusan lantaran Peninjauan Kembali (PK) hanya bisa 
dilakukan sekali dan tidak memberikan kesempatan untuk PK II. Dalam konteks 
ini, niat untuk menyelesaikan kasus secepat mungkin dapat berdampak tragis. Di 
satu pihak kita menghukum orang yang belum tentu menjadi dalang kerusuhan. Di 
lain pihak kita membiarkan dalangnya untuk terus menganyam kasus serupa guna 
diterapkan di tempat lain. Hal seperti itu tentu sangat kita sesalkan.

Cela yang masih tersisah dalam kasus Tibo Cs kini hadir menyapa rasa 
kemanusiaan kita. Hal itu bukan saja terkait eksekusi mati yang nota bene 
bertentangan dengan HAM, tetapi lebih dari itu karena terdakwa yang kini 
menanti ajal tidak bisa terbebas dari jeratan hukum yang sebenarnya sudah 
meringankannya melalui bukti-bukti baru hanya karena PK II tidak memberi 
tempat. Kalau demikian, maka bukankah hukum itu dibuat untuk manusia? 
Kalaudalam kasus Soeharto, pertimbangan kemanusiaan begitu nampak, mengapa hal 
itu menjadi absen dalam kasus Tibo cs? Jawaban atas pertanyaan ini hanya 
terdapat dalam diri petinggi negeri ini yang memiliki kuasa dalam menafsir 
hukum dan menjadikan reformasi sebuah transformasi nyata.

* Penulis, pengamat masalah sosial politik


--------------------------------------------------------------------------------

Tiga problem aktual di NTT

Oleh Inosensius Nahak Berek *

DENGAN melihat curah hujan yang tidak teratur dan kondisi alam seperti yang 
terjadi akhir-akhir ini, kecemasan masyarakat kelas bawah semakin terasa. 
Kecemasan terbesar dapat dilihat dalam gagalnya panenan. Tentunya masalah ini 
harus disikapi secara serius oleh siapa, terlebih bagi masyarakat kecil. Banyak 
pertanyaan bisa muncul di mana kita harus bersandar bila kita telah masuk dalam 
situasi seperti ini? Masalah seputar masyarakat kecil sampai dengan saat ini 
tergolong cukup serius.

Dalam Harian Umum Pos Kupang, Rabu (24/5), ditulis dengan sangat jelas di 
halaman depan bahwa satu keluarga tewas. Dalam dugaan, empat anggota keluarga 
ini tewas setelah mengonsumsi jagung rebus dan sayur daun pepaya, Sabtu (20/5). 
Lagi-lagi kaum kecil menjadi korban dari "kemiskinannya". Fenomena ini telah 
membuka cakrawala berpikir kita tentang letak substansi persoalan yang 
sesungguhnya.

Pada tempat pertama saya mencoba melihat satu masalah pokok yang kini menjadi 
"bibit" problem yakni berkembangnya sikap membiarkan seseorang untuk mengambil 
sikapnya, tanpa adanya pendampingan. Masyarakat kita dewsa ini masih tergolong 
masyarakat yang tingkat pemahamannya masih jauh dari harapan kaum intelektual. 
Di sini sistem pendekatan terhadap masyarakat perlu dibangun demi pencaharian 
titik kelemahan masyarakat kita. Kekritisan masyarakat mencari jalan terbaik 
untuk keluar dari masalah eksistensialnya masih sangat memrihatinkan.

Masalah kemiskinan bangsa Indonesia pada umumnya terlebih masalah kemiskinan 
kita masyarakat NTT pada khususnya masih harus perlu disikapi secara bijaksana. 
Kemiskinan masyarakat kita hemat saya bukanlah kemiskinan struktural, atau 
masalah kemiskinan janganlah dilihat sebagai nasib karena sudah ditakdirkan 
sejak manusia dilahirkan. Sebenarnya ada satu masalah serius yang muncul dalam 
lingkungan masyarakat kita yakni masih menganut sistem pemakaian tanpa 
perhitungan.

Minimnya sikap mengantisipasi masalah yang akan dihadapi, serta lemahnya sikap 
bekerja keras. Tanda-tanda ini telah melekat dalam diri masyarakat kita. 
Contohnya, ketika hasil sudah dipanen, orang tidak lagi ke kebun untuk 
membersihkannya sambil memikirkan tanaman apa yang harus dibudidayakan setelah 
memperoleh hasil yang ada. Dan, pikiran yang muncul biasanya orang akan 
bersenang-senang tanpa berpikir untuk mencari jalan lain dalam melipatgandakan 
hasil demi mencukupi kebutuhan hariannya. Kenyataan ini seakan telah menjadi 
tradisi, sehingga upaya untuk kita mengubah pola pikir seperti ini butuh waktu 
dan pengertian dari masyarakat setempat.

Sesungguhnya yang menjadi penanggung jawab utama bagi masyarakat untuk 
mengentas kemiskinan adalah diri kita sendiri. Kitalah pusat dan sumber 
kekuatan untuk mengubah problem kemiskinan. Kitalah yang perlu mengubah pola 
hidup santai dalam bekerja dan menjadikan kerja sebagai bagian ultim bagi hidup 
dan mulai menghidupkan nilai kerja dalam hidup. Hendaknya kerja dilihat sebagai 
medan bagi kita untuk mengasah hidup secara lebih bijaksana dan 
berperikemanusiaan. Dalam pola pikir inilah kita semakin disadarkan secara 
lebih profesional.

Apakah pemerintah harus berdiam diri melihat masalah kemiskinan yang semakin 
marak di daerah kita ini? Masyarakat dan pemerintah merupakan dua poros 
kehidupan yang saling menunjang. Pemerintah ada karena masyarakat dan 
masyarakat akan hidup sebagaimana adanya bila pemerintah mengambil perannya 
secara tepat. Pemerintah sebagai institusi mempunyai peran yang besar untuk 
terlibat dalam masalah kemasyarakatan. Upaya menyikapi problem kaum kecil 
hendaknya mendorong nurani mereka (baca: pemerintah) untuk semakin dekat dengan 
rakyat. Kemiskinan rakyat kita sebenarnya dilatarbelakangi oleh lemahnya sikap 
antisipatif terhadap persoalan.

Langkah pemerintah yang tepat untuk mewaspadai terakumulasinya persoalan 
masyarakat kita, hemat saya, pemerintah mulai turun lapangan dan mencoba untuk 
memberikan penyuluhan berupa pelatihan-pelatihan praktis berkaitan dengan 
profesi masyarakat setempat. Disamping itu pula pemerintah hendaknya mulai 
membekali masyarakat dengan sarana-sarana yang membantu memperlancar usaha 
masayarakat kita. Kontinuitas kehadiran dalam metode seperti ini memang tidak 
mutlak memberi pemulihan seratus persen atas masalah masyarakat kita, tetapi 
sebagai langkah awal untuk meminimalisirnya.

Dengan demikian ketiga masalah fundamental di atas yang dialami oleh kita, 
bukan menjadi "virus" yang harus ditakuti, dan mematikan melainkan dengan kerja 
sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, tentu saja dan pasti bahwa 
akan nampak suatu perubahan yang cukup berarti. Itulah problem kita di NTT, 
kemiskinan, masyarakat dan pemerintah. 

* Penulis, Frater Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui-Kupang


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Protect your PC from spy ware with award winning anti spy technology. It's free.
http://us.click.yahoo.com/97bhrC/LGxNAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Antara Soeharto dan Tibo cs