** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/04/opi3.htm Jumat, 04 Maret 2005WACANA Tren Pembaharuan Pemikiran dalam Islam Oleh: : Ibnu Djarir KEMUNCULAN gerakan pembaharuan pemikiran dalam pemahaman ajaran agama adalah hal yang wajar dan logis, karena budaya manusia selalu berkembang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat berpengaruh pada pola pikir manusia, termasuk dalam memahami teks-teks agama. Namun, satu prinsip yang perlu selalu dipegang adalah bahwa pembaharuan itu hendaknya tidak menghilangkan inti dari ajaran agama itu sendiri. Bila inti ajaran agama itu hilang, maka namanya bukan lagi pembaharuan, tetapi perusakan atau penggantian dengan hasil pikiran manusia sendiri tanpa mengindahkan inti ajaran agama yang pada dasarnya berasal dari wahyu Tuhan. Menelusuri alur pembaharuan pemikiran dalam Islam, bisa dimulai dengan menyimak pembaharuan pemikiran pada tahap pramodernis. Pelopornya adalah Muhammad ibn Abdul Wahab. Dia berpendapat, pada masa itu di kalangan umat Islam sudah banyak terjadi penyimpangan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Oleh karena itu, dia menyerukan kepada umat Islam untuk kembali pada kemurnian dan keaslian ajaran Islam berdasarkan Alquran dan Hadis. Ide-ide pembaharuan Abdul Wahab itu memang menyangkut banyak masalah, seperti anjuran untuk melaksanakan ijtihad, dan seruan untuk menjauhi taklid, tahayul, bidah, khurafat, praktik tarikat yang menyimpang, dan fatalisme. Dia juga menyerukan kepada umat Islam untuk melakukan jihad melawan kezaliman, kebatilan, dan kemaksiatan. Menurut Prof Dr Harun Nasution (almarhum), gerakan pembaharuan Abdul Wahab itu bersikap antibudaya asing, dan cenderung literalis. Adapun gerakan pembaharuan yang mulai membuka diri terhadap pengaruh budaya Barat adalah mereka yang digolongkan pada kaum modernis. Tokoh-tokohnya yang terkemuka adalah Sayyid Ahmad Khan, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha. Dari tokoh-tokoh tersebut, Sayyid Ahmad Khan tampak lebih menekankan pada pemikiran yang rasional dan liberal. Seperti pendahulunya, mereka juga menyerukan kepada umat Islam untuk kembali pada kemurnian dan keaslian Islam, melakukan ijtihad, menjauhi taklid dan fatalisme. Namun mereka menganjurkan umat Islam untuk membuka diri terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang datang dari dunia Barat, demi kemajuan umat Islam sendiri. Tetapi mereka mengingatkan umat Islam agar tidak hanyut dalam budaya asing. Di antara usaha-usahanya ialah mendirikan sekolah-sekolah Islam modern, dan mengambil langkah-langkah untuk pembaharuan dalam bidang sosial dan politik. Gerakan pembaharuan yang muncul berikutnya adalah gerakan kaum neomodernis. Gerakan ini ingin memadukan antara khazanah Islam klasik dengan modernitas. Pada tahap ini muncul gerakan-gerakan sosial dan politik yang terorganisasi secara modern. Meski gerakan ini banyak menimba kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari dunia Barat, namun mereka ingin tetap mempertahankan keotentikan identitas Islam, sehingga mereka berprinsip, modernisasi Islam tidak identik dengan westernisasi. Mata Rantai Menurut Prof Fazlur Rahman (almarhum), guru besar pada McGill University, Kanada, gerakan pembaharuan pemikiran dalam Islam merupakan mata rantai yang sambung menyambung. Gerakan pembaharuan pramodernis menekankan pada pelaksanaan ijtihad,, reformasi dan purifikasi. Kaum modernis berupaya untuk menafsirkan ajaran Islam sesuai dengan perkembangan zaman dan kehidupan modern yang dibentuk oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaum modernis melakukan ijtihad tidak terbatas pada masalah agama saja, tetapi diperluas sehingga menyangkut penerapan ajaran Islam dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Kaum modernis ini dapat dibagi dua, yaitu kaum modernis klasik yang masih menunjukkan sikap hati-hati terhadap budaya Barat, dan kaum modernis kontemporer yang bersikap akomodatif terhadap budaya Barat. Sedangkan kaum neomodernis berupaya melakukan rekonstruksi Islam dengan memadukan khazanah intelektual Islam dengan budaya modern. Perkembangan taraf pendidikan umat Islam, terutama dengan maraknya kemunculan lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam, mendorong makin banyaknya para pemikir Islam yang berupaya melakukan reinterpretasi terhadap ajaran Islam dan mereformulasi doktrin-doktrin Islam masa lalu. Mereka mencoba untuk melakukan ijtihad menurut kapasitasnya masing-masing. Ada yang melakukan ijtihad secara individual, dan ada pula yang secara kolektif (jama'i). Di Indonesia, contoh ijtihad jama'i, seperti Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam pada organisasi Muhammadiyah, Lembaga Syuriyah pada organisasi Nahdlatul Ulama, dan Komisi Fatwa pada Majelis Ulama Indonesia ( MUI ). Pada masa sekarang ini, dengan banyaknya para pakar dalam berbagai disiplin ilmu, pelaksanaan ijtihad jama'i tampaknya lebih meyakinkan kebenarannya, sebab beberapa pakar saling bertukarpikiran sesuai dengan bidang keahlian masing-masing untuk mengambil keputusan bersama. Sedangkan terhadap pendapat-pendapat pribadi, atau ijtihad individual, kita masih harus meneliti profesionalitas dan integritas pribadi yang bersangkutan. Di media massa, sering terlontar pendapat-pendapat pribadi mengenai masalahmasalah keagamaan yang membingungkan atau menggelisahkan masyarakat. Seperti pendapat yang menyatakan bahwa zakat sama dengan pajak. Jadi, dengan penerapan melalui pajak, sudah mencakup zakat. Pendapat yang lain, hewan dam dari orang yang melakukan ibadah haji boleh saja disembelih di kampung halaman masing-masing. Ada pula yang berpendapat, hewan kurban berkaitan dengan Idul Adha, boleh diganti dengan ayam, ikan, uang, dan sebagainya, tanpa ada proses penyembelihan. Pendapat lain menyatakan, ibadah haji tidak harus pada bulan Dzulhijjah, sebab bulan-bulan haji itu Syawal, Zulqa'dah, dan Zulhijjah. Dan lain-lain pendapat lagi yang berbeda dengan mainstream pendapat mayoritas umat Islam. Pendapat-pendapat pribadi itu adakalanya tidak dilandasi oleh profesionalitas dalam ilmu keislaman yang memadai, sehingga lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kemaslahatan umat Islam JIL dan JIMM Pada beberapa tahun terakhir ini muncul dua kelompok pemikir yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal ( JIL ) dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM ). JIL kebanyakan anggotanya dari warga NU, sedangkan anggota-anggota JIMM dari kalangan muda Muhammadiyah. Salah seorang tokoh terkemuka JIL, Ulil Abshar Abdalla, menyatakan bahwa dalam memahami ajaran Islam perlu menekankan pada pemahaman substansial, nonliteral, rasional, dan kontekstual. Metode pemahamannya inilah yang menyebabkan dia dan kawan-kawannya memilih nama kaum liberal. Mereka ingin berpikir bebas ( liberal ) dan tidak terikat dengan fikih produk ulama klasik (Kompas, 18/11/2002 ). Pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh Abdalla memang membuat banyak ulama berdebar-debar, karena khawatir akan menyesatkan umat. Seperti pendapat bahwa Nabi Muhammad SAW banyak kekurangannya; jilbab, hukum potong tangan, dan qisas bukan ajaran Islam, sehingga tidak wajib ditaati; tidak ada hukum Allah, yang ada adalah sunnatullah; semua agama adalah benar; penemuan-penemuan ilmiah adalah juga wahyu Tuhan; agama harus dipisahkan dari politik; dan dia lebih mendukung negara sekuler daripada negara Islam. Banyak muncul reaksi para ulama terhadap pendapat Abdalla, baik reaksi yang ringan maupun yang sangat keras. Di antaranya adalah reaksi dari Salahuddin Wahid yang menyatakan bahwa ide pembaharuan Abdallah itu sudah kebablasan. Demikian pula dalam Muktamar NU ke-31 ( 28/11 - 2/12/2004 ) di Boyolali, muncul suara-suara yang mengusulkan agar kepengurusan PB NU dibersihkan dari unsur-unsur JIL. Di kalangan angkatan muda Muhammadiyah juga muncul orang-orang yang mempunyai kecederungan berpikir liberal dan mereka ingin mengatakan pembaharuan yang lebih maju lagi dalam pemahaman ajaran agama. Mereka menamakan dirinya Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah ( JIMM ). Padahal Muhammadiyah sejak berdirinya sudah membawa misi pembaharuan pemikiran Islam ( tajdid ). Untuk melaksanakan misi itu Muhammadiyah membentuk Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, yang anggota-anggotanya terdiri dari para pakar dalam berbagai disiplin ilmu. Kerja majelis tersebut memang sering dinilai lamban, namun penuh kehati-hatian, sebab mengambil keputusan dalam masalah-masalah keagamaan tidak boleh grusa-grusu, melainkan harus berlandaskan pada paradigma yang kukuh, profesionalitas, telaah yang mendalam dan komprehensif. Berbagai kalangan dari pimpinan Muhammadiyah berpendapat, JIMM itu sebaiknya jangan menggunakan label Muhammadiyah, sebab pembaharuan pemikiran menurut Muhammadiyah harus melalui ijtihad jama'i (Majelis Tarjih ) dan dikerjakan oleh tenaga-tenaga yang profesional. Kalau JIMM itu punya ide-ide bar, akan lebih elegan jika mereka berhadapan langsung dengan Majelis Tarjih untuk beradu argumentasi. Jangan pendapat-pendapat perseorangan lalu dilontarkana ke masyarakat dengan membawa embel-embel Muhammadiyah. Ada seorang tokoh muda liberal yang berpendapat bahwa kurban dalam rangka Idul Adha tidak harus berupa hewan kurban yang disembelih. Baik-baik saja diganti dengan uang. Pendapat ini dasar syar'inya mana, sebab dalam Alquran, Surat Al-Kautsar disebutkan dengan jelas adanya penyembelihan hewan kurban. Kalau dihubungan dengan kebutuhan zaman modern bisa saja daging itu diawetkan dalam bentuk kornet, sehingga tahan lama dan mudah didistribusikan ke berbagai wilayah yang memerlukan. Bila pendapat yang semata-mata rasional itu diikuti bisa merembet ke banyak ritual Islam lainnya, seperti dalam pelaksanaan zakat fitrah tidak perlu repot-repot cari beras, cukup memberi uang atau pemberian materi yang lain, yang penting menolong kaum fakir miskin. Zakat mal tidak harus dua setengah persen, yang penting mengikuti perkembangan situasi dan kondisi masyarakat. Kalau kita hanya berpegang pada pertimbangan rasional dan substansial, tanpa mengindahkan dalil yang gath'i, maka pada akhirnya tidak perlu lagi kita membenda-bedakan antara hewan kurban, zakat fitrah, zakat mal, infaq, sedekah, dan lain-lain, yang penting setiap pribadi muslim yang mampu hendaknya membantu kaum dhuafa. Nah, jika pola pikir yang demikian itu diikuti, maka ajaran-ajaran ritual Islam akan sirna. (29) -Drs H lbnu Djarir, staf pengajar IAIN Walisongo Semarang. ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **