[list_indonesia] [ppiindia] Tren Pembaharuan Pemikiran dalam Islam

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 4 Mar 2005 08:32:30 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/04/opi3.htm
Jumat, 04 Maret 2005WACANA

Tren Pembaharuan Pemikiran dalam Islam
Oleh: : Ibnu Djarir


KEMUNCULAN gerakan pembaharuan pemikiran dalam pemahaman ajaran agama adalah 
hal yang wajar dan logis, karena budaya manusia selalu berkembang. Kemajuan 
ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat berpengaruh pada pola pikir 
manusia, termasuk dalam memahami teks-teks agama. Namun, satu prinsip yang 
perlu selalu dipegang adalah bahwa pembaharuan itu hendaknya tidak 
menghilangkan inti dari ajaran agama itu sendiri. Bila inti ajaran agama itu 
hilang, maka namanya bukan lagi pembaharuan, tetapi perusakan atau 
penggantian dengan hasil pikiran manusia sendiri tanpa mengindahkan inti 
ajaran agama yang pada dasarnya berasal dari wahyu Tuhan.

Menelusuri alur pembaharuan pemikiran dalam Islam, bisa dimulai dengan 
menyimak pembaharuan pemikiran pada tahap pramodernis. Pelopornya adalah 
Muhammad ibn Abdul Wahab. Dia berpendapat, pada masa itu di kalangan umat 
Islam sudah banyak terjadi penyimpangan dalam pemahaman dan pengamalan 
ajaran Islam. Oleh karena itu, dia menyerukan kepada umat Islam untuk 
kembali pada kemurnian dan keaslian ajaran Islam berdasarkan Alquran dan 
Hadis.

Ide-ide pembaharuan Abdul Wahab itu memang menyangkut banyak masalah, 
seperti anjuran untuk melaksanakan ijtihad, dan seruan untuk menjauhi 
taklid, tahayul, bidah, khurafat, praktik tarikat yang menyimpang, dan 
fatalisme. Dia juga menyerukan kepada umat Islam untuk melakukan jihad 
melawan kezaliman, kebatilan, dan kemaksiatan.

Menurut Prof Dr Harun Nasution (almarhum), gerakan pembaharuan Abdul Wahab 
itu bersikap antibudaya asing, dan cenderung literalis.

Adapun gerakan pembaharuan yang mulai membuka diri terhadap pengaruh budaya 
Barat adalah mereka yang digolongkan pada kaum modernis. Tokoh-tokohnya yang 
terkemuka adalah Sayyid Ahmad Khan, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, 
dan Muhammad Rasyid Ridha. Dari tokoh-tokoh tersebut, Sayyid Ahmad Khan 
tampak lebih menekankan pada pemikiran yang rasional dan liberal.

Seperti pendahulunya, mereka juga menyerukan kepada umat Islam untuk kembali 
pada kemurnian dan keaslian Islam, melakukan ijtihad, menjauhi taklid dan 
fatalisme. Namun mereka menganjurkan umat Islam untuk membuka diri terhadap 
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang datang dari dunia Barat, demi 
kemajuan umat Islam sendiri. Tetapi mereka mengingatkan umat Islam agar 
tidak hanyut dalam budaya asing. Di antara usaha-usahanya ialah mendirikan 
sekolah-sekolah Islam modern, dan mengambil langkah-langkah untuk 
pembaharuan dalam bidang sosial dan politik.

Gerakan pembaharuan yang muncul berikutnya adalah gerakan kaum neomodernis. 
Gerakan ini ingin memadukan antara khazanah Islam klasik dengan modernitas. 
Pada tahap ini muncul gerakan-gerakan sosial dan politik yang terorganisasi 
secara modern. Meski gerakan ini banyak menimba kemajuan ilmu pengetahuan 
dan teknologi dari dunia Barat, namun mereka ingin tetap mempertahankan 
keotentikan identitas Islam, sehingga mereka berprinsip, modernisasi Islam 
tidak identik dengan westernisasi.

Mata Rantai
Menurut Prof Fazlur Rahman (almarhum), guru besar pada McGill University, 
Kanada, gerakan pembaharuan pemikiran dalam Islam merupakan mata rantai yang 
sambung menyambung.

Gerakan pembaharuan pramodernis menekankan pada pelaksanaan ijtihad,, 
reformasi dan purifikasi. Kaum modernis berupaya untuk menafsirkan ajaran 
Islam sesuai dengan perkembangan zaman dan kehidupan modern yang dibentuk 
oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kaum modernis melakukan ijtihad tidak terbatas pada masalah agama saja, 
tetapi diperluas sehingga menyangkut penerapan ajaran Islam dalam kehidupan 
sosial, ekonomi dan politik. Kaum modernis ini dapat dibagi dua, yaitu kaum 
modernis klasik yang masih menunjukkan sikap hati-hati terhadap budaya 
Barat, dan kaum modernis kontemporer yang bersikap akomodatif terhadap 
budaya Barat. Sedangkan kaum neomodernis berupaya melakukan rekonstruksi 
Islam dengan memadukan khazanah intelektual Islam dengan budaya modern.

Perkembangan taraf pendidikan umat Islam, terutama dengan maraknya 
kemunculan lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam, mendorong makin 
banyaknya para pemikir Islam yang berupaya melakukan reinterpretasi terhadap 
ajaran Islam dan mereformulasi doktrin-doktrin Islam masa lalu. Mereka 
mencoba untuk melakukan ijtihad menurut kapasitasnya masing-masing.

Ada yang melakukan ijtihad secara individual, dan ada pula yang secara 
kolektif (jama'i). Di Indonesia, contoh ijtihad jama'i, seperti Majlis 
Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam pada organisasi Muhammadiyah, 
Lembaga Syuriyah pada organisasi Nahdlatul Ulama, dan Komisi Fatwa pada 
Majelis Ulama Indonesia ( MUI ). Pada masa sekarang ini, dengan banyaknya 
para pakar dalam berbagai disiplin ilmu, pelaksanaan ijtihad jama'i 
tampaknya lebih meyakinkan kebenarannya, sebab beberapa pakar saling 
bertukarpikiran sesuai dengan bidang keahlian masing-masing untuk mengambil 
keputusan bersama. Sedangkan terhadap pendapat-pendapat pribadi, atau 
ijtihad individual, kita masih harus meneliti profesionalitas dan integritas 
pribadi yang bersangkutan.

Di media massa, sering terlontar pendapat-pendapat pribadi mengenai 
masalahmasalah keagamaan yang membingungkan atau menggelisahkan masyarakat. 
Seperti pendapat yang menyatakan bahwa zakat sama dengan pajak. Jadi, dengan 
penerapan melalui pajak, sudah mencakup zakat. Pendapat yang lain, hewan dam 
dari orang yang melakukan ibadah haji boleh saja disembelih di kampung 
halaman masing-masing. Ada pula yang berpendapat, hewan kurban berkaitan 
dengan Idul Adha, boleh diganti dengan ayam, ikan, uang, dan sebagainya, 
tanpa ada proses penyembelihan. Pendapat lain menyatakan, ibadah haji tidak 
harus pada bulan Dzulhijjah, sebab bulan-bulan haji itu Syawal, Zulqa'dah, 
dan Zulhijjah. Dan lain-lain pendapat lagi yang berbeda dengan mainstream 
pendapat mayoritas umat Islam.

Pendapat-pendapat pribadi itu adakalanya tidak dilandasi oleh 
profesionalitas dalam ilmu keislaman yang memadai, sehingga lebih banyak 
mudaratnya daripada manfaatnya bagi kemaslahatan umat Islam

JIL dan JIMM
Pada beberapa tahun terakhir ini muncul dua kelompok pemikir yang menamakan 
dirinya Jaringan Islam Liberal ( JIL ) dan Jaringan Intelektual Muda 
Muhammadiyah (JIMM ). JIL kebanyakan anggotanya dari warga NU, sedangkan 
anggota-anggota JIMM dari kalangan muda Muhammadiyah.

Salah seorang tokoh terkemuka JIL, Ulil Abshar Abdalla, menyatakan bahwa 
dalam memahami ajaran Islam perlu menekankan pada pemahaman substansial, 
nonliteral, rasional, dan kontekstual. Metode pemahamannya inilah yang 
menyebabkan dia dan kawan-kawannya memilih nama kaum liberal. Mereka ingin 
berpikir bebas ( liberal ) dan tidak terikat dengan fikih produk ulama 
klasik (Kompas, 18/11/2002 ).

Pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh Abdalla memang membuat banyak ulama 
berdebar-debar, karena khawatir akan menyesatkan umat. Seperti pendapat 
bahwa Nabi Muhammad SAW banyak kekurangannya; jilbab, hukum potong tangan, 
dan qisas bukan ajaran Islam, sehingga tidak wajib ditaati; tidak ada hukum 
Allah, yang ada adalah sunnatullah; semua agama adalah benar; 
penemuan-penemuan ilmiah adalah juga wahyu Tuhan; agama harus dipisahkan 
dari politik; dan dia lebih mendukung negara sekuler daripada negara Islam.

Banyak muncul reaksi para ulama terhadap pendapat Abdalla, baik reaksi yang 
ringan maupun yang sangat keras. Di antaranya adalah reaksi dari Salahuddin 
Wahid yang menyatakan bahwa ide pembaharuan Abdallah itu sudah kebablasan. 
Demikian pula dalam Muktamar NU ke-31 ( 28/11 - 2/12/2004 ) di Boyolali, 
muncul suara-suara yang mengusulkan agar kepengurusan PB NU dibersihkan dari 
unsur-unsur JIL.

Di kalangan angkatan muda Muhammadiyah juga muncul orang-orang yang 
mempunyai kecederungan berpikir liberal dan mereka ingin mengatakan 
pembaharuan yang lebih maju lagi dalam pemahaman ajaran agama. Mereka 
menamakan dirinya Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah ( JIMM ). Padahal 
Muhammadiyah sejak berdirinya sudah membawa misi pembaharuan pemikiran Islam 
( tajdid ). Untuk melaksanakan misi itu Muhammadiyah membentuk Majelis 
Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, yang anggota-anggotanya terdiri 
dari para pakar dalam berbagai disiplin ilmu. Kerja majelis tersebut memang 
sering dinilai lamban, namun penuh kehati-hatian, sebab mengambil keputusan 
dalam masalah-masalah keagamaan tidak boleh grusa-grusu, melainkan harus 
berlandaskan pada paradigma yang kukuh, profesionalitas, telaah yang 
mendalam dan komprehensif.

Berbagai kalangan dari pimpinan Muhammadiyah berpendapat, JIMM itu sebaiknya 
jangan menggunakan label Muhammadiyah, sebab pembaharuan pemikiran menurut 
Muhammadiyah harus melalui ijtihad jama'i (Majelis Tarjih ) dan dikerjakan 
oleh tenaga-tenaga yang profesional. Kalau JIMM itu punya ide-ide bar, akan 
lebih elegan jika mereka berhadapan langsung dengan Majelis Tarjih untuk 
beradu argumentasi. Jangan pendapat-pendapat perseorangan lalu dilontarkana 
ke masyarakat dengan membawa embel-embel Muhammadiyah.

Ada seorang tokoh muda liberal yang berpendapat bahwa kurban dalam rangka 
Idul Adha tidak harus berupa hewan kurban yang disembelih. Baik-baik saja 
diganti dengan uang. Pendapat ini dasar syar'inya mana, sebab dalam Alquran, 
Surat Al-Kautsar disebutkan dengan jelas adanya penyembelihan hewan kurban. 
Kalau dihubungan dengan kebutuhan zaman modern bisa saja daging itu 
diawetkan dalam bentuk kornet, sehingga tahan lama dan mudah didistribusikan 
ke berbagai wilayah yang memerlukan.

Bila pendapat yang semata-mata rasional itu diikuti bisa merembet ke banyak 
ritual Islam lainnya, seperti dalam pelaksanaan zakat fitrah tidak perlu 
repot-repot cari beras, cukup memberi uang atau pemberian materi yang lain, 
yang penting menolong kaum fakir miskin. Zakat mal tidak harus dua setengah 
persen, yang penting mengikuti perkembangan situasi dan kondisi masyarakat.

Kalau kita hanya berpegang pada pertimbangan rasional dan substansial, tanpa 
mengindahkan dalil yang gath'i, maka pada akhirnya tidak perlu lagi kita 
membenda-bedakan antara hewan kurban, zakat fitrah, zakat mal, infaq, 
sedekah, dan lain-lain, yang penting setiap pribadi muslim yang mampu 
hendaknya membantu kaum dhuafa. Nah, jika pola pikir yang demikian itu 
diikuti, maka ajaran-ajaran ritual Islam akan sirna. (29)

-Drs H lbnu Djarir, staf pengajar IAIN Walisongo Semarang. 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Tren Pembaharuan Pemikiran dalam Islam