[list_indonesia] [ppiindia] Utang para Intelektual

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 11 Mar 2005 22:26:24 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

      Sabtu, 12 Maret 2005

      OPINI

      Utang para Intelektual

      Toeti Adhitama; Ketua Dewan Redaksi Media Indonesia
     
      SEPERTI kata Rizal Mallarangeng dari Freedom Institute, iklan yang 
dipasangnya di Kompas (26/2), yang menyatakan persetujuan akan pengurangan 
subsidi BBM, dan alasan-alasan yang mendasarinya, telah menarik perhatian 
banyak pihak. Banyak opini pro dan kontra menyusulinya. Kedua pihak berniat 
baik dan umumnya memiliki argumen yang valid. Yang pro tentunya memuji. Bahkan 
menganggapnya suatu terobosan karena baru pertama kali (di Indonesia) pendapat 
semacam itu diwadahkan dalam iklan, tetapi yang anti memberikan argumen-argumen 
sebaliknya. Sampai ada yang menyatakan, iklan itu merugikan pihak yang 
berkepentingan--dalam hal ini penguasa--dan tidak efektif untuk masyarakat. 
Atau iklan itu menunjukkan para pendukungnya--yang namanya tercantum pada 
iklan--berpihak pada kekuasaan. Sebagai wartawan yang ingin bersikap netral, 
saya pribadi kemudian menjadi agak bias setelah melihat nama-nama Frans 
Magnis-Suseno dan Goenawan Mohamad ada dalam daftar. Tidak mungkin orang-orang 
seper
 ti itu, yang dikenal sebagai penentang penindasan terhadap rakyat kecil, 
mengorbankan apa yang mereka yakini demi keberpihakan pada kekuasaan. 

      Maka, saya pikir, tergantung dari mana kita melihat persoalan ini. Ini 
kan negara demokrasi, kata Rizal. Ada teman Rizal yang berpendapat, semakin 
banyak pendapat yang ditawarkan ke publik, semakin baik. Sayangnya, publik yang 
disebutnya sangat sempit. Mayoritas publik yang sementara ini merasa sangat 
dirugikan, rasanya tidak membaca tulisan-tulisan itu, apalagi yang bernada 
setuju akan pengurangan subsidi BBM. Mereka sedang tercekik, tidak mungkin 
mengangguk setuju. Maka demonstrasi terus marak, tak kunjung reda. Para 
mahasiswa, yang peka terhadap apa yang dirasakan orang-orang kecil, seakan 
mengadakan lomba demonstrasi.

      Empati kami untuk pemerintahan SBY: maju kena mundur kena. Mungkin para 
intelektual pada tahap ini sudah waktunya berpindah strategi. Bukan mengadu 
intelek soal benar-tidaknya kebijakan itu, tetapi menawarkan langkah-langkah 
untuk mengatasi keadaan "darurat" sekarang ini. Itu sebenarnya yang menjadi 
tantangan bagi para intelektual. Itulah utang para intelektual pada masyarakat. 
Misalnya janji-janji pemberian kompensasi kepada mereka yang tidak mampu, kapan 
dilaksanakan? Idealnya, yang perlu diberikan bukan janji-janji. Idealnya, 
pengumuman tentang pengurangan subsidi itu langsung dibarengi dengan pemberian 
kompensasi. Kalau bukan yang kelas berat, usahakan cara-cara yang sederhana 
yang sifatnya darurat untuk sekarang. Tidak menunggu lebih lama, sementara 
harga bahan-bahan kebutuhan sehari-hari makin meninggi. Itu yang mungkin perlu 
mereka tagihkan dan desakkan pada pemerintah. Bukan "benar atau salah saya 
mendukung pemerintah".

      Dalam hubungannya dengan kepentingan masyarakat, menjadi intelektual 
minimal memerlukan kemampuan intelektual dan kemauan untuk bekerja keras dan 
berperilaku yang baik. Juga dana untuk pendidikan yang diperolehnya dari orang 
tua atau publik, sebelum mereka sanggup menghidupi diri sendiri. Maka kaum 
intelektual memiliki kewajiban moral kepada publik untuk memberikan pelayanan 
sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebutlah sebagai balas jasa. Mereka 
memiliki kewajiban moral untuk kemanusiaan. Para intelektual seperti Socrates 
dan Plato, atau bahkan Marx dan Lenin, misalnya, telah berhasil mengubah 
jalannya sejarah karena gagasan-gagasan mereka. Tentunya berdasarkan keyakinan 
masing-masing akan kebenaran.

      Merujuk pada pengalaman tokoh-tokoh sejarah yang disebut tadi, ada 
segolongan masyarakat yang tidak setuju kalau intelektual memiliki perhatian 
untuk isu-isu sosial-politik yang sedang terjadi. Ada kekhawatiran, para 
intelektual bisa kehilangan kemurnian berpikir dan integritas bila mereka 
terlibat dalam persoalan-persoalan politik. Saya rasa, itulah yang 
melatarbelakangi polemik tentang iklan Freedom Institute sekarang ini. Tetapi 
mungkinkah kaum intelektual modern mengucilkan diri dari kehidupan masyarakat? 
Bersemedi menyendiri seperti pemikir-pemikir masa lalu?

      Seorang teman saya, salah satu yang merasa tidak nyaman dengan 
pengembangan perilaku kaum intelektual sekarang, dan tidak setuju dengan 
keterlibatan intelektual dalam politik, mengatakan memang beda intelektual di 
zaman revolusi dan di masa sekarang. Dulu mereka mengutamakan kebersamaan dan 
kepentingan nasional. Sekarang mereka cenderung menyibukkan diri dalam bidang 
bisnis dan ekonomi. Kebanyakan untuk kepentingan sendiri. Kepentingan rakyat 
terabaikan. Pendidikan rakyat banyak pun terbengkalai. Ini jelas merugikan masa 
depan bangsa kita.

      Memang kita sering lupa, intelektual pun manusia biasa yang, kata Chairil 
Anwar, bisa rindu rupa dan rindu rasa. Artinya, intelektual bukan malaikat. 
Intelektual juga dibentuk oleh situasi yang dihadapinya. Intelektual masa lalu 
memiliki gambar masa depan yang beda dari gambar masa depan intelektual 
sekarang. Ketika mereka berkiprah dulu, dunia sedang bergolak karena perjuangan 
bangsa-bangsa yang akan melepaskan diri dari penjajahan. Sekarang, yang mereka 
hadapi adalah gejolak globalisasi yang menuntut setiap masyarakat bekerja keras 
untuk bisa bertahan atau mencapai keunggulan dalam penghidupan internasional. 
Memang tidak mungkin menjadi intelektual tanpa menjadi anggota masyarakat 
manusia terlebih dulu. Dan manusia adalah binatang sosial. Maka, bagaimana 
jalan keluarnya? Kaum intelektual jugalah yang wajib berpikir keras mencarinya. 
***

        


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Utang para Intelektual