** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** SUARA PEMBARUAN DAILY WashWatch Zhao Ziyang dan Hotel Rwanda Christianto Wibisono MANTAN Ketua Partai Komunis Tiongkok, Zhao Ziyang meninggal setelah hampir 16 tahun hidup sebagai tahanan politik di rumah kediaman, sejak dipecat tahun 1989. Mantan aktivis demonstran, Wu-er Kaixi menulis di The Asian Wall Street Journal bahwa Zhao sebetulnya terlambat dalam melakukan pendekatan ke mahasiswa di Tiananmen pada 19 Mei 1989. Putusan Politbiro Partai Komunis Tiongkok telah diambil untuk membubarkan demonstrasi mahasiswa dengan kekerasan yang akan terjadi pada 4 Juni. Karena itu, Zhao sebetulnya mundur sia-sia dan kunjungan ke Tiananmen tidak menyelamatkan dirinya maupun mahasiswa. Tapi sebenarnya, walaupun Zhao tergusur dan mahasiswa terbantai, reformasi ekonomi RRT berjalan terus, dan pengganti Zhao, baik Jiang Zemin maupun Hu Jintao, sekarang sudah mengizinkan kaum bisnis menjadi anggota Partai Komunis Tiongkok. Dunia memang penuh dengan cerita panjang yang kadang-kadang tidak berakhir secara sederhana. Mikhail Gorbachev adalah pelopor glasnost dan perestroika di Uni Soviet. Ia malah tergusur dari jabatan Presiden Uni Soviet karena negara itu bubar akibat gelombang demokratisasi. Wapres Bung Hatta rela mundur dengan "sukarela" karena tidak tahan berduet dengan Bung Karno yang egonya terlalu besar. Sejak itu, Bung Hatta sulit masuk kembali dalam jalur kekuasaan. Karena tradisi negara berkembang Dunia Ketiga selalu memperlakukan lawan politik seperti musuh bebuyutan, yang sulit untuk melakukan come back setelah tergeser dari pusat kekuasaan. Di negara demokrasi mapan, lawan politik bisa dikalahkan dalam satu pemilu, tapi mereka bisa terpilih kembali sehingga tidak perlu saling membunuh lawan politik secara biadab. Memang telah terjadi "perbaikan" dalam nasib lawan politik, tidak lagi disingkirkan secara fisik seperti kasus Munir, tapi "dimatikan" secara perdata seperti Petisi 50 Ali Sadikin cs di zaman Soeharto. Kenapa Revolusi selalu memakan anak-anaknya sendiri. Seperti di Prancis, Danton, Marat dan Robespierre akhirnya saling terbunuh diguillotine. Reformasi Indonesia juga menelan anak anaknya sendiri, saling gusur seperti Poros Tengah menyetop hak Megawati untuk jadi presiden, diberikan ke Gus Dur. Tapi Gus Dur tidak bisa diperalat Poros Tengah, karena itu Amien Rais menggusur Gus Dur untuk mengangkat Megawati. Tapi akhirnya Amien Rais sendiri malah tersisih keluar arus kekuasaan oleh Reformasi yang berjalan setengah-setengah. * PENYAKIT negara berkembang Dunia Ketiga dan negara bekas totaliter, seperti RRT memang merupakan pelestarian sistem politik manunggal yang tidak mengenal suksesi melalui pemilu melainkan selalu melalui konspirasi elite politik saling menjatuhkan dan menikam satu sama lain. Karena kekuasaan dimonopoli dan harus disalurkan dari satu pusat tanpa mengenal dan menghormati tradisi oposisi. Berbeda pendapat selalu dianggap pengkhianatan, dan hanya ada pilihan mati secara beneran atau mati secara politik, tidak mungkin mengambil alih kekuasaan melalui pemilu yang bersih dan jujur. Menonton film "Hotel Rwanda" kita juga menyaksikan betapa para pemimpin negara berkembang, tega dan keji mengorbankan rakyat yang berbeda suku dalam suatu pembantaian yang menelan satu juta jiwa suku Tutsi oleh milisia suku Hutu. Film "Hotel Rwanda" mengungkap kisah nyata seorang manager hotel berkebangsaan Hutu, yang dengan nekat melindungi para pengungsi Tutsi, justru dari ancaman pembantaian oleh milisia suku Hutu. Manager hotel bernama Paul Rusesabagina itu sekarang hidup bersama keluarganya di Brussels, Belgia. Memang hanya mampu menampung sekitar 1.000 orang pengungsi Tutsi, yang merupakan jumlah tak berarti dibanding korban total satu juta orang Tutsi yang dibantai secara kejam oleh suku Hutu. Pembantaian Rwanda terjadi 10 tahun yang lalu dan peristiwa yang sama sedang terjadi di Darfur, Sudan. Tapi tidak ada kampanye untuk menyelamatkan Darfur dari Dunia Ketiga dan Timur Tengah, karena yang jadi korban adalah orang Afrika Hitam non-Muslim. Sedang rezim penindasnya mirip Saddam Hussein, dianggap boleh saja melakukan pembantaian karena seagama dengan mayoritas diktator Timur Tengah. Di Bosnia, pasukan AS dan NATO turun tangan untuk mencegah pemusnahan penduduk yang beragama Islam, tapi tidak ada rasa terima kasih kepada AS atau NATO. Sebagian milisia Bosnia malah terlibat dalam jaringan Al Qaeda dan menjadi pengagum Osama bin Laden, hanya karena faktor agama. Penyalahgunaan solidaritas suku seperti Hutu anti-Tutsi dan perang agama yang disulut oleh Osama bin Laden memang harus dikoreksi. Dan yang paling bisa mengoreksi adalah tokoh dari Dunia Islam sendiri. Karena itu, editorial Kompas yang memuji fenomena maverick Kolonel Muamar Khadafi yang menganjurkan Iran dan Korea Utara menghentikan program nuklirnya, sangat menarik. Jarang ada orang kaliber Khadafi berani mengatakan sesuatu yang melawan arus. Biasanya pemimpin ingin popularitas dan tidak berani mengoreksi rakyat dan massa yang telanjur tenggelam dalam histeria dan paranoid antimusuh politik secara sadis. Pemimpin yang lemah takut kehilangan popularitas, dan malah ikut menghasut rakyat untuk tambah membenci lawan politik. Sebaliknya pemimpin yang bisa melihat visi dan misi yang jauh ke depan berani melawan arus dan mengambil risiko. * BISA terjadi kejatuhan seperti Gorbachev dan Zhao Ziyang. Khadafi barangkali akan dicap antek AS karena mau menjadi "pendukung" AS dalam konfrontasi dengan terorisme bernuklir. Barangkali juga Khadafi akan menjadi tidak popular dan akan dirongrong oleh milisia dan teroris yang mengidentikkan orang, bangsa, dan negara lain sebagai kafir dan layak diteror. Tapi terobosan Khadafi ini jarang diungkapkan, karena itu editorial Kompas tentang Khadafi merupakan terobosan fungsi pers untuk mendidik massa. Jika pers sudah ketakutan dan tidak berani mengoreksi massa, maka akan terjadi histeria hate crime yang menjadi awal genocide model Rwanda. Jika dunia di kelola secara manusiawi, tidak perlu ada pembunuhan politik, pembantaian model Rwanda, dan negara gagal berantakan seperti Yugoslavia dan kasus Bosnia Kosovo. Tapi jika elite masyarakat suka mengadu domba dan tidak berani melakukan koreksi secara hukum terhadap tingkah laku kekejaman di luar batas kemanusiaan hanya atas dasar faktor SARA, maka negara tersebut akan menjadi failed state, negara yang gagal berantakan. Karena itu perundingan dengan GAM di Helsinki mudah-mudahan bisa memberikan terobosan untuk penyelesaian damai sengketa Aceh. Helsinki adalah tempat bersejarah, karena di situlah terjadi kesepakatan untuk membuka arus emigrasi keluar dari Uni Soviet dan Eropa Timur, sebagai konsesi untuk arus investasi dan bantuan ekonomi dari Barat ke blok Timur. Menurut Natan Sharansky, seorang pembangkang Yahudi yang sekarang menjadi politisi Israel, berkat tekanan Helsinki terjadi demokratisasi yang bermuara pada glasnost perestroika dan bubarnya Uni Soviet. Kita tentu berharap skenario Helsinki bisa menciptakan perdamaian antara orang Indonesia sendiri. Kalau memang kita konsisten dengan integrasi nasional, perdamaian di Aceh niscaya bukan suatu yang mustahil. Kecuali bila ada mentalitas Hutu di kalangan elite Indonesia dengan pelbagai alasan dan dalih yang menutup pintu untuk rekonsiliasi, perdamaian dan integrasi yang adil dan memuaskan semua pihak. Penyakit terberat bagi negara berkembang adalah membasmi korupsi secara tuntas dan lugas. Karena dalam sistem politik feodal primitif, penguasa merasa berhak untuk kaya dan menikmati harta negara seperti inventaris pribadi dan keluarga. Tidak ada definisi dan batasan conflict of interest, semua merasa bisa melakukan apa saja bila sedang berkuasa. Cara-cara seperti itu hanya menanam dendam kesumat, yang apabila di eksploitasi dengan emosi SARA akan menghidupkan iklim tawuran dan pembantaian model Rwanda. Gelombang tsunami menuntut mentalitas pascatsunami. Kalau elite Indonesia masih tetap terjebak dalam mentalitas pra-tsunami, Indonesia tidak akan cepat mentas dari segala macam keterpurukan dan keterbelakangan. Kita sudah mengalami pembantaian 1965 yang menurut Bertrand Russell memakan korban melebihi Perang Vietnam. Setelah itu mesin penguasa dan milisia bikinan penguasa atau yang direstui oknum penguasa, juga melakukan pembantaian di Maluku dan Poso. Situasi perang di Aceh maupun kondisi di Papua juga mengisyaratkan bangsa Indonesia masih belum lulus dari naluri ingin berperang antara sesama dalam menyelesaikan konflik politik. Karena mekanisme politik beradab kurang berfungsi. Beradab bukan cuma dalam metode dan ritual, tapi dalam substansi, menghormati supremasi hukum, tidak pilih kasih dan diskriminasi atas dasar SARA atau kelas. Kalau Khadafi dengan serius melakukan terobosan politik dengan imbauan kepada Iran dan Korea Utara, serta pengakuan tentang holoxaust dalam peringatan 60 tahun Auschwitz, Indonesia akan ketinggalan bila terus terjebak pada dikotomi manusia model Al Qaeda. * Last modified: 1/2/05 ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **